Melissa yang sejak tadi menguping pembicaraan Lea dan Cakrawala, perlahan meninggalkan tempat itu dengan perasaan emosi berapi-api.
Segala kata umpatan dan makian ia lontarkan dalam hati untuk Lea. Sesaat setelah duduk di kursi kemudi, Melissa langsung menghubungi seseorang.
Setelah itu, ia mengirim pesan pada Lea untuk bertemu di salah satu restoran xxx.
“Kamu pikir aku akan membiarkanmu bahagia mengandung anaknya Bagas! Nggak semudah itu Lea. Kita lihat saja nanti, apa kamu masih bisa tersenyum setelah ini?!” ucap Melissa dengan sinis.
Sang W.O kemudian perlahan melajukan kendaraannya meninggalkan rumah sakit.
.
.
.
Beberapa jam berlalu ....
Di restoran xxx, seseorang menghampiri Melissa yang sejak tadi menunggu.
“Mel,” tegur sahabatnya, Ririn. Gadis itu kemudian duduk di kursi yang kosong. “Untuk apa kamu memesan obat ini? Setahuku, obat ini digunakan untuk abo*rsi.” Ririn menyodorkan sebuah bungkusan kecil kepada Melissa.
“Kamu nggak perlu tahu.” Melissa kemudian menyodorkan sebuah amplop sebagai imbalan.
Ririn mendengus kesal sembari meraih amplop itu. “Ya sudah kalau begitu, aku balik lagi ke apotik,” pamit Ririn. Namun, benaknya masih dipenuhi dengan berbagai pertanyaan.
Sepeninggal Ririn, Melissa memanggil salah satu waitress. “Mbak, aku ingin meminta bantuannya, boleh nggak?” tanya Melissa begitu waitress menghampirinya.
“Boleh, Bu,” kata waitress dengan polos. “Apa yang bisa saya bantu?”
“Saya ingin Mbak mencampurkan serbuk vitamin ini ke minuman yang akan dipesan oleh adik saya nanti,” pinta Melissa. “Jangan khawatir, ini hanya vitamin kok.”
Sang waitress tampak ragu sambil menatap bungkusan itu. Namun, setelah Melissa meyakinkan barulah ia mengangguk.
“Oh ya, sebagai ungkapan rasa terima kasih saya, ini tips untuk Mbak.” Melissa meletakkan beberapa lembar uang di atas nampan sang waitress lalu tersenyum.
“Ini ...? Tips-nya banyak banget, Bu!” ucap gadis itu karena kaget. Tanpa tahu apa sebenarnya rencana busuk Melissa.
“Anggap saja itu rezeki buat kamu,” kata Melissa bak seorang malaikat penolong.
********
Tiga puluh menit kemudian, Lea pun masuk ke restoran itu sembari celingukan mencari keberadaan Melissa.
Sudut bibirnya seketika melukis senyum tak kalah ekor matanya menangkap sosok yang dicari melambaikan tangan ke arahnya.
Tanpa rasa curiga sedikit pun, Lea menghampiri Melissa kemudian duduk di kursi yang kosong. “Maaf ya, Mbak Mel, aku sedikit telat, soalnya terjebak macet di jalan.
“Nggak apa-apa, Lea, santai saja,” balas Melissa dengan senyum manis penuh kepalsuan. “Sebaiknya kamu memesan sesuatu sebelum kita lanjut mengobrol.”
Lea hanya mengangguk seraya mengangkat tangan memanggil waitress. Sedangkan Melissa tersenyum puas karena selangkah lagi rencana busuknya akan berhasil.
“Mbak, saya pesan jus tomat di mix dengan buah apel,” pinta Lea.
“Baik, Bu, apa masih ada yang ingin dipesan?” tanya waitress. Namun, Lea hanya menggeleng lalu tersenyum.
.
.
.
Di kantor Bagas ....
Sesekali Bagas mengangguk pelan memandangi layar laptop bersama Herman. Lokasi yang sempat partner bisnisnya itu katakan memang sangat menjanjikan.
“Bagaimana? Apa kamu tertarik mengucurkan dana untuk membangun beberapa unit villa di daerah itu? Apalagi lokasinya sangat strategis dengan tempat wisata,” tanya Herman.
“Why not?” Bagas melepas kaca mata lalu meraih rokok di atas meja. “Andai saja pak Rahmat masih hidup ... tanpa perlu aku minta, dia sudah mengerti tipe, ukuran serta model bangunan yang sesuai hanya dengan melihat lokasi itu seperti apa,” tutur Bagas seraya menghembus asap rokoknya.
“Hmm ... kita sependapat,” timpal Herman. “Sebelumnya kamu juga harus ke daerah L. Kita cari tahu dulu pemilik tanahnya siapa? Sekaligus berkoordinasi juga berkomunikasi dengan masyarakat setempat.”
“Ya, tentu saja.” Bagas tersenyum sekaligus menyetujui rencana Herman.
Hening sejenak ...
Herman menatap Bagas penuh selidik. Karena hari ini, aura sang pengusaha properti itu, terlihat jauh berbeda dari kemarin.
Di tambah lagi senyum yang terus terukir di bibirnya.
“Oh ya, kemarin ke mana saja kamu? Sampai-sampai Melissa mengomel padaku menanyakan keberadaanmu?!” cecar Herman. “Saking kesalnya aku, kujawab saja nggak tahu kamu menginap di hotel mana. Dia marah lalu memutuskan panggilan telefon.”
