Rivaldo melotot. "Apa kau bilang? Aku pura-pura membencimu? Dan aku memang berniat untuk menikahimu? Helo nona! Mimpimu ketinggian. Kalaupun aku ingin menikah, tentunya dengan wanita yang aku cintai, bukan bocah sepertimu!"
Rivaldo harus mempersiapkan diri untuk bisa mengontrol emosinya saat berdebat dengan Alya. Gadis itu sangat keras kepala, jika diladeni yang ada ia akan pusing sendiri.
"Jangan pernah mengajakku bercanda dikala hatiku menolak untuk tidak mau diajak bercanda. Sebelum kemarahanku habis, lebih baik kau segera mandi dan lekaslah berkemas. Ayo cepat! Jangan lelet jadi orang!"
Pria itu cukup keras membentak Alya, bahkan ia tak peduli kalaupun orang tua Alya mendengar suaranya yang lumayan keras menggema di ruangan.
Tak ingin berlama-lama berdebat dengan Rivaldo, akhirnya Alya memutuskan untuk segera pergi ke kamar mandi.
'Ih! Amit-amit. Kok ada ya, orang macam itu. Mimpi apa aku semalam. Hidupku benar-benar berakhir tinggal bersama orang gila seperti itu.'
Alya menggumam menuju kamar mandi. Meninggalkan Rivaldo yang masih berdiri di dalam kamarnya. Berkali-kali dia mengumpat, tak adakah kebebasan untuknya bisa memilih. Sudah dinikahkan dengan aki-aki bawel, entah apa lagi drama yang terjadi di rumah tangganya kelak.
"Aku tunggu lima menit. Tidak kurang dan tidak lebih. Jika kau sampai terlambat keluar, aku akan meninggalkanmu."
Rivaldo langsung ngacir keluar kamar. Entah apa yang ada di benaknya. Tapi yang jelas, kata-katanya sangat menyebalkan.
'Bodoamat! Pergi aja, nggak usah kembali. Aku berharap kau cepat mati! Biar aku bisa bebas cari pengganti.'
Dalam hati dia menggerutu. Ia berpikir, entah sampai kapan pernikahannya bisa berlanjut. Harapannya Rivaldo lekas koid biar dia bisa kembali bebas tanpa memiliki beban.
"Aldo! Di mana Alya? Apa dia sudah berkemas?" tanya Ahmadi, selaku mertuanya.
"Dia masih mandi Pa, dari tadi sudah kuperingati buat berkemas, tapi dia malah mengajakku berantem."
Ahmadi sendiri suka dibuat jengkel oleh ulah Alya, tak salah jika Rivaldo juga mengeluh.
"Ya, begitulah sikap Alya, selalu ngeyel. Kamu yang sabar ya Al, Papa sudah percaya padamu sepenuhnya untuk menjaga Alya, jangan buat kami kecewa."
Dengan cepat Rivaldo mengangguk. Walaupun dalam hati menolak, tapi tak mungkin ia sanggup menolak keinginan orang tua, setidaknya ia harus bisa menghargai orang yang lebih tua darinya.
"Iya, insyaallah aku bakalan jagain Alya Pa. Aku minta doa restunya, agar hubungan kami dipermudah."
***
Tepat pukul 14.26 wib, Alya keluar dari dalam kamarnya. Ia menepati janjinya, mengemasi barang-barangnya dalam jangka waktu yang hanya lima menit saja.
"Telat, satu menit." Rivaldo menatap jam tangannya tanpa menoleh pada Alya.
"Ck! Cuma semenit doang!" Alya menjinjing kopernya keluar rumah, dibantu oleh Ayahnya.
Masih banyak pertanyaan yang belum sempat ditanyakan pada orang tuanya, tapi dia sudah keburu diajak pulang. Padahal ia masih ingin tinggal di kamarnya.
"Kalau sudah nggak ada yang ketinggalan, mendingan cepat masuk. Jangan lelet jadi orang," Rivaldo menggerutu dengan memasuki mobilnya.
"Tak ada lagi yang ketinggalan? Aku tidak mau balik lagi hanya untuk hal yang tidak penting," tegasnya.
Alya berfikir sejenak, mengingat apa yang belum ia kemas. Sebenarnya dia masih malas untuk ikut bersama sang suami, tapi tak ingin diomeli orang tuanya, dengan terpaksa ia ikut pulang bersama suaminya.
'Aku berasa banget tak diinginkan oleh keluargaku sendiri. Kak Vita saja tidak diminta buat menikah, tapi aku, yang masih belum lulus sekolah sudah didesak buat nikah. Apa sih perbedaan aku dengan Kak Vita? Menyebalkan!'
