Bab 5

Usai obrolan Zahira dan kedua anak Alisha, Zahira keluar dan menuju ruang kerja Mas Bilal. Saat Zahira masuk, Mas Bilal sedang merapikan tumpukan dokumen lalu memasukkannya ke dalam tas yang biasa dipakai untuk pergi kerja ke luar kota.

"Mas Bilal mau ke luar kota?."

"Iya sayang, besok sore Mas berangkat bareng Jeremy. Di perusahaan nanti ada Mas Agung dan Mas Ganjar."

Zahira mengangguk lalu duduk di sebelah Mas Bilal, mengusap lengan kekar yang selama ini menjadi sandaran kepalanya.

"Luar kota nya kemana? Berapa lama?."

"Ke Lampung sayang, paling kurang dari seminggu. Ada beberapa proyek yang akan dikerjakan di sana. Mas udah beli tiket untuk kita berdua sayang." Mas Bilal melepas hijab Zahira, meletakkannya di atas meja kerja.

"Aku di rumah saja Mas kalau di sana nya lama." Zahira menolak halus karena memiliki tujuan lain.

"Kamu serius sayang?." Tanya Mas Bilal meyakinkan. Biasanya Zahira akan senang ikut bersamanya walau perjalanan pekerjaan.

"Iya Mas, aku serius."

"Ya udah enggak apa-apa."

Zahira tersenyum lebar ketika Mas Bilal melepas ikatan rambutnya, menggerai rambut ikal milik Zahira yang sangat wangi. Hidung Mas Bilal berada tepat dipucuk rambut kepalanya. Menghirup aroma wangi yang dipancarkan oleh shampo yang dipakainya.

"Apa sama mbak Alisha?."

Mas Bilal menatap Zahira intens, "Iya sayang, Alisha satu team dengan Mas dari Jakarta."

Tangan Zahira mengelus wajah Mas Bilal yang dipenuhi bulu-bulu halus, kumis tipis serta janggut tebal yang dirawatnya dengan baik.

"Apa boleh Taufik dan Niken tinggal di sini?." Mas Bilal mengerutkan keningnya, belum mengerti sepenuhnya dengan pertanyaan Zahira.

Apa mungkin Zahira tetap akan melakukan hal yang sama terhadap Taufik dan Niken bila tahu hubungannya dan Alisha di masa lalu?. Apa iya Mas Bilal harus memberitahu Zahira siapa Alisha? Atau tetap membiarkannya karena Zahira adalah segalanya baginya.

Kemudian Zahira menjelaskan panjang lebar pada Mas Bilal dan pria itu terdiam untuk sesaat.

"Apa boleh mereka tinggal di sini selama mbak Alisha di luar kota?." Tanya Zahira lagi.

"Alisha sendiri sudah bilang sama kamu? Atau gimana?." Mas Bilal mengeratkan kedua tangannya. Membelit pinggang ramping sang istri yang tertutup.

Zahira menggeleng lemah, "Belum Mas."

"Nanti kita bicarakan lagi, sekarang kita beribadah dulu" senyum Mas Bilal sembari menurunkan gamis Zahira setelah membuka resletingnya.

.....

Setelah berunding antara Zahira dan Mas Bilal serta kedua orang tua Mas Bilal dan juga Alisha serta kedua anaknya. Keputusannya ialah Taufik dan Niken akan tinggal di rumah Zahira di lantai 3, walau dengan sangat terpaksa Alisha harus menitipkan mereka berdua pada Zahira.

Alisha sangat yakin semua ini tidak akan pernah terjadi kalau Zahira tahu siapa dirinya di masa lalu bersama Mas Bilal nya. Namun ada baiknya juga Zahira tidak tahu hal itu, jadi dirinya bisa dekat Mas Bilal walau sebagai teman yang diketahui Zahira.

Siang itu Alisha dan kedua anaknya sudah berada di rumah Zahira.

"Aku takut Taufik dan Niken merepotkan di sini." Ucap Alisha sungkan pada Zahira dan kedua orang tua Mas Bilal.

Zahira tersenyum sembari menatap binar wajah Taufik dan Niken. "InsyaAllah enggak akan merepotkan. Mereka anak-anak pintar dan baik budi."

"Iya, enggak apa-apa mbak Alisha. Supaya rumah ini rame ada anak-anak. Enggak sepi kaya di kuburan." Sekalinya Mama mertua buka suara sangat ketus menyindir Zahira.

"Iya Bu, maaf sebelum dan sesudahnya." Ucap Alisha merendah. Tatapannya kini mengarah pada Mas Bilal yang baru keluar dari lift. Pria itu semakin tampan dalam balutan pakaian santai.

