"Non, astagfirullah.. Itu, hidung non keluar darah.." Pak tono histeris saat melirik dari spion dalam mobil ada darah mengalir dari lubang hidung rania..
Rania juga terkejut namun sedetik kemudian dia langsung berpura pura tenang.. "Maaf, minta tisu pak.." rania menadahkan tangan sambil mendongakkan kepala nya ke atas agar darah itu tidak menetes kemana mana..
Pak tono menarik beberapa lembar tisu lalu segera memberikan nya pada rania..
Rania membersihkan darah segar itu dengan cekatan, seakan hal itu sudah biasa terjadi..
"Pak, jangan kasih tau ibu dan ayah, ya. Apalagi kak vino..." seru rania setelah darah itu berhenti mengalir...
"Iya, non.." Jawab pak tono dengan nada sedih..
"Janji ya, pak..??"
Pak tono mengangguk pelan, "Iya, janji, non.."
Pukul 3 sore kurang 15 menit rania sudah tiba di rumah. Sama seperti hari sebelum nya, kedua orang tua rania belum pulang karena biasanya mereka baru kembali saat jam makan malam. Sementara kak vino, tak pernah jelas pulang nya kapan. Dan rania memang sudah biasa di rumah sendirian.
"Non, udah pulang ??" si bibi langsung menyambut kedatangan anak majikan nya,
Rania tersenyum sambil membuka sepatu nya,
"Mau makan sekarang atau nanti malam bersama bapa sama ibu, non ran ??"
"Aku sudah makan, bi. Nanti aja makan malam bareng yang lain.."
Setelah mengatakan itu, rania segera masuk ke dalam salah satu kamar yang di pintu nya tergantung sebuah papan nama dengan dekorasi bunga sakura...
Rania Mauren Bagaskara...
Itulah nama yang tertera di pintu kamar nya. Papan nama itu sudah ada sejak lama, sejak gadis itu masih duduk di bangku sekolah menengah pertama...
Setelah membersihkan diri dan berpakaian, rania duduk di kursi meja riasnya..
Rania membuka botol kecil yang berisi pil pil yang biasa di minum nya..
Gadis itu tersenyum getir, dalam batin nya terus bertanya, sampai kapan hidupnya tergantung pada obat obatan itu. Tak bisakah sehari saja rania tidak meminumnya, bahkan sewaktu tadi siang rania telat meminum nya saja efeknya langsung terlihat, dia selalu mimisan seperti itu...
Glek!
Sekali lagi obat itu masuk ke tenggorokan nya...
Mata rania mulai berkaca kaca mengingat ini sudah tahun ke lima dia menjalani pengobatan. Tubuh nya semakin hari semakin kurus, terlihat seperti tulang yang menggerogoti kulit.
Beruntung rania terlahir dari keluarga yang cukup berada. Jika tidak, mungkin saja maut sudah menjemputnya sejak lama karena dirinya harus menghentikan pengobatan.
Ada rasa sedih dan kecewa pada diri nya sendiri. Melihat kedua orang tuanya banting tulang setiap hari hanya untuk membiayai pengobatan nya. Terlebih kini kak vino pun selalu menyisihkan penghasilan nya untuk membantu ibu dan ayah membeli obat obatan sang adik yang harga nya tak bisa di bilang murah...
Dulu, saat pertama kali penyakit itu terdeteksi, rania pernah mengatakan untuk tidak perlu menjalani pengobatan. Apapun yang akan terjadi kedepan itu sudah suratan takdir dari yang Maha Kuasa. Namun mana ada orang tua di dunia ini yang tega membiarkan anak nya mati secara perlahan, begitu pun kedua orang tua rania, mereka mengusahakan apapun yang mereka bisa untuk kesembuhan rania.
Kanker Hati...
Ya. Rania di diagnosis terkena kanker hati di usia nya yang masih remaja. Sebenarnya menurut penuturan dokter pada waktu itu, penyakit tersebut bawaan sejak dia lahir, namun ternyata baru terdeteksi ketika rania mengalami demam parah saat dia masih kelas 3 SMA...
Sampai detik ini kedua orang tua rania masih mencari pendonor hati yang cocok dengan hati sang putri. Bahkan kedua orang tua dan kak vino sekalipun tak memiliki kecocokan.
Entah sampai kapan rania menunggu mukjizat itu datang. Bahkan saat dulu menjalani pengobatan ke luar negeri pun tak ada orang yang memiliki hati yang cocok agar bisa di transplantasi pada rania.
Saat ini rania hanya bisa pasrah. Menyerahkan diri sepenuhnya pada takdir...
🌿
Sebulan sudah rania menjalani hidup normal nya kembali sebagai seorang mahasiswa. Sejak pertemuan pertama mereka, rania dan eliza semakin akrab dan kini menjadi sahabat baik.
Meski terpaut usia 4 tahun, eliza masih 18 tahun sementara rania sudah 22 tahun, namun percakapan mereka tetap nyambung. Banyak hal yang menjadi kesamaan di antara keduanya..
Namun persamaan yang paling menonjol ialah kedua gadis itu sama sama belum pernah berpacaran.
Mereka sama sama takut untuk memulai hubungan. Rania takut membuat kecewa, sementara eliza, gadis itu takut di kecewakan.
Eliza berkaca pada hubungan om nya, dia tidak mau sampai kisah cinta om aldo terjadi pada nya. Meski begitu, eliza masih menjadi sosok yang mudah tertarik pada lawan jenis. Hanya saja tak berani untuk melangkah lebih jauh dan menjalani hubungan.