Jika saja ada pilihan, ia akan memilih untuk pergi meninggalkan keluarganya. Ia berfikir, kalau saja Rivaldo, mengusir atau menceraikannya, ia juga tidak mau kembali ke rumah orang tuanya.
"Al! Apa kau mendengarkanku?"
Ucapannya tak didengar oleh Alya, membuat pria itu kesal.
"Al! Bisakah kau tidak mengabaikanku?"
"Hm ..., apa, iya?! Alya gugup menjawabnya.
Tak ingin berlama-lama yang akan banyak menyita waktu, akhirnya diputuskan untuk segera berangkat.
"Ya sudah. Ayo masuk! Nanti keburu malem. Aku masih ada acara di luar."
Kedua pasangan itu langsung berpamitan pada orang tuanya. Rivaldo mengklaksonkan mobilnya dan langsung keluar dari halaman rumah mertuanya.
***
Pernikahan mendadak itu begitu mencengangkan. Beberapa hari sebelum pernikahan itu diselenggarakan, orang tuanya menjelaskan tentang perjodohan itu.
Alya sempat menolaknya, namun orang tuanya tetap keukeh memintanya untuk mau menurut. Dalam sekejap saja, ia sudah menjadi nyonya Rivaldo. Padahal, ia masih harus menyelesaikan sekolahnya.
'Enak kak Vita, bisa bebas cari pasangan. Dia bahkan bisa menggapai cita-citanya. Kalau aku? Mana bisa aku menggapai cita-citaku sebagai pramugari. Ingin memiliki suami berprofesi sebagai pilot, gagal deh." Alya mengusap wajahnya kasar.
Diam-diam gadis itu melirik ke arah pria yang fokus menyetir mobil.
'Ih! Serem juga berduaan di dalam mobil. Dia juga nampak seperti kulkas. Sama sekali tidak menyenangkan.'
Cukup lama diam, membuat Alya garing. Ia pun terpaksa mulai buka suara, walaupun diabaikan oleh Rivaldo.
"Em ... Om! Apakah aku masih bisa melanjutkan sekolahku?" tanya Alya menoleh sekilas pada suaminya.
"Akan kupikirkan," jawab Rivaldo singkat.
"Tapi Om! Aku ingin melanjutkan sekolahku agar aku mendapatkan ijasah. Masa iya, SMA aja nggak lulus. Dikiranya aku ini udah tekdung, atau orang tuaku tak sanggup membiayaiku sekolah. Kalau nggak dilanjutin sayang dong, udah hampir tiga tahun, aku menunggu ijasahku keluar. Tapi ujung-ujungnya malah dinikahkan. Ini namanya tidak adil."
Alya mengomel dengan mengerucutkan bibirnya. Cukup menyebalkan orang tuanya. Dia tak yakin Rivaldo menyekolahkannya kembali, atau bisa jadi pria itu malah mengabaikannya.
"Kurasa ... Jalur daring cocok untukmu," ucap Rivaldo tegas.
"Hah! Daring! Maksudnya belajar di rumah?"
Alya tercengang. Bisa-bisanya Rivaldo memiliki pikiran buat memutuskannya untuk sekolah daring. Bahkan masa korona sudah terlewat, dan ia masih diminta untuk ikut sekolah daring.
"Iya. Kau kuijinkan untuk belajar di rumah. Itupun kalau kau mau. Kalau tidak! Aku juga tidak mempermasalahkannya," jawab Rivaldo.
Tak ingin Alya keluar masuk rumah sesuka hati dengan alasan belajar, ia pun berinisiatif untuk sedikit memberikan ketegasan, sekolah dengan cara daring.
"Tugas perempuan setelah menikah hanya untuk mengabdi pada suaminya. Harus bisa menghandle pekerjaan rumah."
"Hah! Apa kau menikahiku untuk kau jadikan babumu?"
"Terserah!"
Pria itu menanggapinya santai. Dengan cara ini, mungkin ia akan berhasil merubah sikap Alya yang kekanakan, dan mengajarinya untuk bersikap lebih dewasa.
"Pilihanmu hanya ada dua. Kau mau meneruskan sekolah dengan cara daring! Atau kau putuskan untuk mengabdi padaku, dan melayaniku, di saat aku butuhkan."
"Hah!" Alya hanya bisa bengong mendengar setiap kata yang keluar dari mulut suaminya.
Dua pilihan yang tidak membuatnya nyaman. Rivaldo menoleh sekilas. Melihat tatapan Alya yang tercengang akan ucapannya.
"Kenapa? Kau tak suka dengan caraku ini? Sekarang terserah kamu. Mau melanjutkan sekolah dengan caraku, atau tidak usah sekolah sekalian. Pilihan ada di tanganmu, tentukan sekarang!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Stefhany Anhai Rivera Maco
Karakter keren! 😍
2024-03-07
1