Dua hari pasca di rawat, kondisi Tasya sudah mulai membaik. Dia di perbolehkan pulang oleh Dokter yang merawatnya. Untuk sementara Tasya hanya diam di rumah apalagi esok orangtuanya datang dari Luar Negeri. Tasya tersenyum menatap Anna yang menuangkan air mineral di dalam gelas, sesekali Anna melirik ke arah Tasya. "Kenapa kau melihatku seperti itu?" ia berikan air dalam gelas pada Tasya yang sedari tadi memperhatikannya.
"Tidak ada," sahut Tasya cepat.
"Di minum obatnya." Anna memberikan beberapa butir obat sesuai resep dari Dokter.
"Terima kasih." Tasya menelan semua obat yang di berikan Anna.
"Sekarang kau istirahat," ucap Anna sembari mengambil gelas di tangan Tasya lalu di letakkan di atas meja.
Tasya hanya diam memperhatikan Anna membenarkan selimut di tubuhnya. Sepengetahuan selama ia berteman dengan Anna, dia gadis yang tomboy dan cuek. Tapi beberapa hari ini penilaiannya terhadapnya berubah. Di balik tampilannya yang tomboy dan cuek, menyimpan kelembutan yang mungkin tidak semua orang tahu.
"Kau mau tidur, atau bengong." Anna menyilangkan kedua tangan di dadanya menatap tajam.
Tasya tertawa kecil, tangannya menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Siap Bos!" sahut Tasya.
"Besok aku datang ke sini sore, kau bisa di temani Rangga." Anna mengacak rambut Tasya sesaat.
"Aduh!" tangan Tasya menegang rambutnya sendiri.
"Aku diluar, kalau kau butuh sesuatu panggil aku." Anna mematikan lampu kamar.
"Siap Bos!" Tasya kembali tertawa lalu merebahkan tubuhnya.
"Kau seperti kakakku.." ucap Tasya dalam hati memperhatikan Anna keluar dari kamar dan menutup pintu. Kelembutan dan kasih sayang yang di tunjukkan Anna, meski dia tidak banyak bicara memberikan ketenangan tersendiri pada Tasya. Yang selama ini jarang ia dapatkan dari Ibunya.
Sementara Anna duduk di bangku taman rumah Tasya. Di temani secangkir kopi dan terselip sebatang rokok di jarinya yang selalu menemani hari harinya. Terkadang rasa iri datang tiba tiba menyerang relung batinnya yang paling dalam. Mengapa ia tidak seperti orang lain?
Anna tersenyum sinis, ia hisap dalam dalam rokoknya dengan satu kaki naik ke atas kursi. Hidup serangkaian perubahan yang alami dan spontan, saat realita menghancurkan mimpi. Yang ia tahu saat ini, jiwanya terlalu lama menunggu akan datangnya kebaikan sang Ibu datang memeluknya. Yang tak mungkin tertahan oleh perasaan luka. Hanya Iblis dan mereka yang terbuang bisa merasakan apa yang Anna rasakan kini.
Hati yang terlalu lama menunggu hadirnya sosok Ibu yang mustahil akan datang mencarinya. Rasa sakit hanya tahu cara melampiaskan diri dengan membenci cinta.
"Ffuuuhh.." Anna berkali kali mengepulkan asap rokok ke udara menari di tiup angin sepoi sepoi seolah olah mentertawakannya. Dilahirkan untuk di telantarkan di sebuah kota menjulang ringkih.
"Seperti apakah wajah Ibuku?" mungkin itulah yang di tanyakan anak yang di buang sama seperti yang sedang ia bayangkan.
"Apa yang sedang kau pikirkan?" sapa Rangga dari arah belakang.
Anna menurunkan kakinya menoleh ke belakang sesaat, "kau?"
Rangga duduk di kursi berhadapan dengan Anna. "Tasya sudah tidur?"
Anna menganggukkan kepalanya. "Kau lihat sendiri," ucapnya acuh dengan tatapan lurus ke atas langit memperhatikan bintang yang bercahaya.
