Wanita bagaikan kapas putih, suci, bersih!Jika sekali saja ternoda, maka warnanya tak akan indah lagi dipandang mata. Mereka bukan tinggal di luar negeri yang norma agama harus diabaikan.
Rania hanya meminta Bara untuk menunggu hingga dia lulus kuliah saja dan waktu itu pun tidak akan lama lagi. Paling lama sekitar satu tahun lagi karena sekarang dia sudah berada di semester akhir.
Tak bisakah pria itu berkorban sedikit saja untuknya? Seperti dia yang rela mengorbankan segalanya untuk kebahagiaan lelaki itu kecuali dengan kehormatannya.
Selama ini Rania selalu menuruti keinginan Bara, bahkan Rania rela membagi waktu istirahatnya yang beharga hanya untuk menemani Bara datang ke acara-acara penting.
Banyak lelaki yang datang menyatakan cinta pada Rania, jumlahnya saja sudah tak terbilang berapanya. Namun wanita itu masih tetap setia dengan harapan Bara tetap mencintainya dan tidak menggantikan dirinya dengan wanita lain.
Ternyata harapan hanyalah kenangan, nafsu yang menguasai diri pria itu justru lebih kuat dari yang Rania kira.
Bara yang tak tega melihat Rania menangis perlahan mengangkat tangannya untuk menghapus air mata yang membasahi pipi ranum itu. Rania yang mulai jijik dengan bayangan kekasihnya dengan wanita lain mendorong gadis itu bersikap kasar. Rania langsung menepis kasar tangan Bara hingga menyisakan warna merah di kulit.
Bara tersentak kaget dan tertegun mendapati perlakuan kasar Rania yang selama ini tak pernah di tunjukkan di hadapannya.
Bara kesal terapi sedetik kemudian Bara sadar. Apa yang dilakukan Rania adalah reaksi yang wajar. Tak ada seorang wanita pun yang akan bersikap manis setelah mengetahui perselingkuhan kekasihnya itu.
"Maafkan aku Rania. Sebenarnya aku tak ingin menikahinya. Aku mencintaimu, tapi bayi itu ... aku tak mungkin mengabaikan anakku sendiri," tutur Bara menjelaskan masih dengan nada lirih.
Pria itu dilema. Rania semakin nanar menatapnya. Bodohnya Rania, saat seperti ini pun wanita itu masih saja tak bisa menghapus rada cintanya terhadap Bara.
Rania mendengkus sinis. "Tidak cinta ... tapi bisa jadi anak. Kamu pikir aku bodoh, Mas?"
"Tidak! Bukan begitu Rania. Semua tidak seperti yang kamu pikirkan!" balas Bara cepat. Dalam hati dia masih berharap wanitanya memaafkannya.
"Terus seperti apa? Apa kamu pikir aku bisa kamu bodoh-bodohi, Mas!" tandasnya.
"Itu murni hanya pelampiasan hasrat semata, Sayang. Aku lelaki normal, aku butuh tempat untuk aku melepaskan stres dan penat. Aku juga tak berharap anak itu hadir. Aku juga bingung Rania. Aku ... arrkkk!" teriak Bara tercekat.
Dia mengusap wajahnya frustasi, bingung bagaimana menjelaskan situasi ini agar Rania mengerti.
Bara bagai makan buah simalakama. Kenikmatan sesaat yang dia rasakan membawa dirinya berada ujung jurang. Tak tahu harus maju atau mundur atau mungkin hanya berdiri di tempat.
Menikah dengan Nabila membuat Bara harus kehilangan gadis yang dia cintai. Tetapi memilih Rania yang merupakan gadis yang dia cinta membuatnya terancam kehilangan karier dan reputasi yang selama ini dia bangun mati-matian. Dua pilihan itu membuat dirinya kalut.
Nabila adalah wanita terlicik dan ternekat yang pernah Bara temui. Dalam hati Bara sangat menyesal pernah kenal dengan wanita seperti itu.
Pesona wajah cantik dan tubuh yang begitu berbentuk yang Nabila miliki membuat Bara waktu itu tergoda untuk mencicipi sari bunga yang Nabila tawarkan.
"Lalu ... kamu mau aku bagaimana? Apa yang harus aku lakukan sekarang? Kamu membuatku dalam posisi yang sulit. Kamu tega sama aku, Mas! Kamu jahat!" raung Rania putus asa.
Rania menangis, dia menutup wajah dengan kedua tangannya. Rintihan menyayat hati mulai terdengar dari bibir merahnya.
Dia ingin menunjukkan sisi angkuhnya saat ini. Tak ingin mengeluarkan air mata sedikit pun. Tapi dia tak sekuat itu. Air mata itu terus mengalir. Rania terisak meluapkan kepedihan yang dia rasakan.
Taman yang cukup luas dan posisi mereka yang sedikit terpojok tak membuat mereka menjadi tontonan para pasangan yang sedang menikmati keindahan taman.
