RMS 03. Dia Lelaki Menyebalkan

Masih berada dalam mode terkejut, nenek Meri memanduku untuk menuju teras. Nenek Meri mempersilakanku untuk duduk di kursi yang ada di sana.

"Tunggu sebentar ya Mel. Nenek buatkan teh hangat untukmu!"

Aku menganggukkan kepala. "Iya Nek, terima kasih banyak!"

Kulihat nenek Meri berjalan menuju dapur, sedangkan aku dan lelaki yang ternyata bernama Sakha ini hanya sama-sama terdiam, membisu. Sekilas, kulihat lelaki itu sibuk dengan ponsel di tangannya.

Tak selang lama, nenek Meri kembali datang. Kali ini, ada sebuah nampan yang berisikan tiga cangkir teh hangat dan satu piring kudapan.

"Ayo Mel, di minum. Mumpung masih hangat!" ucap nenek Meri mempersilahkan.

"Iya Nek!"

"Kamu juga Kha, minumlah teh hangat ini agar tubuhmu jauh lebih rileks. Sejak pulang dari taman kota tadi, Nenek lihat kamu lebih sering uring-uringan sendiri!"

"Nanti Nek. Sakha masih malas untuk minum!"

Aku hampir saja tersedak mendengar ucapan nenek Meri yang mengatakan jika Sakha uring-uringan setelah pulang dari taman kota. Tapi sudahlah, aku tidak mau memikirkan akan hal itu.

Aku memilih untuk menyeruput teh buatan nenek Meri ini. Entah mengapa teh buatan nenek Meri ini terasa begitu nikmat, padahal di rumah aku juga sering dibikinkan teh oleh mama, tapi rasanya tidak senikmat buatan nenek Meri. Tak ingin menunggu terlalu lama, aku mulai menikmati teh ini perlahan.

Otot-otot yang sebelumnya terasa begitu tegang karena berjumpa lagi dengan lelaki menyebalkan  perlahan mulai mengendur dan melemas. Harum aroma olahan daun teh yang berpadu dengan bunga melati ini seakan benar-benar bisa mengembalikan mood ku.

Mood yang sebelumnya begitu berantakan karena pertikaian dengan Sakha, kini seakan menguap begitu saja. Tapi tetap saja, aku masih menyimpan rasa kesal terhadap lelaki ini.

"Ya Tuhan, ternyata kalian tadi sudah bertemu terlebih dahulu? Ahahahaha ... Nenek benar-benar tidak menyangka."

Aku mendengar nenek Meri tertawa terbahak setelah aku menceritakan sekilas tentang pertemuanku dengan Sakha di taman kota. Entah apa yang ditertawakan oleh nenek Meri, padahal aku merasa tidak ada yang lucu. Bahkan kesan pertama yang tertinggal sungguh mengesalkan sekali.

Aku kembali meletakkan cangkir di atas meja sambil menunggu respon apa yang diucapkan oleh lelaki menyebalkan ini. Sakha hanya nampak mengendikkan bahu masih sambil sibuk dengan ponsel di tangannya. Dari suara yang sayup-sayup terdengar, aku bisa menebak jika lelaki ini sedang bermain game cacing.

Ckkckkckkk ... Dasar. Kelihatannya saja garang, tapi mainannya game cacing.

"Iya Nek, gadis ini yang tadi Sakha ceritakan bahwa dia berjalan tidak melihat keadaan sekitar dan tiba-tiba menabrak Sakha."

Sakha berujar dengan santai sembari memainkan ponselnya. Wajahnya terlihat begitu puas saat melihat layar gawai itu. Entah apa yang terjadi, mungkin cacing yang ia mainkan mendapatkan banyak makanan atau mungkin dapat melilit musuhnya. Atau mungkin mendapatkan magnet yang bisa menarik makanan yang begitu banyak dari sekelilingnya.

Sedangkan aku terkejut dong, mendengar ucapan Sakha. Bisa-bisanya ia langsung mengeluarkan kata-kata itu dan menyalahkanku. Padahal bukan seperti itu kejadiannya.

"Apa kamu bilang? Aku yang menabrakmu? Jelas-jelas kamu yang jalan tidak memakai mata. Kamu yang lebih dulu menabrakku. Bukan aku!"

Mendengar aku sedikit berteriak membuat Sakha menggeser pandangannya ke arahku. Lagi-lagi ia tersenyum sinis.

"Berisik!"

"Issshhhhh ... Kamu ini!"

Aku sungguh tidak terima jika diperlakukan sebagai pihak yang bersalah atas tragedi boba sore tadi. Bahkan aku sampai melotot ke arah Sakha sebagai isyarat bahwa aku tidak terima dituduh seperti itu. Karena yang bersalah adalah Sakha, bukan aku.

"Kamu juga jalan tidak memakai mata. Kalau kamu fokus dengan keadaan sekitar, seharusnya kamu langsung menghindar ketika sadar bahwa aku akan menubrukmu. Tapi yang terjadi apa? Kamu malah terus berjalan tanpa melihat ke arah depan!"

"Dasar lelaki, maunya menang sendiri. Jelas-jelas kamu yang salah. Bukan aku. Kalau kamu tahu di depanmu ada orang, seharusnya kamu yang menghindar dong. Kamu pasti juga tidak fokus melihat ke arah depan kan?"

Aku terlihat berapi-api menyalahkan lelaki ini. Bagaimana tidak berapi-api jika emosi dalam diri sudah benar-benar berkobar besar sekali. Bisa-bisanya hanya aku yang disalahkan.

"Tidak bisa. Jelas kamu yang bersalah!"

"Tidak, bukan aku. Tapi kamu!"

