Keesokan harinya
Zayn datang dengan diantarkan sopir dalam mobil mewah. Tentu saja tak lupa membawa buket bunga di tangannya.
Ternyata mobil tidak bisa masuk ke gang arah rumah gadis itu, dan mobil hanya bisa parkir mobil di tepi jalan utama kampung itu. Setelah bertanya-tanya pada orang di sekitar, Zayn di tunjukkan rumah itu berada tetapi Zayn harus berjalan melewati gang sempit. Dengan jijik dipandanginya lumpur di sepatu mahalnya, dia akan membuang sepatu ini, putusnya jengkel. Karena memang sepertinya semalam habis hujan, jadi kondisi jalanan di gang itu ada genangan air.
Rumah itu biasa dan sederhana, tidak terlalu kecil juga tidak terlalu besar, terletak di ujung gang. Dengan pagar di depannya, dan banyak tumbuhan seperti bunga-bunga di dalam pot juga pohon mangga yang tidak terlalu besar di bagian depan.
Zayn melihat seseorang memegang selang air dan sedang menyirami tanaman di depan rumah itu. Ketika Zayn mengucapkan permisi didepan pintu, seorang gadis remaja, mungkin usianya beberapa tahun di bawahnya muncul di ruang tamu dan menatapnya curiga.
Gadis itu cantik, itu yang Zayn pikirkan pertama kali melihatnya. Cantik, dengan tatapan mata yang cerdas, dan meskipun hanya berpakaian sederhana, tetap saja tidak bisa menahan keterpesonaan Zayn.
"Siapa?" tanya gadis itu hati-hati.
Zayn memasang senyumnya yang paling mempesona, selama ini banyak perempuan yang mengejarnya. Dia tidak pernah meragukan pesonanya. "Saya Zayn Sahasya, sorry, saya baru bisa datang kesini. Saya baru saja pulang dari Singapura setelah menjalani perawatan medis karena luka setelah kecelakaan itu."
Setelah kalimat itu, Zayn bahkan tidak bisa mengingat dengan jelas apa yang terjadi. Dan yang bisa diingatnya adalah jeritan histeris penuh kemarahan sang gadis. Membuat para tetangga berdatangan untuk memisahkan mereka karena sang gadis tiba-tiba menyerangnya dengan tamparan bertubi-tubi. Bunga-bunga berserakan dan hancur, dan ancaman penuh kebencian keluar dari mulut gadis kecil itu.
"Jangan pernah kau menampakkan wajahmu di mukaku. Kau itu hanyalah manusia hina yang bersembunyi di balik kekuasaan keluargamu. Dasar manusia pengecut, tidak bertanggung jawab! Kau pikir nyawa manusia bisa diganti semudah itu dengan uang? Keluargaku memang tidak kaya, tapi kami punya harga diri! Jadi sebelum kau bisa menunjukkan kalau kau punya harga diri, jangan berani-berani menunjukkan mukamu di depanku! Dasar manusia angkuh dan tidak tahu diri. Pergilah dari rumahku, atau aku yang akan menghajarmu!" teriak gadis itu dengan penuh kemarahan kepada Zayn.
Hari itu, Zayn diberitahu oleh seorang tetangga, bahwa ibu gadis itu jatuh sakit karena tak kuat menahan kepedihan, meninggal seminggu dalam kondisi sakit parah, menyusul suaminya. Hari itu, Zayn menyadari, bahwa perbuatannya telah menghancurkan hidup sebuah keluarga. Zayn pulang dengan kondisi hancur dan penuh penyesalan.
Saat sampai di rumah, langkahnya lunglai. Dan memandang sedih ke arah keluarganya yang sedang berkumpul di ruang tengah. Ada Mommynya, Amamnya yaitu Cahya, dan juga Omanya.
Zayn menangis dalam pelukan Gienka. Dan menceritakan apa yang tadi di alaminya saat datang ke rumah gadis itu
"Mereka sama sekali tidak mau menerima uang tunjangan dari kita Zayn, itulah yang mengganjal di hati Mommy." Gienka menatap Zayn sedih dan menyeka air mata sang putra. Ini pertama kalinya dia melihat Zayn menangis di usia remajanya. Dan Zayn terlihat menyesal sekali.
"Gadis itu membenciku Mom, Amam, Oma. Baru kali ini aku menerima tatapan kebencian seperti itu."
Zayn masih terpekur shock dengan kejadian yang baru di alaminya. Sang Mommy hanya menatapnya sedih, begitu juga dengan Amam nya dan Omanya.