Seusai bertutur, Herman langsung terbahak membayangkan wajah kesal Melissa. Pun begitu dengan Bagas sambil geleng-geleng kepala tak habis pikir dengan sikap jahil partner-nya.
“Kamu senang banget mengerjain dia! Makanya dia membencimu.” Bagas dan Herman sama-sama tertawa.
.
.
.
Obrolan santai Lea dan Melissa terus berlanjut. Bahkan sang pramugari mengira jika istri pertama Bagas benar-benar tulus padanya.
Setelah Lea mengatakan yang sejujurnya tentang kehamilannya pada Melissa, wanita itu menanggapi dengan santai bahkan tak mempermasalahkan.
Bahkan terus berbicara lembut dengan senyum penuh kepalsuan. Dalam hati mengumpat, memaki bahkan menyumpah serapah.
Benci yang teramat dalam pada sosok gadis berhijab itu.
“Mbak Mel, aku benar-benar meminta maaf. Aku juga nggak menduga jika akan seperti ini,” ucap Lea merasa sangat bersalah.
“Nggak apa-apa, Lea. Masih ada waktu, aku akan tetap bersabar sekaligus menunggu. Jadi, jangan merasa bersalah seperti itu,” balas Melissa lalu tersenyum sinis, setelah melihat gelas minuman Lea sudah kosong.
‘Kamu pikir aku ikhlas begitu saja?! Persetan dengan kehamilanmu itu. Aku bahkan nggak rela!’ batin Melissa dengan perasaan dongkol sekaligus benci.
“Oh ya, sepertinya aku harus segera kembali ke butik. Makasih karena sudah mau meluangkan waktu bertemu,” ucap Melissa seraya beranjak dari tempat duduk.
Lea ikut beranjak dari kursinya lalu mengangguk pelan. Sedangkan Melissa, setelah meletakkan beberapa lembar uang di meja, ia pun mengusap lengan Lea kemudian melanjutkan langkah.
Tak lama berselang, Lea juga meninggalkan restoran itu. Tujuan selanjutnya adalah kantor sang suami.
Ada perasaan khawatir karena takut Bagas akan marah juga kecewa kepadanya, setelah tahu ia hamil hasil dari hubungan mereka berdua.
“Bismillah, Ya Rabb,” ucap Lea sembari menarik nafas.
.
.
.
Setibanya di kantor Bagas, Lea menghampiri meja resepsionis.
“Assalamualaikum dan selamat siang Mbak. Apa Pak Bagas ada di ruangannya? Saya ingin bertemu,” tutur Lea dengan sopan.
“Waalaikumsalam dan selamat siang juga, Bu. Maaf Bu, saat ini Pak Bagas sedang ada tamu,” jelas resepsionis sembari memandangi Lea dengan raut wajah penuh tanda tanya.
“Ya sudah, saya tunggu beliau di sana saja,” cetus Lea dengan senyum ramah seraya menuju sofa yang tersedia di lobby kantor.
‘Wajahnya seperti nggak asing. Kalau nggak salah, dia kan putri almarhum pak Rahmat. Ada apa dia mencari Pak Bagas? Jika bu Melissa tahu ... wah, bakal rame kantor ini,’ batin sang resepsionis.
Sedangkan Lea yang sudah duduk di sofa, mulai berkeringat dingin. Sesekali ia meringis, mengusap perutnya yang tiba-tiba sakit seperti diremas.
“Sssttt, perutku kok, tiba-tiba mules begini, ya?” keluhnya lalu menyeka keringat dengan tisu. Lea mengatur nafas sembari menghembus pelan.
Tak lama berselang, Bagas dan Herman tampak baru saja keluar dari dalam lift sambil tersenyum.
Ketika ekor mata Bagas tertuju pada Lea, senyumnya semakin lebar bahkan hatinya turut berbunga-bunga. Ia seakan tak percaya jika istri mudanya itu mau menginjakkan kaki ke kantornya.
Setelah mengantar Herman hingga ke depan pintu otomatis, ia segera menghampiri Lea sekaligus menyapa.
“Lea, sudah lama?”
Lea perlahan beranjak dari sofa. “Nggak juga, Mas, baru beberapa menit.”
“Apa kamu baik-baik saja?" Bagas mengusap keringat di kening Lea dan dijawab dengan anggukan.
Tak pelak, interaksi keduanya seketika menjadi tontonan karyawan di kantor itu. Bahkan kini mereka mulai berspekulasi yang tidak tidak.
“Ayo, kita ke ruanganku saja,” cetus Bagas kemudian merangkul pinggang ramping Lea menuju lift.
‘Perutku kenapa mules begini?’ batin Lea sesaat setelah berada di dalam elevator.
Sambil menunggu benda itu terbuka. Lea membenamkan wajah di dada Bagas sambil memegang perutnya menahan sakit.
“Lea,” bisik Bagas sembari mengusap punggung wanitanya tanpa tahu apa yang sedang dirasakan Lea.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Masfaah Emah
d satu sisi aku paling benci sma istri muda Karna aku pernah d selingkuhi d sisi lain kasian jga Lea karna kehamilan nya d racun supaya keguguran jdi bingung aku ma pro ma spa ya ,,? smoga aja Lea selamat 🤲
2024-05-26
1
YuWie
hah..paling malz..klo sesama perempuan sdh dzalim begini dg anugrah yg tak dosa apa2.
2024-04-27
0
Bu Kus
semoga aja gak terjadi pada kandungan nya Lea semoga obatnya mental jahat banget melisa
2024-04-14
0