Part 3. Penyemangat

Assalaamu 'alaikum Readers

Selamat datang di cerita Cinta Istiqomah

Vote dan komenmu jangan lupa ya

🌹🌹🌹

Filzah terbangun dari tidur malamnya. Perlahan ia membuka kedua matanya serta mendudukkan dirinya meskipun rasa kantuk masih menyerangnya. Ia menatap layar handponenya. Jam menunjukkan pukul 03.13 dini hari. Filzah bergegas turun dari ranjang kamarnya. Di samping tempat tidurnya terdapat Zaura yang sedang terlelap dalam tidurnya.

Sepuluh menit kemudian Filzah kembali masuk ke dalam kamarnya. Kondisi saat ini ia sudah segar dan tidak mengantuk lagi. Bekas air wudhu masih menghiasi wajah senduhnya.

Perlahan Filzah menghampiri sang putri yang tidurnya nyenyak sekali. Senyuman bahagia merekah di wajahnya. Filzah merasakan ketenangan ketika memandangi sang buah hati yang tertidur dengan damai. Bagi Filzah melihat putrinya tertidur dengan damai merupakan salah satu nikmat yang harus ia syukuri karena masih banyak di luaran sana anak-anak seusia putrinya yang tidak mempunyai tempat tinggal dan harus tidur di jalanan. Miris sekali ketika Filzah melihat pemandangan pilu itu.

"Zaura..., Zaura bangun Sayang." Filzah mengguncang-guncang lembut tubuh sang putri untuk membangunkannya.

Zaura belum kunjung terbangun dari tidurnya. Namun kedua matanya perlahan mulai terbuka.

"Zaura ayo bangun Sayang, kita sholat tahajjud dulu ya."

Zaura mulai kembali ke alam sadarnya. Namun belum sepenuhnnya.

"Bunda, Zaura masih mengantuk." Ucap Zaura dengan nada lemas. Dan kedua matanya hendak kembali terpejam.

Filzah mengelus puncak kepala sang putri agar tidak kembali tertidur. "Zaura ayo bangun Sayang, Zaura mau sekolah kan?"

Zaura menganggukkan kepalanya. Namun tubuhnya masih melemas akibat terserang rasa kantuk yang luar biasa.

Filzah sangat sabar dalam membangunkan Zaura. Ia memaklumi jika sang putri tidak langsung terbangun dari tidurnya. Namanya juga anak kecil. Filzah hanya perlu bersabar saja untuk membiasakan sang putri bangun malam dan melaksanakan sholat tahajjud yang juga dikenal dengan sebutan sholat malam.

"Kalau Zaura mau sekolah, Zaura bangun sekarang ya Sayang. Kita sholat tahajjud setelah itu Zaura berdoa sama Allah. Zaura minta sama Allah kalau Zaura mau sekolah, ya."

Perlahan Zaura mulai terbangun. Ia berusaha mendudukkan dirinya meskipun masih sempoyongan.

Filzah tersenyum penuh syukur karena sang putri berhasil ia bujuk untuk bangun dari tidurnya.

"Alhamdulillah Putri sholihahnya Bunda sudah mau bangun, baca doa dulu Sayang."

Zaura menengadahkan kedua tangannya seraya melafadzkan doa bangun tidur yang sering Filzah ingatkan kepadanya.

Zaura mulai turun dari ranjang tetapi masih sempoyongan. Filzah yang melihatnya terkekeh dan tidak hanya tinggal diam.

"Anak sholihahnya Bunda masih mengantuk sekali ya, ya sudah Bunda gendong ya."

Zaura menganggukkan kepalanya dan Filzah langsung menggendong Zaura di belakang punggungnya. Awalnya Filzah kesusahan untuk berdiri karena beban di belakangnya sedikit berat. Putrinya sudah mulai besar sehingga ia harus ekstra bertenaga untuk menggendongnya.

"Maa syaa Allah Putri sholihahnya Bunda sudah berat ya sekarang."

