Poligami Yang Tak Diinginkan
Sudah hampir satu jam Lea menunggu calon suaminya di hadapan pak penghulu untuk mengucapkan ijab qobul.
Akan tetapi, Panji belum juga kembali setelah meminta izin untuk ke kamar hotel satu jam yang lalu.
Pria itu justru meninggalkan hotel sekaligus membatalkan pernikahannya secara sepihak tanpa alasan yang jelas.
Di tengah kekhawatiran Lea, gadis itu tetap bersikap tenang sembari tersenyum kepada pak penghulu juga sang ayah.
“Lea, ini sudah hampir satu jam kita menunggu. Tapi, Panji belum juga kembali, Nak,” tutur Pak Rahmat.
Lea tetap tersenyum memandangi sang Ayah. Gadis itu menarik nafas dalam-dalam kemudian membalas ucapan Pak Rahmat dengan lirih, “Ayah, sepertinya Mas Panji nggak akan kembali.”
“Lea.” Pak Rahmat menatap lekat wajah cantik sang putri dengan perasaan sedih.
“Nggak apa-apa, Ayah, aku baik-baik saja,” ucap Lea dengan tegar. Ia kemudian menatap pak penghulu yang sejak tadi sudah menunggu. Gadis itu meminta maaf lalu meraih mikrofon.
“Para tamu undangan sekalian, sebelumnya saya memohon maaf yang sebesar-besarnya. Sepertinya pernikahan ini nggak akan terlaksana. Dengan berat hati saya menyatakan pernikahan ini terpaksa dibatalkan.”
Selesai mengumumkan pernikahannya batal, suasana ballroom hotel seketika menjadi riuh. Ada yang merasa iba ada pula yang geram dengan calon mempelai pria.
Tak terkecuali orang tua dari Panji yang merasa sangat malu akan sikap sewenang-wenang sang putra.
“Bapak Ibu sekalian, meski pernikahan ini batal, anggap saja kalian sedang menghadiri tasyakuran wisuda saya,” lanjut Lea dengan tegar disertai senyum yang tetap mengembang dibibir.
Selesai berucap ia mempersilahkan para tamu undangan mencicipi hidangan yang telah disediakan oleh pihak hotel.
Dalam suasana riuh, tiba-tiba saja terdengar suara berat nan lantang seorang pria yang membuat seisi ballroom itu kembali hening.
Tak pelak, semua mata tertuju kepada pria itu yang sedang berdiri tegak nan gagah sedang memandangi Lea dari kejauhan.
“Pernikahan ini akan tetap dilanjutkan. Saya yang akan menjadi pengantin pengganti prianya!” tegas pria itu yang tak lain adalah Bagaskara Wardana.
“Pak Bagas,” gumam Pak Rahmat sembari memegang dadanya yang mulai terasa sakit. Memandangi pria itu yang kini sedang berjalan menghampiri dirinya dan Lea.
“Pak penghulu, ganti nama calon suami gadis ini dengan namaku Bagaskara Wardana,” pinta Bagas begitu ia sudah berdiri tepat di samping Lea.
Lea hanya bisa mematung. Lidahnya keluh tak bisa berkata-kata. Menatap pria berkarisma penuh wibawa itu berdiri disisinya. Pikirnya, bagaimana mungkin seorang pria asing tiba-tiba mau menggantikan posisi Panji.
‘Ya Rabb, kenapa perasaanku tiba-tiba nggak enak begini? Seperti ada sesuatu yang mengganjal di hatiku.’
“Lea, duduklah,” pinta Bagas dengan seulas senyum.
‘Bagaimana pria ini tahu namaku? Sedangkan aku sama sekali nggak mengenalnya.’
“Apa kalian sudah siap?” tanya pak penghulu.
“Saya sudah siap lahir dan batin!” jawab Bagas tegas.
Sambil menahan sakit di dada, Pak Rahmat kemudian mengulurkan tangan lalu disambut oleh Bagas. Meski terkesan mendadak, akan tetapi Bagas terlihat benar-benar sudah siap.
“Bagaskara Wardana, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putriku yang bernama Azalea Hestari dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!”
“Saya terima nikah dan kawinnya Azalea Hestari dengan mas kawin tersebut dibayar tunai,” sahut Bagas dengan lantang hanya dengan sekali tarikan nafas.
“Bagaimana para saksi!” tanya pak penghulu.
“Sah!”
“Sah!”
“Sah!” sahut para saksi sekaligus mengucap Hamdallah.
Pak Rahmat kemudian beranjak dari tempat duduk. Menghampiri Bagas lalu memeluk pria itu seraya berbisik lirih, “Bagaimana dengan Bu Melissa? Dia pasti akan sangat marah pada Bapak. Mungkin saja putriku akan menjadi bulan-bulanannya.”
“Pak Rahmat aku bisa mengatasi Melissa. Jadi jangan merasa khawatir begitu,” balas Bagas.
“Pak Bagas, Lea satu-satunya putri saya. Ibunya sudah lama meninggal dan hari ini saya menitipkan Lea pada Bapak.” Pak Rahmat mengatur nafas sambil menahan sakit.
“Tolong jaga Lea baik-baik, sayangi serta cintailah putriku sebagaimana Bapak mencintai serta menyayangi Bu Melissa, serta bersikap adil lah pada keduanya,” pungkas Pak Rahmat.
Begitu selesai berucap, Pak Rahmat akan terjatuh. Namun, dengan sigap Bagas menahan tubuh pria paruh baya itu.
“Pak! Pak Rahmat,” panggil Bagas sedikit panik.
“Ayah! Ayah, bangun, Yah!” Azalea menepuk wajah Pak Radit sambil menangis.
