Tukang Ojek

Liburan kali ini dimanfaatkan oleh Naya untuk pulang ke kampung menjenguk orang tua dan adik-adiknya. Rasa rindu tak dapat dibendung lagi setelah dua tahun meninggalkan kampung halaman.

"Kakak Naya makin cantik aja, nih," ujar Anan, adik bungsunya dengan serius. Ia memandangi wajah kakaknya dengan rasa kagum.

Kulit Naya yang dasarnya putih kini tampak semakin bersinar karena terlihat bersih dan walaupun tanpa make up ia tetap terlihat manis.

"Ahh, Adik bisa aja," ucap Naya lalu memeluk Anan dengan erat. Ia tidak peduli dengan bau keringat dan lumpur yang penuh di pakaian adiknya.

Tak lama kemudian Dadang, anak yang kedua juga muncul dari belakang rumah. Tubuhnya juga penuh dengan lumpur sawah karena ia baru saja membantu sang ayah membajak di sawah. Meskipun baru duduk di kelas delapan SMP tapi ia sudah bisa membantu ayahnya bekerja.

"Kak Dang, lihatlah, siapa yang datang!" seru Anan dengan riang.

"Kak Naya!" teriak Dadang dengan senang.

"Ayo, kemari, Kakak punya ole-ole buat kalian!" seru Naya pula.

Dadang tidak langsung menemui kakaknya tapi ia terlebih dahulu pergi ke pancuran yang tidak jauh dari rumah untuk membersihkan tubuhnya yang penuh dengan lumpur sawah. Anan pun ikut serta setelah menyadari bahwa tubuhnya juga sangat kotor.

Ibu Sara segera ke dapur untuk menyiapkan makan malam karena sudah sore. Ia menumbuk daun singkong yang dipetik di dekat pondok tadi ketika hendak pulang ke rumah.

Dari kecilnya Naya sangat suka makan daun singkong tumbuk dengan lauk ikan asin. Makanya ibu Sara menyiapkan makanan tersebut untuk santap malam mereka saat ini.

"Terima kasih, Ma, sudah menyiapkan makanan kesukaanku!" ucap Naya yang tanpa sadar sudah dua kali tambah nasi.

"Iya, Nak, makanlah sepuas-puasnya tapi ingat, jangan berlebihan!" sahut Ibu Sara sambil tersenyum.

Usai makan malam mereka berkumpul di ruang tengah yang juga adalah ruang makan sekaligus tempat tidur buat Dadang dan Anan karena hanya ada satu kamar yang berukuran kecil. Mereka tampak sangat bahagia karena bisa berkumpul sambil mendengarkan cerita dari Naya.

Pak Rusdi dan Ibu Sara sangat senang mendengar cerita dari Naya tentang kebaikan orang yang telah sudi menampung anaknya di kota walaupun diantara mereka tidak ada hubungan keluarga.

"Dari mana kamu dapat uang buat beli ole-ole?" tanya Ibu Sara yang penasaran dengan ole-ole yang dibawa oleh anaknya. Selain pakaian buat kedua adiknya, ia juga membawa makanan berupa kue dan beberapa camilan

"Saya sering mendapat upah dari Ibu Karina karena ikut mambantu menyelesaikan jahitannya dan uang itu saya tabung," sahut Naya.

Memang benar ia sering mendapatkan uang dari Ibu Karina tapi itu hanya cukup buat jajan di sekolah. Naya tidak mau berterus terang bahwa ole-ole yang dibawanya adalah pemberian Robin yang telah resmi menjadi kekasihnya.

Keluarga Robin adalah keluarga yang tergolong kaya dan ia tidak segan-segan mengeluarkan rupiah demi Naya. Awalnya ia ingin mengantar Naya ke kampung tapi Naya menolak untuk menghindari cemooh dari warga kampung jika tiba-tiba ia muncul berboncengan dengan seorang laki-laki.

Naya menikmati hari liburnya di kampung selama dua minggu dan ia memanfaatkan waktu liburnya dengan sebaik-baiknya untuk membantu pekerjaan di rumah karena kedua orang tuanya berada di sawah dari pagi sampai malam hingga tak terasa malam ini adalah malam terakhir ia berkumpul dengan keluarganya karena lusa sudah masuk sekolah kembali.

***

"Selamat pagi!" sebuah suara mengejutkan Naya ketika ia keluar dari rumah. Suara yang begitu dikenalnya.

"Kaget, ya?" seru Robin lagi karena melihat Naya yang kebingungan.

"Kok..., kok, Kak Robin ada di sini? Datang sama siapa? Siapa yang tunjukkan rumah?" Naya melontarkan pertanyaan secara beruntun.

Robin tidak menjawab tapi hanya menyunggingkan senyum bahagia karena sedikit rasa rindunya sudah terobati tat kala bisa memandangi wajah kekasihnya. Ada keinginan untuk memeluk dan melepaskan kerinduan tapi hanya bisa dibayangkan dalam hati saja.

Rasa cinta yang telah melahirkan kerinduan amat sangat membuat Robin nekat berangkat ke kampung kelahiran Naya. Ia mendapatkan informasi dari Elly bahwa hari ini Naya akan pulang.

Robi berangkat subuh di kota dengan modal nekat dan selalu bertanya kepada beberapa orang yang ditemuinya di jalan. Sebelumnya ia sudah tahu nama desa yang akan dituju.

Ibu Sara dan suaminya muncul di pintu untuk mengantar anaknya yang sudah bersiap untuk pulang ke kota.

"Apa tukang ojeknya sudah datang, Naya?" tanya Pak Rusdi sambil melirik ke arah Rusdi. Ia heran karena tidak biasanya tukang ojek yang ada di kampung berpenampilan seperti laki-laki yang kini sudah siap di halaman rumah dengan motornya.

Robin memiliki wajah yang tampan, kulit putih dan perawakannya tinggi besar. Tidak ada ciri-ciri yang memperlihatkan bahwa ia seorang tukang ojek.

"Ohh, ehh, eh, iya, Pa," sahut Naya dengan gugup.

"Tukang ojeknya orang baru, yah? Kok,Papa barusan lihat?"

"Iya, Om, saya berasal dari kampung sebelah. Teman saya yang menghubungiku karena tiba-tiba ada urusan yg sangat penting dan ia tidak bisa mengojek hari ini," ucap Robin dengan lancar.

"Kalau begitu, silahkan kalian berangkat, takutnya nanti kehujanan di jalan!"

"Iya l, Om, Tante,"

Naya memeluk dan mencium papa, mama, dan kedua adiknya secara bergantian lalu segera naik ke boncengan motor milik Robin.

Naya melambaikan tangan ketika motor yang ditumpangi sudah perlahan meninggalkan pekarangan rumah dan dibalas pula dengan lambaian tangan dari orang tua dan adik-adiknya.

Untuk beberapa saat Naya dan Robin tidak bersuara karena masih ada beberapa rumah penduduk yang berjejer di pinggir kiri kanan jalan yang mereka lalui dan ada saja ibu-ibu yang memperhatikan mereka lalu berbisik-bisik.

Kondisi jalan juga yang hanya merupakan pengerasan, banyak lubang dan batu-batu lepas membuat Robin harus lebih berhati-hati dan fokus untuk menyetir kendaraannya.

Usai melewati perkampungan, Robin tiba-tiba menghentikan kendaraannya.

"Kenapa berhenti, Kak?" tanya Naya.

Robin tidak menyahut tapi meraih tangan Naya dan melingkarkan di pinggangnya.

"Peluk yang erat dan jangan dilepas karena kondisi jalanan sangat jelek!" ucapnya tanpa menoleh ke belakang kemudian kembali melanjutkan perjalanan dengan hati yang senang.

Pelukan Naya menghangatkan tubuh yang dingin karena diterpa angin pegunungan dan Senyuman terukir di wajah Robin ketika pelukan Naya semakin erat karena motor meliuk ke sana ke mari.

Naya memejamkan mata ketika melewati jalanan yang menurun dan di samping kanan dan kiri ada jurang yang menganga.

"Nggak usah takut, Sayang!" ucap Robin. Ia melihat wajah kekasihnya yang panik di kaca spion.

Naya tersenyum lalu menyandarkan kepala pada pundak Robin. Hatinya merasa damai bisa sedekat ini dengan sang kekasih yang merupakan cinta pertamanya.

Kurang lebih lima jam keduanya menempuh perjalanan hingga tiba di kota dengan selamat. Rasa capek dan lelah tidak terasa karena hati mereka sedang dilanda asmara.

Usia keduanya selisih enam tahun dan kini Robin sudah bekerja di salah satu sekolah negeri sebagai tenaga honorer.

Selama ini ia sangat terkenal sebagai salah seorang pecandu judi online dan sering membuat kedua orang tuanya jadi stres karena sifatnya itu yang tidak bisa lagi ditolerir.

Namun sejak berkenalan dengan Naya, ia pun mulai berubah. Judi online tidak menarik lagi perhatiannya membuat kedua orang tuanya, Pak Melki dan Ibu Noni merasa lega dan senang. Keduanya sepakat untuk segera menikahkan Robin dengan Naya.

Apakah Naya bersedia menikah diusia yang masih sangat belia?

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!