"Maafkan aku sayang, aku khilaf! Tunggu sampai anak itu lahir, setelah itu aku akan menceraikannya. Membawa anak itu dan menikah denganku. Kita besarkan anak itu bersama-sama. Kamu mau, kan, sayang?" Bara menggenggam tangan Rania penuh harap. Dia juga terluka dengan apa yang tengah terjadi.
Bara mencintai Rania, namun cintanya yang tak murni membuat dirinya terjebak dalam hubungan yang rumit. Apalagi wanita yang dia hamili mengancam akan membawa kasus ini ke pengadilan jika dirinya tak segera bertanggung jawab dan menikahinya.
"Mas mencintai kamu, Rania. Aku hanya sedang khilaf, maafkan Aku, sayang!" ujar Bara kembali membela diri. Kata 'khilaf' menjadi senjata ampuh untuk melindungi diri.
Genggaman Bara semakin erat, menyalurkan rasa takut yang dia miliki atas kehilangan wanita yang dia sayang sebentar lagi.
Lagi-lagi Rania menghempaskan tangan Bara, dia tertawa dengan sinis. Lalu menghapus kasar air mata yang mengalir di wajahnya.
Ucapan cinta yang dulu begitu indah di telinganya sekarang justru membuatnya muak. Semua yang Lelaki itu ucapkan palsu. Cintanya, perhatian dan kasih sayangnya semua palsu!
Bibir tebalnya mudah mengatakan cinta tetapi pembuktian dari kata cinta itu sendiri bagai oase di padang gurun.
Di bawah hamparan langit gelap yang bertabur bintang. Gadis itu menatap kecewa lelaki yang telah dia sematkan namanya di setiap doa.
"Apa akalmu sudah hilang? Begitu mudahnya kamu mengatakan hal itu. Meminta diriku menikah padamu setelah kamu mengkhianatiku. Lalu membesarkan anak dari hasil selingkuhanmu bersama?! Jangan mimpi kamu, Mas!” hardik Rania lantang.
Bersentuhan dengan Bara saja kini gadis itu mulai merasa jijik. Apalagi hidup bersama dan membesarkan anak yang bukan darah dagingnya. Itu tak akan pernah Rania lakukan.
“Baik ... kita putus. Semoga kamu bahagia, Mas. Terima kasih! Terima kasih atas luka ini. Aku berharap suatu saat kamu akan menyesal dan mengingat hari ini seumur hidupmu!”
Rania langsung berdiri dari duduknya. Berlalu pergi sambil mengutuk Bara sepanjang jalan di dalam hatinya.
Berjalan begitu cepat hingga sampai dimana mobilnya terparkir.
Lagi-lagi air mata itu mengalir tanpa dapat dia elakkan. Rania menangis, membaringkan kepalanya pada tangan yang terlipat dia atas kemudi. Wanita mana yang tak akan sedih, wanita mana yang tak akan sakit jika berada di posisinya.
Dia tidak kuat, hanya sedang berpura-pura kuat. Rania mencintai Bara setulus hatinya. Mereka berpacaran selama tiga tahun. Selama itu juga Rania menjaga kesuciannya hanya untuk sang kekasih. Sebagai hadiah saat lelaki itu resmi mengumandangkan namanya dengan indah dalam proses ijab kabul. Namun ternyata, keinginan Rania merupakan sesuatu yang naif di mata Bara.
Puas menangis Rania menjalankan mobilnya dengan ugal-ugalan. Jiwa muda penuh tantangan serta amarah yang menumpuk di hati menghilangkan rasa takut yang dia miliki.
Wanita itu seakan sedang meluapkan beban saat mengendarai mobil dengan kecepatan pembalap. Membelah jalanan kota di bawah gelapnya malam. Toh ... jika terjadi sesuatu padanya, tak ada yang dia bebankan. Suami dan anak yang menunggu di rumah, dia tak punya.
Sementara orang tuanya masih ada Thalia–adik yang umurnya lebih muda tiga tahun darinya. Si bungsu kesayangan yang di mata Mamanya selalu menurut kata orang tua.
Langit yang hitam pekat seakan mengerti jika saat ini dirinya sedang berkabung. Berkabung atas matinya hati yang hancur akibat pengkhianatan.
Rania menjerit di dalam mobilnya. Suaranya yang kencang seakan hilang terhempas angin malam yang dingin menusuk tulang.
Hubungan tiga tahun yang dia jaga sepenuh hati laksana mengukir pasir di pinggir pantai. Hilang hanya dengan sekali sapuan ombak yang menerpa.
Cinta yang diberikan Bara padanya seperti warna pelangi yang tidak selalu muncul setelah hujan. Sekejap datang dan sekejap juga menghilang. Hilang terselip di antara awan-awan biru yang menderu-deru. Hanya hati yang merindu yang bisa merasakan kehadirannya. Merasakan alunan melodi asmara yang semu.
Rania menangis, terus menangis mengeringkan air matanya. Berharap rasa sakitnya luruh bersama air mata yang jatuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments