Sakit, Dituduh Selingkuh

Sakit, Dituduh Selingkuh

Terusik

Naya. Dia adalah seorang gadis lugu yang berasal dari suatu daerah yang sangat terpencil dan datang ke kota untuk menimba ilmu setelah menyelesaikan pendidikannya di tingkat Sekolah Menengah Pertama.

Ia adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Terlahir dari pasangan Pak Rusdi dengan Ibu Sara.

Orang tua Naya ingin menyekolahkan anaknya di kota hanya bermodalkan dari penjualan hasil kebun yang tidak seberapa sehingga mengharuskan pula Naya untuk menumpang di rumah kerabat karena mereka tidak punya uang lebih untuk membayar sewa rumah kost.

SMA Jaya Sentosa tempat Naya menimba ilmu termasuk salah satu sekolah yang menerapkan kedisiplinan yang patut diapresiasi. Peserta didik berada di sekolah hingga menjelang sore membuat Naya merasa serba salah ketika tiba di rumah, tempat ia menumpang karena tuan rumah selalu menyambutnya dengan wajah yang tidak bersahabat.

Tidak ada lagi pekerjaan yang bisa ia kerjakan karena semuanya telah selesai dikerjakan oleh tuan rumah. Naya merasa sangat tersiksa dengan kenyataan yang sedang dihadapi ditambah lagi dengan komunikasi yang dingin bahkan hampir-hampir tidak ada dari semua penghuni rumah.

Hanya beberapa bulan saja Naya bertahan di rumah tersebut hingga memutuskan untuk mencari rumah kerabat yang lain.

"Maaf, Tante, saya mau pamit, terima kasih sudah menampung saya selama ini!" kata Naya ketika berpamitan.

"Oh, yah, kenapa harus minta maaf, kalau mau pergi, pergi aja! Lagian juga kamu nggak ada guna-gunanya tinggal di sini, hanya makan gratis dan nyusahin orang aja!" ujar Ibu Nuriah tanpa perasaan.

Mata Naya berkaca-kaca mendengar kata-kata yang kasar dan menyakitkan bahkan ketika ia mengulurkan tangannya untuk pamit, Ibu Nuriah malah menepis dengan kasar lalu buru-buru masuk ke kamar sambil membanting pintu.

Pak Domi, suami Ibu Nuriah yang sedang duduk di teras sambil menikmati sebatang rokok tersentak kaget mendengar suara pintu kamar yang dibanting keras namun ia tidak bisa berbuat banyak.Ia hanya bisa menghela nafas sambil mengurut dada untuk meredam rasa kesal yang menyeruak. Sebenarnya ia sangat kasihan melihat Naya, tapi jika ia bersuara maka sudah bisa dipastikan bahwa masalah akan bertambah. Ia sedih karena tidak bisa membela Naya yang merupakan ponakannya sendiri. Pak Domi adalah saudara kandung Sara, ibu Naya.

"Kamu mau tinggal di mana, Naya?" tanya Widy yang baru saja bangun tidur. Suara pintu yang dibanting oleh ibunya membuat tidurnya terusik. Biasanya ia tidur hingga magrib dan akan terbangun jika makan malam sudah tersaji di meja.

"Di rumah Tante Yuli, Kak," jawab Naya dengan suara serak.

"Baguslah, silahkan pergi! Buat apa lagi, coba, kamu di situ berdiri nggak jelas?" kata Widy dengan sikap angkuhnya

"Permisi, Kak, saya pamit dulu!" ucap Naya dengan kepala tertunduk. Ia tidak berani menatap kakak sepupunya yang sejak dari dulu tidak pernah menganggap kehadirannya di rumah tersebut.

Naya keluar dari rumah dengan membawa dua buah tas. Satu tas sekolah yang berisi semua peralatan sekolah dan yang satunya lagi berisi pakaian yang hanya terdiri dari beberapa potong saja.

"Permisi Om!" ucap Naya ketika melewati teras. Ia mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Pak Domi.

"Maafkan Tante dan kakakmu!" ucap Pak Domi dengan wajah sedih sambil menepuk bahu Naya dengan lembut.

Naya hanya mengangguk lalu melangkah keluar.

"Hati-hati di jalan, Nak!" kata Pak Domi lagi.

"Terima kasih, Om!" sahut Naya kemudian berlalu dengan langkah yang pasti walaupun hati sedang terluka.

