RMS 02. Bertemu Lagi

Benar-benar lelaki tak bertanggung jawab. Awas saja, kalau aku sampai bertemu lagi dengannya. Akan aku cubit perutnya hingga ia memekik kesakitan.

Aku tiada henti mengumpat lelaki itu sambil mengayuh sepeda yang aku naiki. Selepas bertemu dengan si lelaki menyebalkan, aku bergegas ke parkiran untuk mengambil kendaraanku dan saat ini, aku berada di perjalanan pulang masih dengan suasana hati yang dipenuhi oleh kekesalan.

Bagaimana tidak kesal, aku yang bermaksud untuk healing yang terjadi malah pusing tujuh keliling. Boba tidak diganti eh aku malah diminta untuk mengganti pakaian yang ia kenakan karena basah. Bukankah itu sinting?

Haduuhhhh ... sekarang aku harus bagaimana? Jika sekarang aku pulang dalam keadaan pakaian basah seperti ini papa dan mama pasti akan tahu kalau aku diam-diam meminum boba. Bisa-bisa aku dihukum meminum ramuan serjanis (sereh, jahe, jeruk nipis) selama dua bulan berturut-turut karena ketahuan. Dan hukuman itu pasti akan sangat menyiksa bagiku.

Saat ini tidak ada yang dapat aku lakukan selain merapalkan doa, semoga Tuhan menjauhkanku dari amukan papa dan mama. Atau setidaknya pakaian ini segera kering sehingga papa dan mama tidak melihat jejak-jejak aku jajan boba.

Sembari mengayuh sepeda, aku memutar otak untuk mencari cara agar bisa mendapatkan jalan keluar. Aku melihat ke arah sekitar. Di mana berjajar pohon-pohon trembesi di sisi ruas jalan. Meskipun aku tidak hidup di pedesaan namun jalanan di kotaku ini cukup sejuk dan asri.

Ahaaaa .... mengapa aku tidak mampir ke rumah nenek Meri dulu saja? Jika aku mampir ke rumah nenek Meri bukankah aku bisa sekalian menunggu bajuku kering? Oh Tuhan, terima kasih karena Engkau menganugerahiku otak yang begitu encer seperti ini.

Setelah sekian waktu berkutat dengan pikiranku sendiri akhirnya senyum lebar terbit di bibirku. Aku teringat akan satu hal yang aku rasa bisa menjadi jalan keluar dari keadaan ini.

Pada akhirnya, aku mengarahkan laju sepedaku ke arah rumah nenek Meri. Ditambah lagi, sudah lama juga aku tidak menjenguk dan mengunjunginya. Jadi, tidak ada salahnya jika aku bertandang ke rumah beliau bukan? Oke, tekadku semakin bulat untuk bertandang ke kediaman nenek Meri.

Sepuluh menit kemudian, aku tiba di rumah wanita berusia senja ini. Ku letakkan sepeda yang aku naiki di pagar putih dari kayu yang menjadi ciri khas rumah wanita berusia senja ini. Dan aku mulai menjejakkan kaki, menyusuri halaman rumah nenek Meri untuk masuk ke bagian teras.

Keningku sedikit mengernyit kala menyaksikan suasana rumah nenek Meri yang nampak begitu sepi.

Biasanya di sore hari seperti ini, beliau sering duduk-duduk santai di halaman depan, tapi sore ini beliau tidak terlihat sama sekali.

Kemana perginya nenek Meri? Apa karena sudah lama tidak mengunjunginya membuatku tidak mengerti kebiasaan baru yang dilakukan oleh nenek Meri? Namun daripada aku larut dalam spekulasi-spekulasi yang belum tentu kebenarannya, aku pun memilih untuk mengetuk pintu rumahnya.

"Nek ... nenek Meri! Amel datang Nek. Nek ... Nenek!"

Aku menyerukan nama nenek Meri sambil mengetuk pintu rumah beliau. Hening, tidak ada jawaban sama sekali. Aku mencoba untuk mengulang kembali memanggil nama nenek Meri. Tapi sama saja tidak ada sahutan dari dalam sana. Aku membuang napas sedikit kasar, jika sudah seperti ini mau kemana lagi tujuanku.

Aku mengitari tiap bagian rumah nenek Meri. Dari arah teras tidak ada sahutan, aku mencoba untuk ke arah samping yang aku rasa itu adalah kamar pribadi nenek.

"Nek, nenek Meri!"

Lagi, tidak ada sahutan dari si pemilik rumah. Aku hampir menyerah namun aku mencoba untuk ke satu tempat lagi. Ya, bagian dapur.

Sampai di bagian belakang rumah, akupun mendapatkan hal yang sama, tidak ada sahutan sama sekali. Aku menyerah. Aku rasa nenek Meri memang sedang tidak ada di rumah.