"Gadis itu kehilangan ayahnya dengan tragis, dan ibunya pula, apalagi yang bisa dilakukannya selain menumpahkan kebencian kepadamu, penyebab semua ini? Meski kami tahu bahwa semuanya tidaklah sepenuhnya kesalahanmu."
"Dia sebatang kara, dan dia tidak mau menerima bantuan dari kita, lalu Zayn harus berbuat apa, Mom?"
Gienka menatap Zayn dengan kebijaksanaan yang diperolehnya dari pengalaman hidupnya bertahun-tahun. "Mungkin kau harus memulainya dari dirimu sendiri dulu Zayn," gumam Gienka kemudian tersenyum pada putranya itu sembari membelai wajah Zayn.
★★★
"Mau sampai kapan kau akan duduk dengan tatapan kosong seperti itu Zayn!" suara Lexia memecahkan keheningan, hampir membuat Zayn berjingkat karena kaget. "Melamun lagi ya? Akhir-akhir ini kebiasaanmu melamun semakin parah. Aku sudah selesai dan tinggal membayarnya saja. Ayo, aku juga lapar sekali kita cari makan."
Zayn menarik napas lalu beranjak dari sofa, berdiri dan melihat kakaknya memegang belanjaannya, "Ayo, bayar belanjaanmu," gumam Zayn kemudian dia pergi ke tempat pembayaran dan mengeluarkan black card dari dompetnya.
"Biar aku membayar sendiri," ucap Lexia menahan lengan adiknya yang akan memberikan kartu kepada kasir.
Zayn tersenyum. "Sudah lama aku tidak mentraktir dan membelanjakanmu. Kali ini biarkan uangmu utuh."
Lexia juga tersenyum. "Baiklah kalau kau memaksa. Apa boleh buat."
"Totalnya 257.649.455 rupiah." ucap kasir itu dan Zayn hanya menganggukkan kepalanya. Dia tidak terlalu terkejut dengan harga barang yang di beli kakaknya, ada tas, sepatu dan beberapa pakaian juga sebuah dompet. Bagi Zayn tidak masalah, toh tidak setiap hari kakaknya bersamanya mengingat kakaknya bekerja di Amerika. Dan kesini jika liburan saja.
setelah membayar semua belanjaan Lexia, Zayn pun pergi dengan kakaknya ke area food court di lantai bawah untuk makan. Zayn juga merasa lapar sekali setelah pergi ke kampurls Freya dan mengantar Lexia berkeliling dan berbelanja.
Mereka masuk ke sebuah restoran dan memesan makan serta minum. Lalu mereka menunggu makanan itu datang. Zayn duduk dan kembali terdiam. Zayn memandang kosong ke arah depan. Lexia menatap adiknya seksama, lalu tatapannya berubah penuh sayang. Kejadian kecelakaan itu sudah lama, tetapi adiknya menanggung beban rasa berdosa itu di pundaknya tanpa henti. Hingga seolah-olah Zayn sudah lupa bagaimana caranya tersenyum.
"Aku sayang padamu Zayn, aku tidak tahan kalau kau terus-terusan dalam kondisi seperti ini."
Zayn terdiam dan melirik ke arah Lexia, tetapi memilih tidak menanggapi.
"Dia sudah lulus kuliah, nilainya bagus, dia pasti akan diterima di perusahaan yang juga telah susah payah kau siapkan untuknya." Lexia menatap Zayn penuh arti, lalu mendesah ketika Zayn tidak mengatakan apa-apa, "Bukankah ini waktunya kau untuk berhenti?"
"Berhenti apa?" Zayn mengernyit.
"Berhenti memikul tanggung jawab ini seolah-olah kau tidak akan pernah termaafkan."
Zayn mengepalkan tangannya, "Aku memang tidak akan pernah termaafkan kak," gumamnya dengan sedih.
"Kejadian itu sudah lama berlalu, gadis itu bahkan mungkin sudah kehilangan kesedihannya dan menjalani hidup dengan bahagia Zayn."
Zayn mengernyit menggelengkan kepala, membantah apapun yang berusaha diucapkan oleh kakaknya.
"Tidak kak. Aku yang merenggut semua kebahagiaannya. Akulah penyebab semua itu terjadi. Sebelum semua bisa aku kembalikan kepadanya dalam kondisi utuh, aku tidak akan berhenti."
"Kau itu menyedihkan." Lexia menatap adiknya dengan pandangan jengkel, merasa seperti kaset yang rusak karena mengulang-ulang kalimatnya terus-menerus, "Aku berdoa semoga suatu saat nanti gadis itu tahu, siapa yang berada dibalik hidupnya yang berjalan dengan begitu mudah selama ini",
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments