Malam pertama yang ditunggu-tunggu oleh Robin telah tiba namun ia harus bersabar hingga beberapa hari ke depan karena rumah orang tua Naya hanya memiliki satu kamar yang ditutup dengan kain lusuh.
Sementara itu semua keluarga yang mengantar Robin sudah kembali ke kota sejak sore tadi.
Di dalam kamar yang sempit Robin menatap lekat wajah Naya yang sudah menjadi istrinya. Wajah Naya sudah dibersihkan dari sisa make up dan ia mengenakan piyama tidur pemberian keluarga Robin.
"Kamu semakin cantik Sayang," ucap Robin sambil mengelus pipi istrinya lalu mencium bibir yang seksi itu penuh nafsu.
Wajah Naya bersemu merah mendapat pujian dari laki-laki yang baru saja resmi menjadi suaminya. Bahasa tubuh yang ditunjukkan saat ini mengingini sentuhan yang lebih dari sekedar cium bibir tapi suara ibunya yang mendekat ke arah pintu kamar membuat keduanya segera mengakhiri lalu keluar untuk bergabung dengan keluarga yang lain di ruang tamu.
Di ruangan tersebut sudah di bentangkan tikar buat alas tidur.
"Anan mau bobo dekat Kak Naya," seru adik bungsu dengan manja.
Naya dan Robin saling berpandangan mendengar permintaan Anan dan tanpa sepatah kata Robin segera merebahkan tubuhnya pada tikar lalu mencoba memejamkan mata.
"Maaf, Nak Robin, beginilah keadaan kami, tidur pun tak ada alas!" ucap Ibu Sara.
"Nggak masalah kok, Ma," sahut Robin.
"Bagaimana kalau Nak Robin sama Naya tidur di kamar aja, nanti kami yang tidur di sini?" usul Pak Rusdi karena ia sangat mengerti dengan perasaan anak mantunya.
"Nggak boleh, pokoknya Kak Naya bobo di sini!" seru Anan sambil memeluk tubuh kakaknya dengan erat.
"Nggak apa-apa Ma, Pa, kami tidur di sini aja, kasihan Anan masih kangen sama kakaknya, lagian besok atau lusa kami sudah balik lagi ke kota," kata Robin.
Tak lama kemudian suara ngorok terdengar saling bersahutan yang menandakan bahwa penghuni rumah sudah tertidur pulas dan terbuai dalam mimpi.
***
Tiga hari telah berlalu sejak hari pernikahan Robin dengan Naya dan hari ini keduanya berencana untuk balik ke kota.
Wajah Robin cerah ketika bangun pagi bahkan rasa pegal pada bagian belakang karena sudah tiga malam tidur tanpa kasur seolah sudah hilang lenyap. Ia sudah tidak sabar ingin cepat-cepat sampai ke kota.
Keduanya pun mengemasi barang-barang yang hendak dibawa.
Sementara mereka siap-siap, Naya mendengar suara ribut-ribut di luar dan mendengar suara ibu memanggil namanya.
"Iya Ma, ada apa?" tanya Naya sambil setengah berlari keluar.
"Ini ada Nak Leo, tadinya Mama nggak kenal soalnya udah lama nggak ketemu," ujar Ibu Sara.
"Leo...!" seru Naya dengan girang dan tanpa sadar ia berlari dan memeluk Leo dengan erat. Leo pun membalas pelukan Naya karena ia juga sangat rindu.
"Hemmm!"
Tiba-tiba Robin muncul di pintu. Wajahnya menegang karena marah melihat istrinya sedang berpelukan dengan seorang laki-laki yang lebih tampan dari dirinya.
Leo melepaskan pelukannya dan mundur beberapa langkah. Ia merasa sangat bersalah setelah mendapat tatapan yang tidak bersahabat dari suami Naya.
"Kak Robin, ini Leo, sahabat saya sejak dari kecil, udah lama kami nggak pernah ketemu, tahu-tahunya tiba-tiba muncul," kata Naya dengan wajah berbinar. Ia sama sekali tidak menyadari perubahan wajah suaminya.
Leo mengulurkan tangannya ke arah Robin dan hanya di acuhkan oleh Robin membuat Leo menarik kembali tangannya lalu segera pamit.
"Kenapa buru-buru sekali, Nak Leo?" tanya Ibu Sara yang sudah kembali dari dapur.