Aku tidak ingin kalah berdebat dengan lelaki ini. Biasanya lelaki yang jauh lebih bisa mengalah, ini yang ada justru sebaliknya. Sakha benar-benar terlihat keras kepala seperti para gadis yang sedang PMS yang tidak mau disalahkan.

Kulihat Sakha berdiri dan menunjuk-nunjuk ke arahku. "Kamu yang salah!"

Merasa harga diriku diinjak, aku pun turut bangun dari posisiku. Tak ingin kalah, aku pun ikut menunjuk-nunjuk ke arah lelaki ini.

"Kamu!"

"Kamu!"

"Kamu!"

"Kamu!"

"Kamu!"

Nenek Meri yang melihat adegan saling melempar kesalahan ini hanya bisa tergelak. Berkali-kali wanita berusia senja ini menatapku dan Sakha secara bergantian.

"Hahahaha sudah, sudah, sudah. Kalian ini baru pertama kali bertemu masa terlibat dalam permusuhan. Itu tidak bagus, tahu. Ayo duduk lagi!"

Pada akhirnya, aku dan Sakha sama-sama duduk kembali. Kuhirup udara dalam-dalam dan ku hembuskan kasar. Sungguh sangat menyebalkan lelaki ini.

"Ya gimana tidak terlibat dalam permusuhan, Nek? Cucu Nenek ini yang menyebalkan. Dia yang tidak mau disalahkan!"

Aku berujar untuk membela diri. Masih ingat bukan bahwa dimana-mana wanita itu selalu benar? Dan lelaki lah yang patut disalahkan? Ini yang coba untukku perjuangkan. Bahwasanya wanita itu tidak pernah salah.

"Eh, eh, eh .... tidak bisa. Kamu yang salah. Sekali kamu tetap kamu!"

"Jelas kamu yang salah!" teriakku. Mungkin urat-urat di leherku ini sudah mulai terlihat.

Nenek Meri memijit pelipis. Sepertinya beliau begitu kewalahan menghadapi tingkah kekanakanku dan juga Sakha.

"Sakha ... sudah. Kamu ini lelaki, masa tidak mau mengalah untuk mengakui kesalahanmu?"

Aku bersorak gembira dalam hati. Pada akhirnya nenek Meri membelaku. Ucapan nenek Meri benar-benar bisa membuat Sakha kicep dan berhenti mengoceh lagi.

Aku tertawa girang dan penuh kemenangan di hadapan Sakha. Nenek Meri jelas membelaku karena beliau paham bahwa kaumnya ini tidak patut untuk disalahkan.

Sekilas, aku melirik ke arah Sakha yang kebetulan ia juga tengah menatapku dengan tatapan yang dipenuhi oleh kebencian. Namun bodo amat. Aku tidak perduli. Bahkan aku sempat menjulurkan lidahku sebagai bentuk ejekan kepada lelaki ini. Apapun situasinya, aku tetaplah pemenang karena dibela oleh nenek Meri.

"Tapi Nek, dia yang ...."

"Kamu juga Mel. Jangan terlalu dibuat ribet perkara kecil seperti ini. Daripada kamu ikut ngotot menyalahkan, lebih baik kamu diamkan saja Sakha. Daripada berebut benar ada baiknya kalian berebut salah. Dengan begitu suasana tenang, damai, akan selalu ada di sekitar kita, paham?"

Aku benar-benar terhenyak mendengar ucapan nenek Meri. Senyum yang sebelumnya terbit di bibir, kini tiba-tiba menghilang tak berbekas.

Baru saja aku dilambungkan tinggi oleh nenek Meri karena membelaku, eh tiba-tiba aku terhempas jatuh ke dasar bumi karena nenek Meri juga ikut memberiku wejangan dan nasihat. Akupun hanya bisa tersenyum kikuk dibuatnya.

"Hahaha baru saja bangga karena tidak disalahkan oleh nenek, ternyata kamu juga disalahkan juga. Rasain kamu!"

Aku melebarkan bola mataku. "Kamu!"

"Sudah, sudah. Melihat kalian ribut seperti ini hanya membuat Nenek pusing saja. Sekarang kalian bersalaman. Saling memaafkan."

Aku dan Sakha sama-sama terdiam. Sepertinya kami memang tidak ingin untuk berdamai. Maka dari itu tangan kami sama-sama kami sembunyikan di sela paha.

"Sakha .... Amel .... ayo salaman. Nenek tidak ingin melihat kalian saling bermusuhan lagi. Ayo lekas salaman!"

Meski terasa berat, namun aku mencoba untuk mengulurkan tanganku. Kulihat Sakha pun juga turut mengulurkan tangannya. Dan kamipun bersalaman. Sorot mata kami saling beradu dan sama-sama sinis. Meskipun kami telah bersalaman, namun aku merasa permusuhan ini masih akan tetap berlanjut entah sampai kapan.

.

.

.

Terpopuler

Comments

☠ᵏᵋᶜᶟբɾҽҽթαlҽsԵíղαKᵝ⃟ᴸ𒈒⃟ʟʙᴄ

☠ᵏᵋᶜᶟբɾҽҽթαlҽsԵíղαKᵝ⃟ᴸ𒈒⃟ʟʙᴄ

duhhh mas shaka mbok ya ngalah sama perempuan toh mas ingat mas perempuan kn gk prnah salah krn adanya MASalah bkn MBAKsalah🤧

2024-02-29

0

Song Wagyu

Song Wagyu

bakalan satu sekolah nih mereka😂

2024-02-27

0

novi²⁶

novi²⁶

tengkar terusss.. lama2 jadian 🤣

2024-02-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!