Bab 4

Sore itu Zahira dan Mas Bilal sudah berada di kota Bandung. Setelah obrolan panjang mereka yang sama-sama menguras air mata tempo hari. Keduanya tidak bisa keluar dari situasi itu dan sangat terpaksa harus menghadapinya. Dan karena pekerjaan Mas Bilal yang cukup lama di kota Bandung yang mengharuskan Zahira ikut ke sana.

Cukup terhibur hati Zahira dengan perjalanan bisnis suaminya. Setidaknya Zahira bisa menjernihkan mata dan pikirannya dengan jalan-jalan di kota Bandung yang terkenal dengan aneka jajanannya.

Sekarang saja di tangan Zahira sudah ada banyak makanan yang dibelinya. Niatnya untuk makan di kamar hotel saat ditinggal suaminya.

"Mas harus ketemu klien, kalau kamu bosen bisa jalan-jalan di sekitar sini."

"Iya Mas, Mas kerja aja. Saya akan baik-baik saja."

"Iya sayang, Mas akan cepat pulang."

"Iya Mas."

Mas Bilal mengecup kening Zahira lalu keluar dan menutup pintu kamar hotel rapat.

Zahira mengganti pakaian setelah melaksanakan shalat Isya dan segera menyantap makanan yang dibelinya tadi.

Setelah menghabiskan makanannya tanpa sisa, Zahira berbicara melalui sambungan telepon bersama Ibunda Halimah.

Zahira tidak pernah menceritakan duka rumah tangganya pada sang Ibunda, Zahira selalu memasang wajah tersenyum guna menutupi luka ataupun borok pernikahannya.

Cukup lama mereka berbicara hingga akhirnya sambungan telepon putus setelah Zahira membalas salam dari sang Ibunda tercinta.

Zahira menatap jam yang ada pada layar ponselnya, waktu telah menujukkan pukul 12 malam. Mas Bilal belum pulang juga dan Zahira sendiri belum bisa memejamkan mata.

Wanita cantik itu keluar dari kamar guna mencari angin segar seraya menunggu suami tercinta pulang.

Setibanya di lantai paling bawah, Zahira menuju sebuah kolam renang yang tidak berpenghuni. Zahira menanamkan pendengarannya ketika terdengar keributan dari sana.

"Aku mau main sama Om Bilal, Ma" rengek anak laki-laki sambil memegangi tangan Mas Bilal.

"Aku juga, Ma" sahut si anak perempuan ikut merengek sambil memegangi tangan Mas Bilal satunya lagi.

Alisha dibuat pusing tujuh keliling atas kelakuan kedua anaknya yang ternyata langsung akrab sama Mas Bilal padahal ini hari merupakan pertemuan pertama mereka.

"Tapi ini sudah malam, anak-anak!!!."

"Iya, besok kalian harus sekolah juga bukan?. Setelah pulang sekolah kalian bisa datang kemari lagi. Ok?." Mas Bilal ikut membujuk Niken dan Taufik yang tetap kekeh ingin bersamanya.

"Bagaimana kalau Om Bilal menginap di rumah kita saja, Ma?" Tanya Taufik pada sang Mama yang memasang wajah frustasi.

"Taufik!!!."Alisha sangat geram dengan tingkah Taufik yang tidak mau mendengarkannya.

Perdebatan keempat orang tersebut tidak luput dari pengamatan Zahira. Zahira merasa sangat bersalah pada Mas Bilal karena tidak bisa menghadirkan seorang anak di tengah-tengah mereka.

Ujung hijab Zahira menjadi alat untuk menghapus air matanya mengalir deras. Kehangatan dan kebahagian yang tidak akan pernah bisa Zahira hadirkan dalam rumah tangga mereka. Walau bisa didapatkan dari keponakan-kepokaan yang sesekali datang ke rumah mengunjungi Mama Papa mertua.

Karena air mata yang semakin deras mengalir sampai membuat Zahira kewalahan mengelap air matanya sendiri. Tiba-tiba saja ada uluran tangan yang memberikannya saputangan berwarna putih.

"Mungkin ini bisa menghapus air matamu" ucapnya dengan lembut sambil memperhatikan wajah Zahira yang sedikit menunduk.

Tanpa pikir panjang lagi Zahira menerima saputangan itu dan segara dipakainya.

"Simpan saja saputangan itu, kembalikan saat kita bertemu lagi. Kalau tidak, kamu boleh menyimpan atau membuangnya jika sudah tidak digunakan. " Ucap pria itu lagi lalu pergi dari hadapan Zahira.

Zahira mendongak menatap punggung tegap yang telah menjauh darinya. Zahira kembali menatap keempat orang yang masih berada ditempatnya, memasukkan saputangan itu ke dalam saku gamis yang dikenakannya.