“Sebaiknya kita bawa ke rumah sakit!” cetus Bagas.
.
.
.
Beberapa jam berlalu ....
Tak ada kata yang bisa diucapkan oleh Lea melainkan hanya bisa diam membisu. Bak sebuah tugu, ia mematung dengan pandangan kosong mengarah ke jasad sang ayah yang telah terbujur kaku.
Air matanya terus mengalir merasakan sesak di dada. Pernikahan yang seharusnya berlangsung meriah harus berakhir mengenaskan.
Calon suaminya menghilang entah ke mana, dinikahi oleh pria asing lalu berakhir ditinggal pergi oleh sang ayah. Lengkaplah sudah semua penderitaan Azalea Hestari.
Belum lagi jika gadis itu mengetahui kenyataan yang sebenarnya. Dinikahi sekaligus dipoligami oleh Bagaskara Wardana.
Bagas yang kini sedang berdiri saling berhadapan dengan Lea, memandangi wajah sendu gadis itu.
Ucapan Pak Rahmat beberapa jam lalu seketika membuatnya dilema. Poligami yang tak diinginkan olehnya terpaksa ia lakukan demi sebuah alasan.
.
.
.
Dua Minggu kemudian ....
Pasca menikah sekaligus kehilangan sang ayah di hari yang sama, Lea tampak lebih tegar. Ia pun kini sudah siap kembali bekerja di maskapai penerbangan sebagai pramugari.
Tadinya Lea berpikir jika Bagas benar-benar ikhlas menikahinya. Setelah tahu alasan pria itu menggantikan posisi Panji sebagai suami, Lea cukup terkejut sekaligus kecewa.
Apalagi setelah tahu ia ternyata dipoligami. Bagas mengungkap jika ia ingin menggunakan rahim sang istri muda untuk mengandung benihnya dari Melissa yang mengalami PCOS.
Di ruang tamu, Lea duduk termenung sembari menunggu jemputan. Beberapa jam lagi, ia akan ikut dalam penerbangan menuju ke negara Thailand.
Sejenak Lea memejamkan mata, mengingat kembali ketika Bagas menyentuhnya dalam keadaan mabuk. Sedaya upaya ia melawan namun, pada akhirnya sang pramugari tak berdaya hingga berujung pasrah sekaligus terpaksa.
‘Ya Rabb, apa yang harus aku lakukan? Sepertinya aku butuh waktu untuk mengabulkan permintaan Mas Bagas dan Mbak Melissa.’
Tak lama berselang lamunannya membuyar ketika suara klakson mobil terdengar di halaman rumah. Pikirnya itu adalah mobil jemputan dari bandara.
“Mama Yola, aku berangkat,” pamit Lea seraya mendorong kopernya menuju pintu utama.
“Baiklah, hati-hati ya, Nak,” balas mama Yola dengan lirih sembari menatap nanar ponakannya itu.
Begitu Lea membuka pintu, ia terkejut. Karena yang sedang berdiri dihadapannya saat ini adalah Bagas.
“Lea!”
“Mas Bagas.” Lea menghela nafas sembari menatap sepasang mata milik suaminya.
“Lea, apa kamu akan berangkat? Kenapa nggak memberitahu jika hari ini kamu ikut dalam penerbangan, jadi aku bisa mengantarmu ke bandara.”
“Nggak apa-apa, Mas. Lagian nggak penting juga bagimu.”
“Lea.” Bagas terdiam sejenak. “Lea, aku ingin berbicara sebentar saja tentang ....”
“Tentang pinjam rahim?” sela Lea karena sudah tahu apa yang dimaksud oleh Bagas. Ia menunduk lalu tersenyum miris. “Mas, beri aku waktu untuk memikirkannya. Jika aku sudah siap, aku pasti akan menghubungi kalian.”
Selesai berucap, Lea kembali mendorong kopernya. Akan tetapi dengan cepat Bagas memegang lengan sang istri dengan tatapan yang sulit diartikan.
“Mas.” Lea merubah posisi saling berhadapan dengan Bagas. Menatap lekat wajah sang suami dengan senyum pahit. “Tolong beri aku waktu!”
“Lea, aku nggak bermak ....”
“Mas, aku sangat menghargai niat baikmu menggantikan posisi Mas Panji. Tapi, tanpa sadar kamu telah melukai juga mengecewakan dua hati sekaligus, AKU dan MBAK MELISSA.”
Tak lama berselang mobil jemputan gadis itu pun tiba. Lea melirik sekilas kemudian kembali menatap Bagas.
“Aku berangkat Mas, jaga kesehatanmu, shalatmu serta fokuslah bekerja. Salam buat mama, papa juga mbak Melissa.” Lea kemudian lanjut mendorong koper menuju mobil jemputannya.
Sedangkan Bagas hanya bisa menatap nanar kepergian Lea dengan perasaan hampa.
“Maafkan aku Lea,” ucap Bagas dengan lirih.
...----------------...
PCOS \= Polycystic Ovarian Syndrome, adalah gangguan hormon yang terjadi pada wanita di usia subur. Yaitu gangguan siklus menstruasi yang memiliki kadar hormon androgen yang berlebihan sehingga menyebabkan penderitanya sulit hamil.
Syndrom ini mengakibatkan ovarium atau indung telur memproduksi banyak benjolan kecil yang berisi cairan (kista), sehingga sel telur tidak berkembang sempurna serta gagal dilepaskan secara teratur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Masfaah Emah
aku mampir Thor 💪🏻🙏🏻
2024-05-26
0
NurAzizah504
Hai, Kak. Ceritanya keren. Semoga bisa saling dukung, ya
2024-05-23
2
Astrid Bakrie S
Assalamualaikum santun pagi,ijin mampir ya
2024-05-14
1