Zaura tersenyum merespon ucapan Bundanya yang mengatakan bahwa tubuhnya sudah mulai berat sehingga sedikit susah untuk menggedongnya.

Lima Belas Menit Kemudian...

Filzah dan Zaura sudah selesai melaksanakan sholat tahajjud dengan berjama'ah. Kini mereka sama-sama menengadahkan kedua tangannya ke langit. Mencurahkan isi hatinya kepada sang Pencipta sekaligus sang Pemilik seluruh alam.

"Ya Allah ya Robbi ya Rohman ya Rohim, Allahumma sholli wasallim 'ala Muhammad. Ya Allah ya Tuhanku terima kasih ya Allah atas nikmat sehat dan nikmat lainnya yang Engkau berikan kepada hamba serta anak hamba. Ya Allah lancarkanlah rezeki kami. Izinkan kami bisa hidup dengan rezeki yang halal. Izinkan hamba bisa mendapatkan pekerjaan yang halal agar hamba bisa mencukupi kebutuhan hamba sehari-hari serta dapat membiayai pengobatan Bapak mertua hamba. Dan izinkan anak hamba, Zaura bisa sekolah dan bisa mencari ilmu. Aamiin Allahumma aamiin."

"Ya Allah ya Robbi, ya Rohman ya Rohim, Allahumma sholli wasallim 'ala Muhammad. Ya Allah Zaura ingin sekolah, izinkan Zaura sekolah ya Allah, Zaura ingin menjadi anak yang pintar dan nanti kalau Zaura dewasa Zaura ingin membantu Bunda mencari uang. Aamiin."

Filzah menoleh ke belakang. Ia tersenyum melihat sang putri yang baru saja selesai berdoa kepada Tuhannya.

Zaura membalas senyuman Bundanya seraya beranjak dari duduk bersimpuhnya. Menghampiri sang Bunda dan berhambur di pelukan kasih sayang sang Bunda.

Filzah memeluk putrinya dengan penuh syukur yang tak terhingga. Berkali-kali ia mencium puncak kepala sang putri yang terbalut mukenah mungilnya.

"Ya Allah jadikanlah anak hamba menjadi anak yang sholihah, yang patuh terhadap perintahmu dan taat kepadaMu. Aamiin Allahumma aamiin." Doa Filzah dalam hati.

🌹🌹🌹

Matahari mulai menampakkan sinarnya. Menduduki singgasananya. Bumi kembali terang dengan sinarnya. Pagi ini Filzah berniat untuk mencari pekerjaan. Usai sarapan ia berganti pakaian yang rapi dan bersiap-siap untuk pergi mencari pekerjaan.

"Zaura, Bunda pergi dulu ya Sayang, Zaura nggak apa-apa kan Bunda tinggal sebentar?"

Filzah menghampiri sang putri yang sedang belajar membaca buku kisah-kisah para Nabi. Buku yang ia dapat dari membantu Neneknya berjualan kue waktu di kampung.

"Iya Bunda, Zaura nggak apa-apa kok di rumah sendirian." Ucap Zaura yang sejenak menghentikan kegiatannya.

Filzah dapat bernapas dengan lega karena sang putri tidak keberatan untuk ditinggal sendirian di rumah. "Alhamdulillah, ya sudah kalau begitu Bunda pergi dulu ya Sayang."

Zaura mengangguk patuh. "Iya Bunda." Seketika Zaura meraih tangan Filzah. Menciumnya dengan penuh hormat.

"Assalaamu 'alaikum."

"Wa 'alaikumus salaam Bunda."

Filzah mulai melangkahkan kakinya menuju luar rumahnya.

"Bunda."

Langkah Filzah terhenti. Ia menoleh ke belakang. Terlihat Zaura sedang tersenyum ke arahnya.

"Semangat Bunda!" Ujar Zaura memberikan semangat kepada Bundanya yang akan mencari pekerjaan.