Akhirnya aku memilih berjalan ke arah ayunan dari kayu yang berada di bawah pohon mangga sambil memikirkan apa yang harus aku lakukan sekarang. Apakah iya aku harus bersepeda berkeliling kota sampai bajuku ini kering dan tidak meninggalkan bekas boba sedikitpun? Huh, ini semua gara-gara lelaki itu yang hanya membuatku kerepotan seperti ini.

Kudaratkan bokongku di atas ayunan. Perlahan aku ayunkan tubuhku. Mungkin ada baiknya aku tetap berada di rumah ini sampai pakaianku kering. Meskipun si pemilik tidak sedang berada di rumah.

Pikiranku yang melayang entah kemana tiba-tiba terusik setelah kudengar deru suara mesin mobil yang masuk ke halaman rumah nenek Meri. Aku menoleh ke arah sumber suara. Tak selang lama, mobil itu berhenti dan nampak seorang wanita berusia senja keluar dari sana.

"Amel?"

Wajahku berbinar dan aku tersenyum lebar karena orang yang aku nanti akhirnya datang juga. Aku beranjak dari posisi duduk di ayunan dan berlari ke arah nenek Meri.

"Nenek!!!" ucapku sambil berhamburan di pelukan nenek Meri.

Kurasakan nenek Meri mengusap rambut sebahuku. Inilah yang aku sukai dari nenek Meri. Beliau ini selalu memperlakukan aku sama seperti cucu kandungnya sendiri.

"Ya ampun, Nenek tidak tahu kalau kamu akan datang kemari, Nak. Maafkan Nenek ya. Apakah kamu sudah lama menunggu?"

Nenek Meri merenggangkan pelukannya. Ia menyelipkan anak-anak rambutku yang berantakan di belakang telinga. Dan aku menggeleng pelan.

"Belum Nek, Amel baru saja tiba di sini." Aku sejenak menjeda ucapanku dan aku tatap lekat mobil yang ada di dekat sepedaku itu. "Oh iya, Nenek dari mana? Dan pergi dengan siapa?"

Aku sedikit heran karena yang aku tahu, nenek Meri ini hidup sendiri di rumah ini. Namun sekarang, beliau pergi naik mobil dan diantar oleh seseorang? Aku jadi semakin penasaran, siapa orang yang pergi bersama nenek Meri ini? Apakah ia anaknya? Menantunya atau siapa?

"Nenek pergi dengan cucu Nenek yang baru saja pindah dari Surabaya, Nak. Oh iya Nenek kenalkan kamu dengan cucu Nenek, ya. Nenek rasa kalian bisa menjadi teman baik."

Dahiku berkerut kala mencoba mencerna perkataan nenek Meri ini. Menjadi teman baik? Apakah mungkin cucu nenek Meri ini sama-sama perempuan dan sebaya denganku?

Kulihat nenek Meri berbalik badan. Beliau mencoba untuk memanggil sang cucu yang sedari tadi masih berada di dalam mobil.

Aku sedikit keheranan dengan sikap cucu nenek Meri ini. Benar-benar sombong, masa iya sedari tadi ia berada di dalam mobil, sedangkan nenek Meri sudah keluar? Seperti apa sih dia sampai enggan turun dari mobil?

"Sakha .... turunlah, Nenek kenalkan kamu dengan cucu Nenek yang cantik ini."

"Apa sih Nek? Sakha sudah kenal dengan perempuan itu dan menurut Sakha dia tidak cantik tapi menyebalkan!"

Aku terperanjat saat mendengar ucapan cucu nenek Meri yang terdengar begitu tajam di telinga. Ternyata dia seorang laki-laki dan dia bilang apa? Dia mengenalku? Memang aku pernah kenal dia di mana?

Heran, bisa-bisanya dia mengigau di sore hari seperti ini. Dan bisa-bisanya dia mengatai aku menyebalkan? Tahu darimana dia?

"Sakha ... Nenek bilang keluar! Kalau tidak, Nenek sunat lagi kamu!"

Aku sedikit terkikik geli mendengar ancaman nenek Meri. Kira-kira berhasil atau tidak ya ancaman beliau? Namun, tak selang lama aku mendengar lelaki itu membuka pintu mobil. Ia keluar dan buru-buru aku menautkan pandanganku ke arahnya.

"Kamu?!" pekikku.

Betapa terkejutnya aku saat kembali bertemu dengan lelaki yang tidak asing ini. Seorang lelaki menyebalkan yang sudah membuatku basah karena boba di taman kota tadi.

.

.

.

Terpopuler

Comments

mama Al

mama Al

aku mampir kak Rasti

2024-03-08

1

mama Al

mama Al

takdirmu di tangan othor

2024-03-08

0

Song Wagyu

Song Wagyu

dari musibah jadi jatoh cintaahhhh🤪

2024-02-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!