BAB 5

Sebuah Pilihan

*

Selamat membaca⬇️

***

Lelaki yang berjuluk seorang ayah itu pun tertegun, mendengar apa yang diucapkan oleh anak lelakinya. Dia terdiam namun matanya menatap nanar kearah anak kecil itu. Sementara sang anak tampak cuek dan seolah tidak terpengaruh.

Sampai akhirnya Rissa kembali dari ruang kerja dan menghampiri dirinya.

"Kenapa?" tanya Rissa begitu mendapati suaminya diam menatap ke arah anaknya.

Barra hanya menggelengkan kepalanya dan berucap...

"Maaf, maafkan Papa sayang. Papa tidak akan mengulanginya lagi," ucap Barra sendu lalu berjongkok dan memeluk anaknya erat.

"It's oke Papa. Tapi Vino tidak suka, Papa udah bikin Mama menangis!" sahut Vino ketus , bibirnya mengerucut lucu.

Barra melerai pelukannya, dia menoleh ke arah Rissa istrinya. Sedangkan Rissa hanya mengangkat bahunya seolah tidak tahu apa-apa.

"Oh ya sayang, maaf soal tadi pagi. Aku tidak sempat sarapan, aku tadi buru-buru. Soalnya Anita..

"Stop, sudahlah mas. Aku sudah biasa diabaikan, jadi tidak perlu minta maaf," sarkas Rissa

Pergilah mandi, aku sudah menyiapkan airnya, " titah Rissa dengan tegas. Riak wajahnya datar tanpa ekspresi.

Barra terkesiap dengan sikap tegas istrinya. Dia menatap dalam sang istri, namun Rissa terkesan tidak peduli dan malah mendekati anak lelakinya.

"Sayang gimana sekolahnya tadi? Apa hari ini menyenangkan?" Rissa bertanya apa saja yang laluinya anaknya sepanjang hari ini.

"Biasa aja, Mah. Sama seperti kemaren," jawab Vino.

Barra menyaksikan interaksi istri dan anaknya. Dia merasa telah jauh dari mereka. Lebih jelasnya dia yang seperti menjauh dari mereka.

Hatinya berdenyut nyeri 'inikah rasanya diabaikan?' batinnya dalam hati.

 Ada rasa tak terima tapi dia tak bisa berbuat apa-apa. Lalu dirinya beranjak menuju kamar untuk membersihkan diri.

Adzan maghrib merdu berkumandang, Rissa bangkit dari duduknya dan mengajak anaknya untuk beribadah. Barra datang lalu mereka sholat berjamaah.

Usai sholat seperti biasa Rissa menyalimi suaminya begitu juga dengan Vino sang anak.

Barra merasa hatinya kembali menghangat, dia merasakan matanya berembun. Di tatapnya lekat istri dan anaknya seolah telah lama tidak berjumpa.

Sementara Rissa beranjak dari posisi duduknya dan melepaskan mukenanya, kemudian berlalu menuju kamar.

Sesaat kemudian Rissa kembali keluar lalu menghampiri anaknya.

"Vino sayang, ganti baju dulu yuk nak," ajak Rissa lembut pada Vino.

"Siap mamah," sahut Vino seraya memberi hormat pada mamahnya.

Barra merasa tercubit, teringat sudah berapa lama, dirinya tidak pernah lagi dekat dengan anak lelakinya itu.

Dadanya terasa sesak seperti ada beban berat yang menghimpitnya. Dirinya hanya mampu menatap anak dan istrinya yang berlalu dari hadapannya.

Tak lama kemudian Rissa dan Vino keluar dari kamar.

"Sayang, bagaimana kalau kita makan di luar. Kita sudah lama tidak makan bersama." Barra berkata sembari tersenyum.

Rissa tiba-tiba teringat senyuman itu seperti yang ada di foto. Serta merta rona wajahnya langsung berubah datar.

"Vino, apa mau makan di luar bersama Papa, Nak?" tanya Rissa

"Vino mau Ma. Tapi kalau mamah ikut," jawab Vino.

"Tentu saja Mama ikut, Sayang," sahut Barra.

"Yeeea, akhirnya kita makan sama sama lagi ya Ma. Semoga Papa tidak bohong kali ini." Vino berkata dengan girang. Anak itu bahkan sampai loncat loncat saking senangnya.

Mereka pun akhirnya bersiap. Namun baru saja Barra akan mengambil baju ganti, terdengar ponselnya berdering. Diapun segera mengangkat panggilan tersebut

"Hallo, selamat malam."

"......"

"Baiklah saya segera ke sana, bawa dia ke rumah sakit. Dan awasi terus jangan sampai kamu lengah!"

"......"

"Oke!"

"Ya Allah sampai kapan semua ini akan berakhir. Selalu saja seperti ini. Andai saja aku bisa menolak." Barra bergumam, lalu menghela nafas.

"Beginilah nasib bawahan," imbuhnya.

Dia terlihat bingung harus bagaimana. Rasanya tidak tega harus mengecewakan mereka lagi. Barra mengacak rambutnya kasar, dia merasa sangat frustasi.

Rissa datang dan keheranan mendapati suaminya belum bersiap.

"Loh kok belum siap mas. Sudah ambil baju belum?" tanya Rissa lalu dirinya berjalan kearah lemari.

"Sayang, maafkan Mas. Sepertinya malam ini kita tidak jadi makan bersama di luar. Maafkan aku. Kumohon..." Barra menjatuhkan dirinya dan berlutut di depan Rissa dengan kepala tertunduk.

Sejenak Rissa terkesiap dengan sikap suaminya. Namun sesaat kemudian emosi menguasai dirinya.

"Kenapa mas. Apa alasannya Anita lagi?!" Rissa menaikkan suaranya.

Barra tersentak lalu mendongakkan kepalanya.

"Tadi ada yang telepon kalo Anita men... Barra belum selesai dengan ucapannya, Rissa sudah menyelanya

"Cukup! Aku tidak mau mendengar lagi. Seharusnya kamu tidak perlu memberi harapan, jika akhirnya kami harus kecewa lagi. Berapa kali aku harus mengalah karena dia. Selama ini perhatianmu selalu berpusat padanya!" hardik Rissa

"Apakah kami tidak lagi berarti buatmu mas?" tanya Rissa

"Jika memang dia lebih penting, maka pergilah," usir Rissa.

"Sayang, sampai kapanpun kalian itu sangat berarti buat aku. Tolong mengertilah, kumohon," ucap Barra memelas.

"Pergilah. Dan selangkah saja kamu keluar dari rumah ini, maka semuanya tak lagi sama!" Rissa berkata dengan dingin, bahkan riak wajahnya pun terlihat datar tanpa ekspresi.

Matanya menatap kosong keluar jendela. Rasa sakit dan lagi lagi harus menelan kekecewaan telah memupus semua harapannya.

Barra diam membisu, tubuhnya mematung seolah tak bernyawa. Ucapan istrinya sangat keras menampar dirinya. Namun tugas yang harus dia emban tidaklah ringan. Jika dia gagal kali ini maka tamat sudah kariernya. Tapi jika nekat pergi pernikahannya yang tamat.

Bukankah demi keberlangsungan sebuah keluarga dibutuhkan pekerjaan? Lalu kalau tidak punya pekerjaan bagaimana mungkin bisa membahagiakan keluarganya? Begitulah yang ada dalam benak Barra.

Dirinya bagaikan makan buah simalakama. Maju mundur kena. Tapi untuk memberitahukan semuanya pada Rissa, bukanlah waktu yang tepat untuk saat ini.

"Maafkan aku sayang. Percayalah aku tidak akan pernah mengkhianatimu. Tapi aku harus pergi. Ini sangat penting untuk masa depan kita. Kumohon kamu mengerti." Barra memohon seraya mengatupkan kedua tangan.

Rissa menghapus airmatanya yang dari tadi mengalir seolah tak ingin berhenti.

"Pergilah, dan jangan pernah berjanji jika tidak bisa kamu tepati," ucapnya tanpa menoleh.

"Kamu yakin ikhlas sayang?" tanya Barra memastikan

"Iya, pergilah jika urusanmu jauh lebih penting," jawab Rissa datar. Dia menarik nafas dalam untuk meredakan rasa sesak yang mendera dalam dadanya.

Barra bangkit dan merengkuh sang istri dari belakang. Berulang kali kata maaf dia lontarkan dan sebelum pergi, dia pun berbisik, "Aku sangat mencintaimu. Sangat!"

Barra memberikan kecupan di leher sang istri. Perlahan melepaskan rengkuhannya, lalu pergi

Sesampai di ruang keluarga Barra mendapati Vino menatap ke arahnya.

"Papa, kita akan berangkat sekarang?" tanya Vino dengan mata berbinar.

"Vino sayang, maafkan Papa ya nak. Papa tidak bisa menemani Vino dan Mamah. Papa ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Maafkan Papa sayang." Barra berkata dengan penuh penyesalan.

"Papa jahat. Papa tidak sayang Vino dan Mamah. Papa jahaaat!!" Bocah kecil itu pun berlari ke arah tangga menuju kamarnya.Tak lama kemudian terdengar suara pintu terbanting.

Barra menarik nafas kasar tapi dia harus profesional. Dia keluar dari rumah lalu menghampiri mobilnya. Kemudian mengendarai kendaraanya dengan kecepatan tinggi.

Di kamar Rissa tercenung seperti memikirkan sesuatu. Sesaat dia teringat pada temannya yang seorang pengacara. Lalu dia menghubunginya.

"Hallo Ris, tumben telepon ada apa nih?"

"Assalamualaikum."

"Hehehe, waalaikumsalam."

"Gue mau ketemu, kapan loe ada waktu Nay?"

"Kapan aja sih gue bisa, emangnya kenapa?"

"Ada yang ingin gue bicarakan sama loe?"

"Kelihatannya serius, ada apa?"

"Gue gak bisa bicarakan di telepon."

"Ya udah kita ketemu besok jam makan siang di kafe dekat kantor loe gimana?"

"Oke deal, wassalamu'alaikum."

 Rissa memutuskan panggilan teleponnya, lalu bergegas keluar kamar. Dilihatnya Vino tidak ada di ruang keluarga. Rissa lalu pergi ke kamar anaknya.

Begitu melihat sang mama berdiri di ambang pintu, bocah cilik itu lalu menghambur kearah mamanya. Rissa bisa merasakan isakan memilukan sang anak. Dia pun mengelus lembut punggungnya memberikan rasa nyaman.

 Hingga lambat laun isakannya tak terdengar lagi. Rupanya bocil itu tertidur karena lelah menangis.

Rissa membaringkan anaknya di tempat tidur, lalu dirinya ikut merebahkan diri di sampingnya hingga pagi menjelang.

...----------------...

Tolong baca per bab ya guys

Jika suka dengan ceritanya silahkan tinggalkan jejak :

Like

Komentar

Vote

Terimakasih atas dukungannya dan salam sehat selalu

🙏🙏🙏😍😍😍

Terpopuler

Comments

〈⎳Mama Mia✍️⃞⃟𝑹𝑨

〈⎳Mama Mia✍️⃞⃟𝑹𝑨

udahlah pergi aja .

tp jangan jangan karena judulnya gitu, nanti ada kata udah di maafkan.

terus ada lagi ternyata gak selingkuh. huh setelah berbulan-bulan abai
kalau ada alasan demi tugas, harusnya pas dirumah tetap hangat,
bukan seperti asik dengan dunia sendiri
gak masuk akal

2024-07-12

1

🔵꧁ঔৣ⃝𝐊ꪶꪖ𝘳ꪖ❦꧂

🔵꧁ঔৣ⃝𝐊ꪶꪖ𝘳ꪖ❦꧂

Aku mampir ya ka...🥰🥰, aku kirim 5 iklan + /Rose//Rose/

2024-07-03

1

🔵꧁ঔৣ⃝𝐊ꪶꪖ𝘳ꪖ❦꧂

🔵꧁ঔৣ⃝𝐊ꪶꪖ𝘳ꪖ❦꧂

gak kuat, bab ini mengandung bawang 😭😭😭

2024-07-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!