Naya diterima baik oleh keluarga Ibu Yuli. Keluarga ini masih punya hubungan keluarga yang dekat dengan Ibu Sara.

Satu-dua bulan masih berjalan sebagaimana mestinya namun kehidupan Naya kembali terusik ketika Om Fredi, suami Ibu Yuli yang kerap pulang tengah malam dalam keadaan mabuk mencoba mengganggunya. Waktu itu Ibu Yuli sedang tidak berada di rumah karena ada urusan keluarga di luar kota dan Naya tinggal di rumah bersama Santi, anak tantenya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar kelas tiga.

Untuk menghindari masalah, Naya berencana untuk berhenti saja bersekolah dan pulang ke kampung halamannya tapi niatnya itu berubah ketika ia mencurahkan segala isi hatinya kepada Elly, teman sebangku di sekolah sekaligus menjadi sahabatnya.

"Ehh, jangan putus sekolah, entar kamu akan menyesal kalau jadi gembel!"

"Tapi..., saya harus tinggal di mana lagi?"

"Di rumahku, sebentar saya akan bicara sama mama dan pasti dia akan setuju,"

Naya tersenyum melihat sahabatnya yang sangat bersemangat namun ia belum yakin apakah kedua orang tua Elly akan mengizinkan dirinya untuk menumpang di rumah mereka.

Belum juga selesai makan setelah pulang dari sekolah, Elly sudah datang menjemputnya dengan naik motor. Wajah sahabatnya itu sangat cerah menandakan bahwa ia sangat senang karena akan memiliki teman di rumah.

"Kamu serius, El?"

"Iya, bahkan papa dan mama yang menyuruhku langsung ke sini buat jemput, lu,"

Ibu Yuli keberatan ketika Naya pamit tapi dia juga tidak bisa menghalangi karena alasan yang diberikan oleh Naya masuk akal. Naya beralasan bahwa ia ingin pindah karena tidak kuat jalan kaki ke sekolah sedangkan rumah Elly, sahabatnya sangat dekat dengan gedung sekolah.

Jelas saja Ibu Yuli merasa kehilangan karena sebagian besar pekerjaan rumah sudah dilimpahkan kepada Naya sejak tinggal di rumahnya.

"Sering-seringlah ke sini kalau kamu nggak ada kesibukan!" ucap Ibu Yuli ketika Naya berpamitan.

"Iya, Tante, terima kasih buat tumpangnya selama ini!" sahut Naya.

"Sama-sama,"

Naya segera berlalu dengan perasaan lega karena kebetulan suami tantenya sedang tidak ada di rumah. Rasa takut dan benci selalu menghantuinya jika mengingat kejadian malam itu membuat ia berusaha dan berharap untuk tidak bertemu lagi dengan Om Fredi.

Om Fredi telah mengancam agar dirinya tidak membeberkan kejadian tersebut kepada Tante Yuli dan sekalipun tidak ada ancaman, Naya sudah berjanji untuk tidak mengatakan apa-apa kepada Tante Yuli, demi keutuhan rumah tangga mereka.

Ibu Karina dan Pak Jona sangat senang melihat anak gadisnya kini punya teman di rumah dan hal itu juga membuat Naya terharu. Ia merasa sangat dihargai di rumah itu karena kedua orang tua Elly serta Enji, kakak Elly sangat baik.

Naya mengerjakan apa saja yang bisa dikerjakan tanpa harus mendapat perintah dari tuan rumah. Mulai dari menyapu, mengepel lantai, memasak, bahkan mencuci pakaian yang kotor milik penghuni rumah tanpa terkecuali.

Ibu Karina merasa sangat terbantu karena sehari-harinya sibuk dengan jahitan sehingga kadang dalam dua sampai tiga hari tidak pernah mengepel tapi sejak Naya tinggal bersama dengan mereka, lantai rumah berubah jadi kinclong dan harum. Perabotan juga tampak tersusun dengan rapi.

"Kenalin dong, dengan gadis itu!" bisik Robin, ponakan Pak Jona yang datang bertamu sore itu dan melihat Naya sedang sibuk di dapur.

"Ehh, Kak Robin, kalau mau kenalan, nggak usah pakai perantara, langsung aja sama yang bersangkutan," ucap Elly dengan senyum khasnya, memamerkan lesung pipi yang menjadi andalannya.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!