"Ran, tugas dari Pak Heru di kerjain di rumah gue, yuk..??" Eliza mengajak rania untuk ke rumah nya. Bukan tanpa alasan, sejauh ini eliza melihat rania tergolong siswa yang pintar, rania selalu bisa menjawab pertanyaan pertanyaan dari para dosen. Dan eliza tentu ingin belajar pada rania, semoga saja berteman dengan rania, eliza jadi ketularan pintarnya...
"Aduh, gimana, ya..." Rania bingung, pasalnya dia tidak pernah keluar rumah selain untuk kuliah dan pergi bersama kedua orang tua atau dengan kak vino..
"Ayolah, ran.. Gue gak ngerti sama tugas nya. Ajarin gue dong.. Plissss..." Eliza bergelayut manja di lengan rania, memohon pada sahabatnya agar mau mengerjakan tugas bersama.
"Yaudah, gue coba izin dulu ya sama nyokap.." Rania mengeluarkan ponsel nya, lalu menekan tombol hijau di kontak sang ibu..
"Halo, nak ? Ada apa ??" Saat sambungan itu terhubung, ibu dina langsung bicara
"Bu, ran mau minta izin. Boleh nggak ran ngerjain tugas kuliah di rumah temen ??" dari suara nya, rania tampak ragu, dia tidak yakin ibu nya akan mengizinkan..
"Di rumah siapa ? Pak tono bukan nya sudah jemput kamu ??"
"Ya, bu. Pak tono udah ada di depan gerbang. Gimana, bu ? Boleh atau nggak ??" tanya rania lagi, tak enak melihat wajah eliza yang penuh harap.. "Ran ngerjain tugas di rumah Eliza, bu. Ibu tau kan eliza, yang pernah ran ceritain sama ibu..."
"Oh, ya sudah. Tapi jangan pulang terlalu larut ya, nak. Maksimal jam 7 malam sudah di rumah.." Ibu akhirnya mengizinkan setelah rania menyebutkan nama Eliza. Meski belum pernah bertemu dengan gadis itu, namun dari cerita rania, ibu tau bahwa eliza gadis yang baik dan instingnya mengatakan eliza tak akan membawa pengaruh buruk pada sang putri.
"Makasih, bu. Yaudah, ran langsung berangkat sekarang, ya.." Suara rania berubah antusias, gadis itu pasti bahagia bisa keluar rumah selain dengan anggota keluarga nya..
"Iya, sayang. Sama sama. Tapi ingat, obat nya jangan sampai lupa di minum, ya.."
"Okay, bu. Ran nggak akan lupa minum obat..."
Setelah mengatakan itu dan berpamitan, sambungan itu pun terputus.
Namun eliza yang mencuri dengar percakapan tersebut jadi bertanya tanya dalam hati nya, obat apa yang di maksud dalam percakapan rania dengan ibu nya. Apa rania sedang sakit, tapi eliza tidak enak untuk menanyakan nya...
"Nyokap gue udah izinin. Ayo berangkat sekarang.." Rania hendak mengajak eliza untuk naik ke mobil nya, namun eliza menahan tangan rania..
"Ih, om gue udah di jalan.. Nanti dia tantrum lagi kalau gue balik duluan nggak nungguin dia.."
"Astaga!! Om lo itu kerja nya apa sih, kayanya seminggu bisa dua kali jemput elo, el ??" Rania menggelengkan kepala nya, penasaran sekaligus heran. Status om aldo itu beneran om nya eliza atau supir pribadi nya eliza, sih...
"Om gue itu punya perusahaan Konstruksi, Abimanyu Group yang ada di kalimantan. Nah sekarang tuh dia lagi ngambil cuti, dua sampai tiga bulan gitu selama setahun, jadi dari pada dia diem mulu di rumah, mending gue suruh aja dia jemput gue.." Eliza menjelaskan panjang lebar, padahal sebenarnya rania tak ingin tau sebanyak itu juga..
"Masih syukur dia mau menjemput gue biar cuma seminggu dua kali, ran. Selama cuti tuh kerjaan nya cuma diem di rumah doang, cuma keluar kamar pas jam makan, selebih nya smedi di kamar nya..." lanjut eliza
"Terus supir gue gimana ??" tanya rania bimbang..
Rania mencoba untuk tidak menanggapi dan terlihat antusias mendengar cerita eliza tentang om Aldo. Meski setiap bertemu dengan pria itu jantung rania selalu tak bisa di kontrol. Padahal pertemuan mereka selalu singkat, hanya saling bertatap muka tanpa pernah saling bicara..
"Suruh balik aja dulu, kasian kalau harus ikut ke rumah gue.."
Rania mengangguk. Setuju dengan saran eliza. Kemudian rania menghampiri pak tono, meminta nya untuk stand by di rumah agar nanti jika rania minta di jemput pak tono sudah ready...
Mobil pak tono pun bergerak meninggalkan kampus rania, sementara rania dan eliza masih menunggu om Aldo tiba...
🌿
🌿
‼️Jangan lupa Like, Komentar dan Vote nya, ya.💜
Bintang 5 nya juga jangan lupa, biar otor semakin semangat untuk berkarya 🔥
🌿
🌿
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Pitri Astuti
kasihan sama Rania jadi sedih belum apa apa
2024-04-05
3
dika edsel
kok bau2nya banyak bawang ya thor..?? masih awal saja udah melow gini..
2024-02-24
3
Bunda
Seperti dugaanku...jantung atau kanker..ternyata kanker
2024-02-24
3