"Hari ini bibi sedang pulang kampung, aku memintamu untuk membuat makan siang. Tidak ada alasan, seorang istri harus bisa melayani suaminya dengan baik."
Rivaldo ingin tahu, sejauh mana Alya bisa melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk dirinya sendiri, termasuk dalam hal masak memasak.
"Tapi Om, aku nggak bisa masak. Bagaimana aku bisa membuat sesuatu yang belum pernah aku buat sebelumnya. Di rumahku aku tidak pernah mengerjakan pekerjaan dapur," bantah Alya.
"Aku tidak mau tahu, kau memasak dengan cara apa. Yang terpenting saat aku pulang kerja, kau sudah menyelesaikan masakanmu. Entah kau belajar lewat apa, yang penting jangan buat kekacauan atau berniat untuk meracuniku! Jika itu terjadi, akibatnya akan sangat fatal. Sekarang aku mau berangkat kerja dulu, jangan bermalas-malasan di rumah, kerjakan semua pekerjaan rumah."
Pria itu langsung melanggar pergi meninggalkan Alya di kamarnya. Sungguh menyebalkan bagi Alya karena sebelumnya ia tidak pernah mengetahui tata cara memasak di dapur.
"Ya Tuhan, menyebalkan sekali pria itu! Lama-lama Aku bisa gila di sini. Aku bahkan belum tahu bagaimana caranya memasak. Aku harus minta diajari oleh siapa? Masa iya semua pembantu di sini pada pulang kampung? Bukannya di rumah ini banyak pembantu, kalaupun ada yang pulang kampung tidak semuanya, kan?"
Sebenarnya pembantu di rumah itu tidak semuanya pulang kampung, tapi Rivaldo menyarankan pada mereka untuk diam dan mengerjakan pekerjaan lain. Mereka dilarang membantu Alya dengan tujuan agar Alya bisa berpikir mandiri.
Dengan helaan nafas berat, Alya pun memutuskan untuk pergi ke dapur, tapi sebelumnya dia berniat untuk mencari bantuan melewati mbah Google.
"Baiklah, aku rasa melalui Google ataupun YouTube, Aku tidak akan mengalami kesulitan. Tidak apa-apa dia mengerjaiku, akan kutunjukkan kemampuanku padanya."
Setelah meyakini dirinya bisa membuat makanan yang diinginkan oleh Rivaldo ia pun langsung bergegas menuju dapur. Di dapur dia celingak-celinguk, memikirkan hal apa yang pertama akan dilakukannya.
"Pertama-tama aku harus nyiapin apanya dulu ya? Bahannya dulu atau wadahnya dulu?"
Entah bodoh entah polos gadis itu, tapi yang jelas dia nampak kebingungan.
Dia langsung menyiapkan wadah, dan mengambil bahan makanan yang ada di dalam kulkas.
"Huft ... Ini pertarungan pertamaku memegang pisau. Seumur hidupku aku tidak pernah memegang pisau dapur," serunya menggerutu.
Di rumahnya, ia tidak pernah diminta untuk belajar memasak. Semua keperluannya sudah disiapkan oleh orang tua dan juga asisten rumah tangganya, dan kini ia benar-benar diajarkan untuk mandiri bisa menyelesaikan semua pekerjaan tanpa bergantung pada orang lain.
Alya tenanglah, jangan panik! Kau harus bisa menunjukkan kalau kau bisa melakukan apapun. Apa gunanya kau memiliki ponsel Android, kalau kau tidak bisa menggunakannya dengan baik. Melalui YouTube ataupun Google, kau bisa melihat tutorial membuat makanan."
Alya menyemangati dirinya sendiri agar tidak takut menghadapi kenyataan. Ia sadar, siapapun yang sudah berumah tangga, pasti dianjurkan untuk bisa memasak. Walaupun pernikahannya tidak pernah diinginkan, tapi ia tidak ingin menyalahi kodrat wanita yang harus bisa melakukan segalanya.
'Kayaknya aku harus belajar membuat capcay, deh. Sudah lama juga aku tidak pernah makan capcay. Andai saja ada Bibi di sini ... Aku akan memintanya untuk membantuku membuatkan bumbunya. Tapi sayang, di sini tak ada orang yang bisa membantuku. Semua orang menghilang entah pada ke mana. Aku yakin sekali ini ulah Rivaldo yang sengaja ingin mengerjaiku. Tapi tak masalah, akan kubuktikan kalau aku mampu membuat makanan sendiri."
Alya mulai mengupas wortel, kentang, brokoli dan juga bahan makanan yang akan digunakan untuk membuat capcay. Tak lupa dia menyalakan handphonenya untuk melihat tutorial membuat capcay.
Dengan menggerutu, ia tidak menyadari kalau Rivaldo sudah berdiri, bersedekap dada di belakangnya.
Saat ia membalikkan badan hendak mencuci sayuran, refleks ia berjingkat kaget.
"Oh! My God!"
Alya hampir melemparkan sayuran yang dibawanya ke muka Rivaldo. Untung saja dia masih bisa menahan untuk tidak melemparkan sayurannya.
"Kau ...! Bisakah kau tidak mengagetkanku seperti ini! Bukannya tadi kau bilang mau berangkat kerja, kenapa kau balik lagi?"
Rivaldo menanggapinya dengan santai. "Aku bekerja tidak harus pergi ke kantor. Aku memiliki banyak karyawan yang bisa aku andalkan. Di dapur pun aku juga bisa bekerja."
Bisa dimaklumi, suaminya adalah seorang milyarder. Perusahaannya ada di mana-mana dan uangnya juga sangat banyak. Bahkan rumah yang ditempatinya saja sudah seluas lapangan sepak bola. Tidak masalah baginya walaupun bekerja tidak langsung pergi ke kantor, karena karyawannya saja sudah bisa dipercaya untuk menghandle pekerjaannya.
"Apakah pekerjaan sudah selesai?" Pria dingin itu melihat dapurnya sangatlah berantakan. Tapi dia tidak marah, dia cukup bangga dengan Alya yang mau belajar mandiri untuk memasak.
"Apa kau tidak lihat? Ini sayurnya baru dipotong dan mau aku cuci. Kalau kau menginginkan untuk dimakan sekarang? Ya sudah dimakan mentah saja."
"Apa kau pikir aku ini kambing? Sembarangan aja orang disuruh makan sayuran mentah. Kalau kau mau, makan saja sendiri," balas Rivaldo.
Alya mendorong Rivaldo hingga membuatnya terhuyung. Dia menekuk muka dengan mencuci sayuran.
"Aku tuh heran aja. Di mana-mana aku berada, selalu ada kau. Bahkan aku tidak bisa sedetikpun terlepas dari pantauanmu. Di sini aku akan belajar memasak, tapi kau masih juga mencurigaiku." Dengan mencuci sayurannya gadis itu menggerutu.
"Nggak usah ke gr-an. Siapa juga yang sudah memantaumu. Aku datang ke sini untuk mengambil air minum, bukan untuk memantaumu, apalagi untuk mencurigaimu. Kecuali kalau kau berani mengambil barang-barang berharga di sini, aku layak untuk mencurigaimu," jawabnya terkesan dingin dengan berjalan ke arah kulkas untuk mengambil sebotol minuman bersoda.
Dengan menenggak minuman dingin tatapan Rivaldo selalu tertuju pada Alya yang tengah menyalakan kompor untuk memulai memasak.
"Tapi nggak ada salahnya juga kalau aku memantaumu. Bisa saja, kan? Kau menaruh racun di dalam makananku."
Alya membalikan badannya hingga membuatnya bertatapan dengan mengarahkan spatula ke muka Rivaldo.
"Jangan sembarangan kalau ngomong! Apa aku sudah gila mencoba untuk meracuni orang sepertimu. Aku tidak ingin menyakiti diriku sendiri dan berakhir tinggal di terali besi. Kalaupun kau selalu menuduhku buruk tidak masalah, toh semua dosa-dosamu bakalan terkumpul dan menjadi penyemangatmu saat kau sudah koit nanti. Nanti kau kalau sudah mati, kau tidak lagi ditemani oleh hartamu yang berlimpah ini, tapi kau akan ditemani oleh dosa-dosamu yang sudah menumpuk."
Karena terlalu geramnya, Alya tega menyumpah serapai suaminya.
"Ngomong apa sih? Nggak jelas banget."
"Aku bicara sesuai dengan fakta. Kau selalu saja merendahkanku dan menjelekkanku. Kau selalu saja melukai perasaanku dengan kata-katamu yang kasar. Dosamu itu sudah sangat menumpuk padaku, belum lagi dosa-dosamu pada orang lain yang pernah kau sakiti hatinya. Sebelum terlambat, lebih baik kau bertobat! Ingat Om, hartamu tidak akan kau bawa mati!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments