Seharian Anna mengikuti kemanapun Tasya pergi, di awali bertemu dengan teman teman nongkrongnya. Di lanjutkan bertemu dengan Rangga kekasihnya. Wara wiri kesana kemari membuat Anna sedikit kewalahan dengan sikap Tasya yang selalu memaksa dan susah di beritahu layaknya seorang adik yang merajuk pada kakaknya. Namun ada yang berbeda dari hari sebelumnya yang Anna rasakan. Ada perasaan asing menyeruak ke dalam dadanya saat ia menjadi bodyguard, ia menjaga Tasya layaknya adiknya sendiri, sikap Tasya yang kekanak kanakan kadang membuat Anna kesal tapi suka di repotin olehnya.
Anna duduk tersenyum sendiri mengingat tingkah Tasya, ia lepas topi yang melekat di kepalanya lalu di letakkan di atas meja.
"Aku datang!"
Anna menoleh ke arah Tasya, di tangannya membawa nampan berisi minuman segar dan cemilan. Selama ini Tasya hidup sendirian di rumahnya yang besar hanya di temani dua asisten rumah tangganya. Sementara kedua orangtuanya yang pengusaha tinggal di Hongkong. Sesekali mereka menjenguk Tasya. Hingga gadis itu merasa kesepian.
"Di minum." Tasya meletakkan minuman rasa leci ke hadapan Rhea. Lalu ia duduk di kursi berhadapan dengan Anna.
"Kau tidak kesepian tinggal di rumah sebesar ini sendirian?" tanya Annamatanya memperhatikan sekitar dalam rumah lewat kaca jendela.
"Menurutmu? tentu saja aku kesepian," sungutnya menundukkan kepala.
Anna mengalihkan pandangannya pada Tasya raut wajahnya berubah murung. "Ada apa? kau baik baik saja?" tanyanya.
Tasya tengadahkan wajahnya menatap Anna, "Papa dan Mama, dua hari lagi datang ke Indonesia."
"Lalu? kenapa kau murung?" Anna menautkan kedua alisnya menatap Tasya.
Tasya mengangkat kedua bahunya, "tidak apa apa, eh..ayo di minum.."
"Iya nanti." Anna menatap tajam ke arah Tasya, ia melihat kesedihan di mata gadis itu, tapi ia tidak tahu apa yang menyebabkannya sedih. Dulu ia sempat berpikir jika saja orangtuanya ada di sisinya dan tidak perlu susah susah untuk bekerja demi sesuap nasi. Mungkin hidupnya akan bahagia layaknya orang lain. Tapi melihat Tasya dan kemewahannya sepertinya Anna harus berpikir ulang.
"Hei! bengong!" seru Tasya menggebrak meja, membuat Anna berjengkit kaget.
"Ah sial!" rutuknya.
Tasya tertawa terbahak bahak melihat raut wajah Anna yang cemberut. Tanpa ia sadari darah segar mengalir dari hidung Tasya.
"Ta, Tasya?" perlahan berdiri mendekati Tasya.
"A, apa?" Tasya menautkan kedua alisnya menatap Anna.
Anna menunjuk hidungnya sendiri dengan telunjuk. "Ini.."
"Appa?" Tasya mengusap hidungnya sendiri yang terasa basah. "Da, darah?" ucapnya tertawa samar.
Anna mengambilkan tisu karena darah di hidung Tasya terus mengalir, "pakai ini.."
Tasya mengambil tisu di tangan Anna lalu mengusap hidungnya. Namun darahnya terus mengalir. Anna mulai panik, ia merogoh saku celananya menelpon Rangga dan memberitahu keadaan Tasya. Setelah selesai menelpon, ponsel ia masukkan ke dalam saku celana. "Tasya, kita ke rumah sakit."
"Aku tidak mau.." sahut Tasya pelan.
"Tidak, pokoknya kau harus ke rumah sakit. Ayo cepat!" Anna mengangkat tubuh Tasya yang mungil lalu menggendongnya. Setengah berlari Anna menuju mobil lalu ia turunkan Tasya. "Tunggu sebentar." Anna membuka pintu mobil lalu memaksa Tasya untuk masuk ke dalam mobil dan menutupnya kembali. Ponsel Anna berbunyi, sembari berjalan ia mengangkat telpon dari Rangga. Ia memberitahu kekasih Tasya untuk menyusulnya ke rumah sakit. Lalu ia membuka pintu mobil.
"Tasya, bertahan ya." Anna melirik sesaat ke arah Tasya, wajahnya terlihat pucat.
***
Anna duduk di kursi ruangan di mana Tasya tengah di periksa Dokter. Ia meremas pelan tangannya. Ada rasa khawatir di dalam hatinya melihat kondisi Tasya. Anna tengadahkan wajahnya menatap ke lorong rumah sakit, nampak Rangga berjalan tergesa gesa menghampirinya.
"Bagaimana keadaan Tasya?" tanyanya dengan tatapan ke pintu ruangan.
"Masih di periksa," jawab Anna lalu berdiri menatap Rangga tajam. "Apa sebelumnya dia selalu begitu?"
Rangga mengalihkan pandangannya pada Anna dan menganggukkan kepala. "Ya ."
Anna mengusap wajahnya dengan kasar, "Ya Tuhan, dia sakit apa?"
"Kanker hati." Rangga menjelaskan penyakit yang di derita Tasya. Selama ini gadis itu kesepian dan butuh orangtuanya ada di sampingnya. Bukannya tinggal terpisah demi harta dan popularitas yang hanya di kejar orangtua Tasya. Bahkan penyakit putrinya sendiri mereka tidak tahu.
"Deg!"
Apa bedanya hidup Tasya dengan dirinya? Anna menundukkan kepala sesaat, lalu ia berjalan mendekati pintu ruangan. Ia memalingkan wajahnya menatap Rangga yang terlihat gelisah berjalan mondar mandir.
"Kenapa kau tidak mengatakan pada orang tuanya?"
Rangga menoleh ke arah Anna, "aku sudah mengatakannya."
"Lalu?"
Rangga mengangkat kedua bahunya, "sekarang orangtuanya bangkrut."
Anna menautkan kedua alisnya menatap Rangga. "Bangkrut? Tasya tidak cerita."
Rangga menghela napas panjang, "entahlah."
Suara pintu ruangan di buka mengalihkan perhatian mereka berdua. Seorang Dokter keluar dari pintu ruangan. "Bagaimana Dok?" tanya Rangga menatap ke arah Dokter yang menangani penyakit Tasya.
"Harus di rawat sampai kondisinya stabil."
"Baik Dok, terima kasih." Rangga menganggukkan kepala, lalu ia membuka pintu ruangan di susul Anna dari belakang.
Rangga duduk di kursi, sementara Anna berdiri di samping Rangga. "Tasya.."
Tasya menoleh ke arah Rangga lalu beralih menatap Anna. "Hei, kenapa kalian sedih? aku baik baik saja kok."
Rangga tengadahkan wajah menatap Anna sesaat, "siapa yang sedih, aku lapar tahu.." ucap Rangga tersenyum lebar.
"Itu?" Tasya menunjuk ke arah Anna
"Aku?" Anna menunjuk dadanya sendiri.
Tasya menganggukkan kepala. "Iyalah kau, masa hantu," sungut Tasya.
"Oh, aku hanya pusing. Aku alergi dengan rumah sakit." Anna menjepit hidungnya dengan kedua jari.
"Ih, norak!" gerutu Tasya sembari tertawa. Rangga ikut tertawa samar untuk menyembunyikan kesedihannya begitu juga Anna
"Ck!" Anna berdecak. "Aku keluar ya, pusing." Ia menepuk keningnya sendiri.
"Ya sudah," sahut Tasya tersenyum.
Anna berjalan mendekati Tasya mengacak rambutnya sesaat. Lalu ia beranjak pergi meninggalkan ruangan. Gadis itu terus berjalan menyusuri lorong rumah sakit dengan tatapan kosong, tanpa terasa langkahnya sudah sampai di luar gerbang. Ia mengedarkan pandangannya lalu berjalan menuju warung kopi yang tak jauh dari tempat ia berdiri.
"Bu, kopi hitam satu."
"Tunggu bentar Neng," sahut penjual kopi. Anna duduk di kursi menghadap jalan raya, dengan satu kaki di angkat ke kursi, ia keluarkan kotak rokok di saku celananya.
"Kopinya Neng." Penjual kopi meletakkan segelas kopi di atas meja.
"Terima kasih Bu." Anna mengambil satu batang rokok lalu ia nyalakan. Tangannya mengangkat gelas kopi lalu menyecapnya perlahan. Rasa pahit dan manis menjadi satu di lidah, di tambah aroma kopi menenangkan penikmatnya.
Gelas kopi ia letakkan kembali di atas meja, menghisap dalam dalam rokoknya. Di sudut bibirnya terukir senyum sinis. Entah ia harus bersyukur dengan hidupnya yang tidak jelas atau merutuki keadaan. Mengingat sahabtanya harus terbaring di atas ranjang rumah sakit. Kurang apa dia? kemewahan? orangtua? lengkap semua sudah Tasya miliki. Sementara dia? kembali gadis itu tersenyum sinis sesekali terbatuk kecil karena asap rokok. Anna membenci hidupnya bahkan ia benci dirinya sendiri. Mengapa harus di lahirkan jika tidak di inginkan? begitu burukkah memiliki putri seperti dirinya? Ahh! Gadis itu berkali kali mendesah. Ia tidak mengerti apa yang di pikirkannya. Bahkan dengan hidupnya sendiri.
Lamunannya buyar saat dua wanita menatapnya dan tersenyum mencemooh. Anna balas menatap tajam dua wanita itu.
"Brak!! tangannya menggebrak meja membuat dua wanita itu berjengkit kaget.
" Apa liat liat!" seru Anna melebarkan matanya.
Dua wanita itu begidik lalu buru buru meninggalkan warung kopi. "Ih amit amit," rutuk salah satu wanita itu.
Anna tertawa kecil menatap punggung dua wanita itu, ia hisap dalam dalam rokoknya yang hampir habis. Lalu ia lemparkan ke jalan raya. "Berapa Bu?" Anna berdiri
"5000 saja Neng," sahut penjual kopi mendekati Anna.
"Ini, terima kasih ya Bu." Anna memberikan uang pecahan sepuluh ribu lalu di berikan pada penjual kopi. "Kembaliannya ambil saja Bu." Ia ngeloyor begitu saja meninggalkan warung kopi.
Gadis itu berjalan santai menyusuri tepi jalan raya, sembari mengikat rambutnya yang berantakan. Langkahnya terhenti saat melihat Rangga tengah duduk di taman rumah sakit. Anna memutar arahnya lalu mendekati Rangga.
"Kau sedang apa di sini?" tanya Anna sembari duduk di sebelahnya.
"Kau sendiri?" Rangga menoleh menatap wajah Anna cukup lama.
Anna hanya menggelengkan kepalanya, lalu menoleh ke arah Rangga yang tengah menatapnya. "Kenapa kau melihatku seperti itu? ada yang aneh?" Anna menautkan kedua alisnya.
Rangga mengalihkan pandangannya pada bunga matahari yang baru saja mekar. "Kau cantik, seperti bunga itu." Tunjuk Rangga ke arah bunga.
"Ah, kau bisa saja." Anna tertawa kecil.
"Wajahnya biasa saja, tapi dia menarik," ucap Rangga dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Runa💖💓
Wah berabe jadinya jika Rangga suk Anna
Istilahnya pagar makan tanaman nih
2022-10-12
0
HARTIN MARLIN
yang sabar ya Anna,nanati orang tua mu akan ketemu dan akan mendapatkan karmanya
2022-09-10
0
Sweet Girl
semoga kleyan berdua baek sama Tasya.
2022-08-23
0