"Kamu udah mau berangkat?" tanya Papa.

"Belum Pa, masih nunggu Jeremy." Jawab Mas Bilal lalu mengecup pucuk kepala Zahira yang tertutup hijab. Kemudian duduk di samping Zahira sambil membawa tangan Zahira dalam genggamannya.

"Om Bilal nanti sering-sering telepon ya!."

"Ok Taufik."

Tidak terasa waktu sudah menujukkan pukul empat sore. Jeremy sudah bergabung dengan mereka dan mereka sudah siap untuk berangkat ke bandara.

"Mas berangkat sayang."

"Iya Mas hati-hati."

Alisha juga berpamitan pada kedua anaknya, kemudian pada kedua orang tua Mas Bilal terakhir pada Zahira.

Pun dengan Jeremy yang menyalami tangan kedua orang tua Mas Bilal dan Zahira.

Mas Bilal mengecup kening Zahira sangat lama, kemudian pindah pada kedua pipinya beberapa saat sebelum akhirnya Mas Bilal masuk ke dalam mobil yang di kendarai oleh supir kantor.

Mas Bilal melambaikan tangan pada Zahira dan wanita itu pun membalasnya sambil senyum yang mengembang, menghiasi wajah cantiknya.

Zahira dan kedua anak Alisha masuk ke dalam setelah mobil itu tidak terlihat lagi.

"Berarti kalian enggak sekolah ya?." Zahira membawa keduanya ke lantai tiga menggunakan lift.

"Iya, tapi kami akan menerima tugas setiap harinya." Sahut Taufik.

"Oh gitu."

"Iya."

Sedangkan di lantai bawah Mama dan Papa masih betah duduk di ruang depan. Terlihat Mama melamun, menatap buah tangan yang dibawa Alisha sampai matanya tidak berkedip.

"Melamunkan apa, Ma?."

"Teman-teman si Bilal aja yang hidupnya susah punya banyak anak. Masa si Bilal yang hidupnya sangat mapan tidak punya anak."

"Ini ujiannya Bilal dan Zahira, mampu enggak mereka untuk menerima dan bersabar melewati masa-masa sulit mereka."

"Udah aja si Bilal itu nikah lagi tanpa Zahira tahu, kan enggak apa-apa ini laki-laki punya dua istri. Apalagi ini kan Zahira nya mandul."

Papa menarik nafas panjang lalu membuangnya perlahan.

"Zahira itu wanita yang baik, Ma. Bukan hanya pada Bilal saja. Tapi sama keluarga besar kita. Rasanya kurang pantas kalau kita memperlakukan Zahira buruk. Kata Mandul yang Mama sebutkan tadi Gusti Allah yang sudah ngatur. Bukan kemauan Zahira."

"Ah tetap saja, Pa. Mandul mah mandul aja, kasihan anak kita harus dapat istri mandul. Dosa apa si Bilal itu sampai dapat Zahira si mandul?.Padahal perempuan cantik dan baik serta sehat yang antre banyak. Ngapain cantik banyak dipuji orang-orang tapi enggak bisa punya anak. Dasar Zahira mandul!!!."

Dari balik tembok sebelah Zahira mendengar jelas ucapan Mama mertua yang begitu menyakitkan. Kata-kata yang tidak pernah Zahira bayangkan akan keluar dari mulut mertua baiknya selama ini.

Air matanya mengalir deras, dadanya begitu sakit sangat sakit. Hidup Zahira sepertinya akan terus menderita karena yang namanya anak.

Perceraian pernah diminta Zahira baik-baik setelah mempertimbangkan banyak hal, baik dan buruknya juga. Namun tidak kunjung Zahira dapatkan, akhirnya Zahira berikrar untuk tetap mempertahankan rumah tangga bersama Mas Bilal selama Mas Bilal tidak menceraikannya. Masih menginginkan dirinya yang memang mandul.

Sekarang Zahira sudah harus berdampingan hidup dengan yang namanya kemandulan. Supaya hatinya tidak sakit lagi kalau mendengar dirinya dikatai mandul, mandul dan mandul.

Mama, Papa yang sedang asyik berbincang dengan topik berat itu menengok ke arah suara ponsel yang dipegang Zahira.

"Zahira" ucap Mama dan Papa mertua Zahira sangat terkejut.

Terpopuler

Comments

Afternoon Honey

Afternoon Honey

Zahira bodoh, dibohohin Bilal 😤
mau maunya ngasuh anak mantan Bilal...

2024-03-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!