Sejurus kemudian tatapan Mas Bilal dan Zahira bertemu untuk beberapa lama, Mas Bilal berusaha melepaskan pegangan kedua anak Alisha.

"Sayang..." Panggil Mas Bilal kencang, dengan refleks kedua anak itu melepaskan tangan Mas Bilal. Tatapan mereka ikut tuju pada Zahira yang tersenyum dan melangkah mendekati mereka.

"Assalamualaikum..." sesampai Zahira di depan mereka.

"Walaikumsalam..." jawab keempatnya serempak.

Untuk pertama kalinya Alisha bertatap wajah dengan bidadari cantik yang telah dipilih dan dinikahi Mas Bilal setelah putus darinya. Sangat sesak iya, ternyata Zahira memang sangat cantik dan santun.

"Tante cantik ini siapanya Om Bilal?." Tanya si tampan Taufik penasaran.

"Kenalkan, nama tante Zahira. Tante istrinya Om Bilal." Jawab Zahira sambil mengulurkan tangan yang segera disambut baik oleh Taufik dan juga Niken. Keduanya menyalami punggung tangan Zahira dengan sangat takzim.

"Nama ku Taufik, tante Zahira. Dan ini Niken adik aku." Ucap Taufik memperkenalkan.

"Dan ini?." Tanya Zahira pada Alisha yang menatapnya takjub.

Alisha segara sadar kala Niken memegang lembut tangannya.

"Saya Alisha, teman sekaligus klien Pak Bilal." Jawabnya sedikit gugup. Namun kedua wanita itu tetap saling bersalaman, menujukkan kedewasaannya dalam bersikap.

"Apa ini teman yang Mas Bilal ceritakan padaku?."

"Iya sayang" Mas Bilal merangkul pinggang Zahira dan itu sangat melukai Alisha yang masih menyimpan rasa cintanya pada Mas Bilal.

"Dan mereka ini jagoan pintar dan bidadari cantik?." Zahira mengusap rambut kepala Taufik dan Niken bergantian.

Alisha semakin sakit kala tatapan cinta penuh pemujaan Mas Bilal tunjukkan pada Zahira sang istri.

"Baiklah tampan, cantik, besok kita bertemu lagi ya. Sekarang ikut pulang sama Mama Alisha dulu, ok???."

Tanpa mendebat dan merengek lagi keduanya langsung mengangguk mengikuti apa yang diperintahkan Zahira.

Alisha dan kedua anaknya pulang setelah berpamitan pada Zahira dan Mas Bilal. Mereka pun berjalan bergandengan menuju kamar mereka.

.....

Selang beberapa hari, kota Bandung memiliki cerita tersendiri bagi Zahira. Bagaimana tidak, kedua anak Alisha masuk secara perlahan dalam kehidupannya.

Dalam setiap harinya, Taufik dan Niken selalu bercerita panjang lebar padanya melalui sambungan telepon. Tanpa canggung keduanya berkeluh kesah tentang apapun pada Zahira yang sangat dipercayainya. Lambat laun mereka menyayangi Zahira karena kebaikan serta kelembutan hati yang dimiliki oleh seorang wanita bernama Zahira.

Pun Mas Bilal, selalu ikut mendengarkan dan masuk ke dalam obrolan mereka dikala pria itu berada di samping Zahira. Mas Bilal merasakan sentuhan hangat kedekatan kedua anak itu bersamanya dan Zahira walau tanpa ada ikatan darah seperti keponakan-keponakannya.

Namun hanya sesekali saja bertegur sama dengan Alisha melalui sambungan telepon juga itu dikarenakan kesibukan Alisha sebagai wanita karir. Akan tetapi hubungan diantara mereka cukup baik.

Seperti sore ini disaat hujan turun deras, Zahira sedang melakukan video call bersama Niken dan Taufan yang didampingi seorang mbak.

"Besok tidak ada yang menjaga aku dan Niken, tante Zahira." Ucap Taufik cemberut.

"Kenapa? Mama dan mbak?."

"Saya besok izin tante Zahira, anak saya di kampung sakit jadi saya harus pulang." Si mbak ikut buka suara menjelaskan.

"Mama besok ke luar kota." Jelas Niken sambil mengurai rambut setelah dikepang.

Zahira menatap kedua anak yang kesepian itu.

"Papa kalian?." Untuk pertama kalinya Zahira bertanya tentang keberadaan Papa nya Niken dan Taufik.

Kedua anak itu saling tatap lalu beralih lagi pada Zahira.

"Kata Mama, Papa enggak sayang kita, makanya Papa pergi." Jawab Taufik sendu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!