"Biarkan dia istirahat," sahut Rangga. Pria itu mengikuti arah pandang Anna menatap ke atas langit.
"Apa yang kau lihat?" tanya Rangga dengan tatapan lurus ke atas langit.
"Tidak ada.." ucap Anna pelan.
Rangga mengalihkan pandangannya menatap wajah Anna, "seperti itukah hidupmu?"
Anna tertawa menyeringai, "hmm.." dengan jawaban samar, ia menundukkan kepalanya sesaat. Anna ingat dengan jelas saat menyadari keberadaan yang sebenarnya. Bukan karena dia menyesal telah ada di dunia ini bukan pula ia bersedih. Tetapi emosinya yang tidak bisa di masukkan ke dalam kata kata dan bergelora di dalam dadanya Anna tidak mengerti mengapa, tapi dia merasakan seperti sesak di dadanya.
"Anna.."
"Hem.." Rhea menatap Rangga yang menundukkan kepala.
"Aku masuk dulu ke dalam." Rangga berdiri menatap sesaat ke arah Anna yang mematikan rokoknya di asbak. Melirik sesaat ke arah Rangga lalu kedua kaki ia naikkan ke atas kursi. Mendekap erat kedua kakinya dengan tatapan lurus ke atas langit.
****
Keesokan paginya Rangga sudah datang ke rumah Tasya sesuai permintaan Anna, karena gadis itu pergi ke pemakaman Bu Rahma setiap hari Jumat sudah menjadi kebiasaannya selama ini.
Rangga menyiapkan sarapan dan obat untuk Tasya di bantu asisten pribadi di rumah itu. Rangga membawa Tasya ke ruang tamu, supaya gadis itu tidak merasakan bosan berada di dalam kamar terus.
"Sekarang kau minum obatnya." Rangga memberikan air mineral dalam gelas pada Tasya.
"Terima kasih.." ucapnya pelan.
"Non, Tuan Alan dan Nyonya Elama sudah datang." Salah satu asisten rumah tangga memberitahu Tasya.
"Oya? di mana Bi?" tanya Tasya.
"Itu Non, sudah di halaman rumah. Saya bantu Nyonya dulu."
Tasya menganggukkan kepala, lalu menundukkan kepalanya. "Kau baik baik saja?" tanya Rangga menatap raut wajah Tasya berubah murung. Rangga menautkan kedua alisnya. Seharusnya Tasya senang dengan kedatangan orangtuanya, tapi yang terjadi kebalikannya. Apa sebenarnya yang terjadi?
Tasya menggelengkan kepala, ia tengadahkan wajah saat melihat kedua orangtuanya datang dari arah pintu langsung menghampirinya. "Sayang!" seru Elama duduk di kursi langsung memeluk erat tubuh Tasya. "Bagaimana keadaanmu sekarang?" Elama melepaskan pelukannya menatap raut wajah Tasya terlihat murung. Namun Tasya hanya menggelengkan kepala tersenyum samar menatap wajah Elama.
"Om.." sapa Rangga berdiri menjabat tangan Alan.
Alan tersenyum menepuk pundak Rangga sesaat, "apa kabarmu Nak?"
"Baik Om," sahut Rangga.
Alan duduk di samping Tasya lalu memeluknya erat. "Maafkan Papa baru bisa pulang, sayang." Lagi lagi Tasya hanya menganggukkan kepala.
"Rangga, terima kasih kau telah menjaga dan merawat Tasya selama kami tidak ada." Elama menoleh ke arah Rangga.
"Iya Nak, kalau tidak ada kamu. Tidak ada lagi yang bisa kami percaya," timpal Alan.
Rangga tersenyum menundukkan kepala sesaat, "sama sama, Om..Tante.."
Elama tersenyum mengalihkan pandangannya pada Tasya yang masih terlihat murung, "kau kenapa sayang? kau tidak suka kami datang?"
Tasya menggelengkan kepala, "Papa dan Mama, pulang bukan untukku. Tapi untuk memintaku menikah dengan pria itu lagi bukan?" mata Tasya berkaca kaca menatap wajah Elama lalu berganti menatap wajah Alan yang sama sama menundukkan kepala.