Filzah tersenyum. Ia kembali menghampiri sang putri. Dan memeluknya dengan rasa sayang yang semakin bertambah di setiap harinya.

🌹🌹🌹

Langkah Filzah terhenti di sebuah minimarket yang letaknya tepat di samping jalan raya sehingga banyak sekali pengunjung yang datang.

"Semoga saja di minimarket itu ada lowongan kerja untuk aku. Aamiin."

Filzah kembali melangkahkan kakinya. Memasuki minimarket tersebut dan tak lupa mengucapkan basmalah sebelum memasukinya. Serta berharap ada lowongan kerja untuknya.

Setelah beberapa menit kemudian Filzah keluar dari minimarket tersebut. Raut wajahnya tidak seceria waktu ia masuk tadi. Seketika wajah cerianya memudar.

"Ternyata nggak ada lowongan pekerjaan di sini." Filzah kembali mengulas senyumannya. "Aku nggak boleh menyerah, aku harus tetap semangat, in syaa Allah di tempat lain ada lowongan pekerjaan." Filzah tetap optimis dan berpikiran positif.

Seharian Filzah menyusuri jalan setapak demi setapak. Keluar masuk toko mulai dari toko sembako, toko mainan toko makanan dan toko yang lainnya. Namun hasilnya sama tidak ada lowongan pekerjaan untuknya. Keringat mulai bercucuran di wajahnya yang sejak tadi pagi terpapar sinar matahari langsung.

Filzah berhenti sejenak. Disaat-saat ia sibuk mencari pekerjaan namun ia tidak melupakan kewajibannya sebagai seorang hamba yang taat dan patuh atas perintahNya. Filzah berdoa kepada Allah agar ia diberikan kesabaran dalam mencari rezeki yang tidak mudah untuk didapatkan dan membutuhkan kerja keras yang ekstra.

Usai sholat dzuhur Filzah kembali menyusuri jalanan. Pandangannya tertuju ke arah sekitar. Mengamati setiap bangunan-bangunan besar yang bertuliskan toko sembako, toko alat tulis dan lainnya. Semua toko yang ia perhatian tida ada tulisan "ada lowongan pekerjaan" atau "membutuhkan karyawan baru". Pada menit berikutnya Filzah melihat ada tulisan "ada lowongan pekerjaan" tetapi bukan di depan toko melainkan di depan sebuah kantor. Tidak mungkin Filzah melamar di sana karena ia tidak membawa ijazah sekolahnya dan dapat dipastikan bahwa kantor besar di hadapannya itu membutuhkan karyawan baru lulusan sarjana bukan seperti dirinya yang hanya lulusan SMA saja.

🌹🌹🌹

Hari mulai sore. Matahari mulai lengser dari singgasananya. Tetapi Filzah belum kunjung mendapatkan pekerjaan. Perutnya sudah keroncongan sejak tadi. Ia sudah tidak kuat untuk melangkahkan kakinya lagi. Tenaganya kian terkikis. Tidak ada alasan lagi untuk Filzah tetap menjelajahi jalan raya yang mulai padat karena pasti para pekerja kantoran sudah dalam perjalanan pulang ke rumahnya masing-masing.

Akhirnya Filzah memilih untuk pulang ke rumah kontrakannya meskipun ia belum mengantongi kabar bahagia untuk putrinya yang pasti sudah menunggunya. Menunggu kabar bahagia darinya tentang pekerjaan yang sedang ia cari.

"Assalaamu 'alaikum."

Filzah masuk ke dalam rumahnya sembari mengucap salam. Namun di ruang tamu ia tidak mendapati putrinya di sana. Padahal tadi pagi saat ia akan pergi mencari pekerjaan putrinya sedang belajar membaca.

"Zaura..."

"Zaura kamu di mana Sayang."

Filzah menuju kamarnya namun putrinya juga tidak ada di sana. Rasa cemas langsung menyergapnya.

"Zaura kamu di mana Sayang."