"Iya Tante, hari ini saya harus kembali ke kota karena pamanku masuk lagi di rumah sakit. Saya ke sini hanya mau mengantarkan titipan ibu," sahut Leo sambil menyerahkan sebuah kotak yang entah apa isinya kepada Ibu Sara.
Leo berbohong karena bingkisan tersebut bukan titipan dari ibunya melainkan ia sendiri yang membeli untuk dijadikan alasan agar bisa bertemu dengan Naya sebelum dirinya pergi merantau.
"Terima kasih, salam sama ibumu!"
"Sama-sama, Tante,"
Naya bingung melihat sahabatnya yang sudah berlalu padahal ia ingin berbagi cerita dengannya. Banyak hal yang sudah terjadi setelah tiga tahun berpisah dan Naya juga ingin tahu dan rindu mau mendengarkan pengalaman sahabatnya selama ini.
"Leo! Leo!" teriak Naya memanggil nama sahabatnya tapi Leo terus melangkah mendapatkan motornya yang terparkir di luar halaman dengan langkah tergesa tanpa menoleh sedikit pun.
Perasaannya lega karena sudah bisa bertatap muka bahkan saling berpelukan dengan gadis pujaannya yang sudah menjadi milik orang lain sebelum ia berangkat ke Irian Jaya untuk mencari pekerjaan di sana.
Sementara itu Robin masuk ke rumah dengan tangan terkepal. Rasa cemburu sedang menguasai dirinya dan Naya pun menyusul masuk ketika motor yang dikendarai oleh Leo telah menghilang dari pandangannya.
"Kenapa kamu nggak ikut sekalian dengan pacarmu itu?" ucap Robin dengan wajah yang masih memerah.
"Maksud Kakak?" tanya Naya dengan polos.
Robin semakin jengkel dengan sikap Naya yang menurutnya sengaja pura-pura polos. Ia pun bangkit dan meraih tas yang sudah berisi pakaiannya lalu menjinjing keluar.
"Mau kemana, Kak?"
"Pake nanya lagi, ya jelas mau pulang ke kota,"
"Trus, gimana dengan saya dong, belum mandi, nih,"
"Terserah, kamu mau ikut atau masih mau kangen-kangenan dengan mantanmu,"
Naya menunduk mendengar ucapan Robin. Kini ia sadar bahwa suaminya sedang marah dan serius mau pulang.
"Kakak marah, ya?" tanya Naya dengan perasaan takut.
"Yah, jelas marah! Bagaimana tidak marah? Di depan mata kepala sendiri, istri berpelukan dengan laki-laki lain," jawab Robin sambil terus melangkah dan mengeluarkan motor dari tempat parkir.
Naya bingung karena ia belum sempat mandi dan ganti baju. Ia masih mengenakan baju tidur.
"Nak Robin, Naya..., mari sarapan dulu!" seru Ibu Sara di pintu depan.
Dengan wajah ditekuk, Robin kembali masuk ke rumah dan tanpa suara ia meraih piring lalu mengisinya dengan nasi dan lauk dalam takaran yang sangat sedikit.
Ibu Sara yang memperhatikan sikap anak mantunya jadi paham bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan mereka.
Naya juga hanya makan sedikit saja lalu buru-buru bersiap dan ketika sedang berganti pakaian di dalam kamar ibunya datang menghampiri.
"Kenapa sikap suamimu berubah?"
"Sepertinya Kak Robin marah karena tadi saya pelukan sama Leo, padahal Leo itu adalah sahabatku, emang nggak boleh ya, Ma?"
"Naya... kalau udah punya suami itu kita harus hati-hati dan perlu membatasi diri dalam hal pergaulan dengan laki-laki lain karena sifat manusia itu beda-beda, ada yang cemburuan, ada yang biasa-biasa saja. Jadi, menurut Mama kamu lekas minta maaf sama suamimu, akui kesalahan dan berjanji tidak akan mengulangi lagi!"
"Tapi, Ma...,"
"Nggak usah ada kata tapi-tapian, biar kalian bisa berangkat dengan perasaan yang lega dan kami di sini juga merasa tenang."
Naya keluar dan mendapatkan suaminya sudah berada di atas motor dengan ekspresi datar. Ia seolah tidak menyadari kehadiran Naya.
"Maafkan saya Kak, saya janji nggak akan mengulanginya lagi!" ucap Naya dengan ragu.
"Hmm,"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments