5 -

Tanpa terasa hari ini adalah tepat satu bulan aku hidup di pesantren.

Tak begitu buruk hanya saja sesekali aku merasa rindu pada orang tuaku.

Mereka belom bisa menjengukku, karena memang belum ada empat puluh hari.

Peraturan untuk santri baru, yakni bisa Di jenguk jika sudah melewati hari yang ditentukan.

Dulu waktu aku bertanya, alasannya agar para santri baru lebih fokus membiasakan diri dan tidak terbayang suasana rumah, entahlah aku juga tidak terlalu faham.

Hari ini seperti biasa aku bangun lebih pagi dari mbak mbak lain.

Pukul 3.25 aku selalu terbangun di jam yang sama, karena waktu di rumah ayahku selalu membiasakan bangun jam segitu untuk sekedar melakukan sholat tahajud.

Tanpa berlama lama aku bergegas ke kamar mandi untuk mandi dan mengambil air wudhu.

Aku melakukan sholat tersebut didepan kamar karena tak mau mengganggu mereka.

Sangat tenang, suasana pesantren di kala menjelang subuh memang sangat menenangkan,udara malam yang dingin tapi sejuk, ditambah suasana hening yang membuatku semakin terhanyut dalam ketenangan.

Hingga membuatku tak menyadari bahwa beberapa dari santri sudah bangun untuk bersiap mandi dan sholat subuh berjamaah.

" Nes, pagi sekali bangunmu " ucap Widi yang sudah menggelarkan sajadah nya.

" Hehe udah terbiasa bangun jam segini "

" oh pantes, kemarin aku denger bisik bisik mbak yang kamarnya depan kamar mandi, katanya kamu sebelum subuh sudah mandi"

saut Hera.

" Hehe aku mau bangunin kalian, tapi kan kamarnya dikunci dalam, ga berani buat ketok ketok pintu"

" Iyah gapapa, eh nanti malam tidur depan kamar yuk biar bisa ikut sholat tahajud" seru hera.

" Wah boleh itu, aku malah seneng ada temennya,kalian harus ngerasain tau segarnya mandi di jam itu, suasananya loh, tenang banget,hening gitu" ucap ku berceloteh.

" Hihi ya sudah mulai nanti malam kita temani terus yaa" saut widi.

" Waaaah makasih, kalian yang terbaik"

" Ssssttttt diam,ayo rapatkan saf nya" tegur ustadzah yang berada di sampingku.

Kamipun melakukan sholat subuh dengan khusyuk.

_______/////_____/

Pagi ini santri kembali heboh karena antrian mandi,padahal masih ada satu jam lagi sebelum keluar pondok.

Ini juga peraturan pondok, dimana jam 06.40 semua santri yang sekolah pagi sudah harus keluar dari pondok, jika tidak maka tercatat telat,yang pastinya terkena denda.

Sebenarnya bukan masalah dendanya, kami para santri sedang diajarkan tepat waktu saja hihi.

Untungnya aku belom pernah telat, Hera pernah dua kali,kalo Widi mah jangan ditanya 5 kali mungkin pernah hihi.

" Her, tolong bawain bukuku, aku masih nyari kerudung ini belom ketemu" seru Widi.

" Hera belom selesai Wid,sini bukunya biar aku aja yang bawa" saut ku.

" Ahhhh ok ok makasih bayiku sayang"

Tanpa membalas aku berlalu ke depan sekarang sudah pukul 06,30, berarti 10 menit lagi kalo mereka ga keluar bakal didenda.

Aku masih menanti mereka di depan pintu. takut takut kalo ada yang butuh bantuan.

Aku tak peduli,jika anak putra sedang memandangi ku di samping sana,

" Aneeeess bantuin ini toloooong,astagfirullah" teriak Hera yang kesusahan membawa buku dan memegang kerudungnya yang belum di peniti.

Aku meletakkan buku yang ku pegang di meja tak jauh dari pintu.

"Mana mana"

" Ayo cepat tiga menit lagiiii" teriak mbak keamanan yang memang dari tadi berjaga di pintu.

" Aaaaaaaa,bentar ustadzah" teriak Widi yang kini sudah keluar dari pintu bersamaan dengan beberapa santri lain.

Tanpa sadar aku terkekeh melihat kelakuan aneh kedua temanku itu.

Setelah dirasa sudah siap, kami bergegas pergi ke sekolah tanpa menunggu yang lain.

" Heh Nes, udah kerjain tugas bahasa indo belum" tegur widi. yang terang saja membuat hera menoleh padaku.

" Hah emang ada ya" jawabku.

" Ih ada loooh, yang bikin puisi itu" sahut hera

" Oh itu, udah ku kerjakan dulu waktu setelah gurunya kasih tugas"

" Oke kalo gitu, aku laper banget,ga sempet sarapan tadi,beli gorengan yuk" ucap Widi. yang tentu saja diiyakan oleh hera.

" Tapi aku lagi puasa, aku temenin aja ya, ga ikut jajan akunya"

" Lah puasa ko ga bilang? " protes Hera

" Lah kan sekarang hari kamis"

" Eh iyah juga ya hihi, ya udah kamu nunggu di kelas aja, ga enak lah masa kami makan didepan orang puasa, dosa lah"

" Padahal mah aku gapapa, tapi ya udah deh aku dikelas aja"

Akhirnya kami berpisah ditengah lapangan, mereka melenggang ke arah kantin sedangkan aku ke kelas, tentu saja buku mereka aku bawa kekelas.

Mereka teledor, suka sekali ninggalin barang kalau sudah ketemu makanan.

Sesampainya dikelas aku berjalan ke kursiku, namun karena buku yang kubawa terlalu banyak, aku tak bisa leluasa melihat jalan.

Akhirnya tanpa sengaja aku menabrak seseorang yang tentu saja membuat semua buku ku berhamburan.

" Ahh maaf maaf anes ga liat, aduh maaf" ucapku tanpa melihat siapa yang ku tabrak.

" Iyah gapapa, aku yang salah, bukannya hati hati malah lari" aku terkejut karena yang ku tabrak seorang pria. Reflek aku berdiri dan mundur.

Terlihat dia juga terkejut dengan responku.

Setelah semua buku tertumpuk rapi dia menyerahkan padaku,tapi aku memintanya untuk meletakkan saja dimeja tak jauh dariku.

" Terimakasih, tolong letakkan saja di sana" ucapku lirih,jujur saja kini badanku sudah bergetar hanya saja aku menahannya agar tak terlalu terlihat.

Lalu aku mengambil buku itu dan berjalan cepat ke bangku ku, meletakkannya di bagian milikku,Hera dan Widi.

Kami duduk berdempetan dimana aku dan Hera semeja,sedangkan Widi di belakangku.

Aku duduk disamping jendela atas perintah hera, katanya agar aku tak diganggu anak anak kampung yang juga sekolah di madrasah milik pesantren.

Sesampainya di meja aku hanya diam,dan mulai mengatur nafasku, getaran di tubuhku masih terasa, aku tak tau apa penyebabnya, hanya saja setiap kali aku mendengar suara pria dengan jarak yang dekat sekali aku seperti ketakutan hingga tubuhku bergetar.

Kecuali keluargaku tentunya, bahkan dengan kakak iparku pun aku enggan bersentuhan.

Tak lama terlihat dua temanku itu masuk ke kelas, jangan tanya kan keadaanku, mata dan hidungku sudah memerah karena menangis.

Sangat lemah bukan, yaa benar, aku saja sangat membenci diriku sendiri saat menghadapi situasi seperti ini.

" Hei,kau kenapa nes" ucap Hera yang merasa khawatir. Widi yang melihatku dalam keadaan begini langsung berteriak.

" Yaaa kalian apakan bayiku, kenapa dia menangis"

" Astaga widi ih, udah aku gapapa "

" Itu tadi dia ditabrak sama gus abi itu,terus bukunya jatuh, tapi udah di tolongin kok,ga tau apa yang buat si anes nangis, bahkan gus abi juga udah minta maaf tadi" adu salah satu temanku.

Jujur saja aku sangat bersyukur semua teman perempuan dikelas sangat baik padaku.

" Maaf wid, tadi aku buru buru ga sengaja nabrak dia " ucap gus abi,

" Walah iyah gus"

" Kan udah kubilang aku gapapa" protes ku.

" Gapapa gimana, ini matanya merah banget mana hidung sama pipi ikutan merah" sahut Widi

" Hihi kaya kepiting rebus merah semua hahaha" gelak Hera.

" Ih ketawanya ga boleh gitu loh"

" Hihi iyah maaf"

Aku menoleh kearah pria yang dipanggil gus Abi tadi,dan kebetulan nya dia juga memandangku.

Dia tersenyum tapi aku langsung melengos.

Dalam benakku aku berkata.

"MENYERAMKAN"

Tak lama guru pelajaran pertama datang, dan kami mulai belajar untuk hari itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!