Tidak berhenti di situ, Filzah langsung mencari Zaura di ruangan lain. Dan sesampainya di dapur ia melihat gadis kecil sedang menyiapkan makan malam di meja makan.

"Zaura."

Zaura yang mendengar namanya dipanggil lantas menoleh. Ia langsung tersenyum sumringah melihat Bundanya sudah pulang ke rumah.

"Bunda." Zaura langsung menghampiri Filzah. Tidak lupa ia mencium tangan Bundanya dengan hormat.

"Bunda sudah pulang?"

Filzah mengangguk pelan. "Iya Sayang alhamdulillah Bunda sudah pulang."

Seketika pandangan Filzah beralih ke arah meja makan yang sudah tersedia nasi dan lauk pauknya.

"Zaura yang menyediakan makanan itu semua?" Tanya Filzah dengan rasa ketidakpercayaan.

Zaura ikut beralih menatap meja makan. Lalu menatap Bundanya lagi. "Iya Bunda, Bunda pasti belum makan siang kan?, ini sudah mau malam lho Bunda, ya sudah ayo sekarang kita makan Bunda."

Tanpa banyak bicara lagi Zaura langsung menggandeng tangan Bundanya. Membawanya menuju tempat makan. Bahkan Zaura juga menyediakan kursi untuk Bundanya.

"Maa syaa Allah, jazakillah khoiron Sayang."

"Wa jazakillah khoiron Bunda."

Meskipun lauknya hanya telur ceplok dan kecap manis tetapi Filzah tidak menyangka putri kecilnya bisa melakukan itu semua. Ia menjadi penasaran kira-kira putrinya ini belajar dari mana cara memasak telur ceplok. Seingatnya ia belum pernah mengajari Zaura tentang masak memasak.

"Oh iya sebelum makan Bunda mau tanya dulu sama Zaura."

Zaura mengangkat sebelah alisnya. Mengespresikan rasa penasarannya.

"Bunda mau tanya apa?"

"Kalau boleh Bunda tahu, Zaura tahu menggoreng telur dari siapa Sayang?, bukannya Bunda belum pernah ya mengajari Zaura memasak?"

Zaura terkekeh karena Bundanya menanyakannya tentang dirinya yang sudah bisa menggoreng telur. Padahal Bundanya belum mengajarinya.

"Zaura pernah lihat Bunda sama Nenek menggoreng telur makanya Zaura bisa Bunda."

"Maa syaa Allah, pintar sekali sih anaknya Bunda ini, tapi Zaura bisa menggoreng telur karena siapa Sayang?"

Zaura terdiam sejenak. Mencerna pertanyaan Filzah diakhir kalimatnya.

"Karena Zaura kan Bunda?"

Filzah menggeleng pelan. Zaura kembali berpikir. Mencari jawaban yang tepat dari pertanyaan sang Bunda.

"Karena Bunda sama Nenek, Zaura kan sering melihat Bunda sama Nenek menggoreng telur."

Filzah menggeleng untuk yang kedua kalinya. "Bukan Sayang."

"Terus karena siapa Bunda?" Zaura sudah menyerah dengan pertanyaan sang Bunda. Jawabannya sejak tadi tidak ada yang benar.

Filzah tersenyum. "Zaura bisa menggoreng telur karena Allah Sayang. Allah yang sudah membuat Zaura bisa menggoreng telur. Jadi Zaura jangan lupa untuk selalu bersyukur kepada Allah, sekecil apapun itu Zaura harus selalu bersyukur ya Sayang."

Zaura mengangguk patuh. Akhirnya ia mendapatkan jawaban dari pertanyaan Bundanya dan Bundanya sendiri yang menjawabnya.

"Iya Bunda, Zaura akan selalu bersyukur sama Allah."

"Kalau Zaura bersyukur jangan lupa ucapkan..." Filzah sengaja menghentikan ucapannya. Ia memancing putrinya agar menuruskan ucapannya yang sengaja dijeda.