Perusahaan Alan dan keluarganya mengalami kebangkrutan, dan mereka memiliki hutang yang jumlahnya fantastis pada seorang pria pengusaha muda. Dan kedua orang tua Tasya tidak mampu membayarnya selain menjodohkan putrinya dengan pria itu. Namun karena kondisi Tasya yang tidak memungkinkan membuat kedua orang tua Tasya mengulur waktu. Sekarang mereka dalam situasi tertekan, pihak si pria meminta putrinya untuk segera di bawa ke hadapan pria itu. Tapi kedua orang tua Tasya tidak mungkin memberikan putrinya yang sedang sakit.
"Lalu? apa tindakan Om dan Tante? jika kalian tidak menepati janji, mereka akan menenjarakan kalian." Rangga coba membantu memikirkan masalah yang di hadapi keluarga Tasya.
"Apa Mama dan Papa, mau memaksaku? aku tidak mau Pa..Ma.." ucap Tasya berlinangan air mata.
Elama menarik napas dalam dalam, melirik sesaat ke arah Alan. "Tidak sayang, kami sudah ada solusinya." Elama tersenyum getir menatap wajah Tasya.
"Apa, Ma..Pa..?" ucap Tasya pelan.
Elama menundukkan kepala sesaat, "mungkin saatnya kamu tahu semuanya."
"Tahu Apa Ma?" tanya Tasya penasaran.
Elama menarik napas dalam dalam, dengan sangat hati hati mereka menceritakan masa lalu. 20 tahun yang lalu mereka telah memiliki seorang putri yang di berikan pada sahabatnya.
"Jadi? aku punya kakak?!" Tasya menggelengkan kepala, dengan derai air mata yang mengalir deras. "Kalian tega, baru sekarang memberitahuku!" pekik Tasya.
"Sayang, dengar..kami terpaksa melakukan itu semua." Elama memeluk erat Tasya. Namun gadis itu mendorong tubuh Ibunya.
"Kenapa sayang?" Elama menatap sedih Tasya.
"Kalian tega! selama ini kakakku di buang dan sekarang kalian memintanya untuk menggantikanku?!" Tasya menangkup wajahnya sendiri menangis sesegukan. Ia sama sekali tidak mengerti dengan kedua orangtuanya. Tega membuang darah dagingnya sendiri hanya demi harta dan tahta. Pada kenyataannya semua itu tidak akan bertahan lama.
"Sayang, semua ini kami lakukan buat kamu." Elama mengusap air mata di pipinya.
"Apakah Om dan Tante sudah tahu di mana kakak Tasya tinggal? bukankah sudah lama sekali? bisa saja mereka pindah tempat." Rangga yang sedari tadi diam akhirnya angkat bicara. Meski ia sangat menyayangkan dengan sikap orangtua Tasya. Tapi Rangga tidak serta menghakimi mereka sebagai orangtua yang tidak punya hati.
Sesaat Elama tertegun, "kami akan coba datangi rumah lama yang mereka tinggali."
"Rangga, bisa kau antar kami ke sana?" sela Alan.
"Baik Om."
"Tasya sayang, kau istirahat dan jangan dipikirkan. Biar menjadi urusan kami." Elama membelai rambut Tasya.
Sementara Tasya hanya diam saja, ia benar benar dalam situasi serba salah. Jika orangtuanya tidak mencari penggantinya untuk di jodohkan, mereka akan memenjarakan kedua orangtuanya dan Tasya tidak mau hal itu terjadi. Ia sendiri tidak mungkin menerima perjodohan dalam kondisi sakit. "Apakah aku sama egoisnya dengan Papa dana Mama?" ucap Tasya dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
HARTIN MARLIN
itu lah hukuman untuk orang tua Anna tapi sayang yang kena Taysa
2022-09-10
0
Sweet Girl
si Anna mau dijadiin tumbal
2022-08-23
0
Sweet Girl
lhaaaa khan.... mereka saudara kandung.
2022-08-23
0