Zaura sempat terdiam. Namun pada detik berikutnya ia sepertinya mengetahui lanjutan ucapan sang Bunda.

"Alhamdulillah." Ucapnya bersemangat.

"Maa syaa Allah putri Bunda sholihah sekali sih." Filzah kembali memuji Zaura sekali berharap ucapannya adalah doa untuk putri tersayangnya.

"Oh iya Bunda, artinya alhamdulillah itu apa Bunda?"

"Artinya itu segala puji bagi Allah Sayang."

"Oh." Zaura ber-o ria. Rasa penasaraanya sudah terpecahkan.

"Bunda sudah dapat pekerjaan kan?"

Seketika Filzah terdiam. Ia hanya dapat tersenyum, sedikit. Ia bingung untuk menjawab pertanyaan putrinya dengan jujur karena jujur saja Filzah tidak tega jika sang putri mengetahui bahwa saat ini dirinya belum mendapatkan pekerjaan.

Zaura yang memperhatikan Bundanya terdiam menjadi kebingungan.

"Bunda kenapa?"

Filzah mulai tersadar. Ia kembali mengulas senyumannya. Senyuman bercampur kesedihan.

"Zaura, maafkan Bunda ya Sayang, Bunda belum mendapatkan pekerjaan."

Zaura sempat terdiam. Ia ikut sedih melihat raut wajah sang Bunda berubah menjadi sedih. Namun Zaura tidak diam saja melainkan ia langsung menghampiri Filzah serta mengelus lembut pundaknya.

"Bunda nggak usah sedih ya, besok Bunda bisa mencari pekerjaan lagi, semangat ya Bunda."

Seketika hati Filzah meleleh. Melihat sang putri yang memberikan semangat kepadanya bukan hatinya saja yang meleleh namun air matanya juga langsung meleleh. Filzah tidak kuasa lagi menahan rasa harunya dan langsung memeluk putrinya.

"Maa syaa Allah Zaura, anak Bunda, anak kesayangan Bunda." Berkali-kali Filzah mencium puncak kepala Zaura dengan rasa sayang yang tiada terhingga.

"Bunda yang semangat ya cari kerjanya." Zaura kembali menyemangati Bundanya agar tetap semangat meskipun belum mendapatkan pekerjaan.

"Iya Sayang, Bunda akan semangat mencari kerja, untuk masa depan Zaura, untuk biaya pengobatan Kakek dan untuk kebutuhan kita sehari-hari."

Zaura tersenyum bahagia melihat Bundanya kembali bersemangat untuk mencari pekerjaan.

"Zaura, kamu adalah penyemangat Bunda, Bunda bersyukur kepada Allah karena sudah menghadirkan kamu dalam hidup Bunda, Bunda menyayangimu Sayang." Filzah mengeratkan pelukannya. Mengekspresikan rasa cinta dan sayangnya kepada putri sematawayangnya yang selama ini menjadi penyemangat dalam hidupnya.

🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

Assalaamu 'alaikumu Warohmatullahi Wabarokaatuh

Alhamdulillah part ketiga sudah hadir untuk menyapa kalian semua

🤗🤗🤗

Bagaimana nih testimoninya dengan cerita Cinta Istiqomah?

Mau dilanjut nggak???

Komen di sini yak

🗣🗣🗣

Sampai bersapa ria di part selanjutnya Readers

😎😎😎

Wassalaamu 'alaikum Warohmatullahi Wabarokaatuh

Terpopuler

Comments

Raudatul zahra

Raudatul zahra

aku terharu 😢😢
sholihah banget Zaura...
memang gitu siih yaa.. bapak sam ibuk nya sholih sholihah, anaknya juga sholihah.. maasya Allaah.. PR banget buat kita sbg orang tua..

2023-09-12

0

Erna Binardy

Erna Binardy

bawang y pedih banget😭😭😭

2021-07-22

0

dian arum sari

dian arum sari

siapa yg naro bawang😢😢😢

2020-10-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!