03. STORY KANTIN

"WOY DILMA KELUAR LO! GUE TAU LO ADA DI KANTIN!"

"Dil, lo dipanggil noh, angkat tangan buruan." Steven menyuruh Dilma untuk mengangkat tangannya.

Dilma berdecak. "Gak mau ah, keknya tuh orang ngajak ribut." Dilma berkata kesal. Dengar dari teriakan perempuan itu saja, sudah tau bahwa ingin melabrak.

"Angkat aja tangan lo," perintah Javier sambil menoel-noel lengan Dilma.

"Yaudah." Dilma mengangkat satu tangannya. "Gue disini," ucapnya lantang.

Perempuan yang tadi berteriak, mendekati Dilma diikuti kedua temannya.

"Jadi ini yang namanya Dilma, muka pas-pasan tapi ganjen sama pacar orang," cibir perempuan itu, yang bernama Karin. Tatapan remeh nya mengarah pada Dilma.

Karin siswi kelas 12 IPA 3.

"Seperdua keknya, bukan pas-pasan lagi," timpal salah satu perempuan berpita merah muda di rambutnya, Resty.

"Maksud kakak?" bukan Dilma yang bertanya melainkan Senna.

"Nih teman lo, waktu MOS, gatel banget deketin cowok gue." Karin menunjuk tepat diwajah Dilma yang langsung ditepis oleh gadis itu.

Pacarnya Karin merupakan anggota OSIS.

"Gak usah nunjuk gue, bisa gak?" tanya Dilma sedikit meninggikan suaranya.

Teman karin yang bernama Mira, menyahut, "lo jadi adek kelas sok banget sih!" Ia menatap sinis pada Dilma.

"Lo jadi kakak kelas sok kebangetan." Raymond paling benci model kakak kelas seperti ini, belagu sok garis keras.

"Mungkin cowok kakak kali, yang gatel ke sahabat gue." Zelva mencibir dengan santainya. Lalu mencomot gorengan milik Steven.

"Oh yah? Lo punya bukti kalo cowok gue gatel ke teman lo ini." Karin menunjuk Dilma yang kembali ditepis oleh gadis itu, kali ini dengan kasar.

Zelva menelan gorengannya. "Oh yah? Kakak punya bukti kalo sahabat gue gatel ke cowok lo itu." Zelva mengikuti gaya bicara Karin. Ia meminum air mineral setelah itu.

Skakmat.

Karin terdiam. Memang benar ia tidak mempunyai bukti bahwa Dilma ganjen pada cowoknya. Karin hanya mendengar dari temannya, bahwa cowoknya sedang dekat dengan cewek yang bernama Dilma, siswi kelas 10 IPS 2.

Kelima sahabat Zelva tertawa. Lalu adu tos bersama Zelva, 1 : 0.

Arya mendekatkan dirinya pada Lean, membisikkan sesuatu, "savage tuh cewek."

Lean kemudian berbisik pada Alder, "savage tuh cewek."

Regan menatap Alder, seolah-olah sedang bertanya 'bisik apaan?'

Alder berbisik ke telinga Regan, "savage tuh cewek."

Regan hanya diam tak menanggapi bisikan Alder. Tatapan datarnya selalu kearah Zelva.

Karin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, pandangannya kearah lain. "Em-emang benar kok, teman lo itu gatel ke cowok gue, teman gue yang bilang sendiri ke gue." Ia tetap bersikukuh dengan tuduhannya.

"Teman gue juga bilang ke gue, kalo kakak gatel ke cowok lain." Zelva menatap remeh pada Karin.

Karin mengerutkan keningnya. Menatap nyalang pada Zelva. "Maksud lo apaan? Jangan asal nuduh ya!" Karin mulai tersulut emosi.

Zelva tersenyum miring. "Berarti kakak juga nuduh sahabat gue dong, karena kakak hanya dengar dari teman kakak." Zelva berkata savage, membuat Karin terbungkam seribu bahasa. Lidah Karin keluh tidak tau ingin membalas apa.

Skakmat.

Kelima sahabat Zelva kembali tertawa. Lalu saling adu tos lagi bersama Zelva, 2 : 0.

Regan hanya tersenyum tipis melihat kekompakan keenam sahabat itu. Sementara Arya, Lean dan Alder tertawa.

Resty yang tau Karin sudah bungkam, berbisik ke telinga perempuan itu. Seketika Karin menyeringai.

Karin mengambil es jeruk yang berada di meja. Lalu ingin menumpahkannya ke seragam Dilma, namun dengan cepat Zelva memeluk Dilma. Sehingga seragam Zelva yang terkena es jeruk tersebut.

Para murid yang berada di kantin membelalakkan matanya, melihat kejadian itu. Ada juga yang memekik heboh.

Raymond langsung memakaikan seragam miliknya pada Zelva. Meninggalkan kaos hitam yang melekat pada tubuhnya.

Steven berdiri. Ia menunjuk Karin. "Lo jadi kakak kelas gak ada akhlak nya." Steven meninggikan suaranya. Menatap tajam pada Karin.

"Mungkin cowok lo aja yang dasarnya gak baik." Senna mencibir. Ia jijik dengan kelakuan Karin yang rendahan. Tangannya menarik tangan Steven agar kembali duduk. Lelaki itu pun kembali duduk di bangkunya.

"Gimana cowoknya setia, kalo ceweknya aja kek bitch gini." Javier memandang remeh pada Karin.

Memang penampilan Karin tidak pantas dikatakan sebagai seorang siswi. Seragamnya yang ketat juga rok cewek itu yang pendek sepaha.

Bukan hanya Karin saja yang berpenampilan seperti itu, tetapi Mira dan Resty juga.

"Lo." Karin menunjuk Javier seraya menatapnya tajam.

"Apa?" tantang Javier yang juga menatap Karin tajam.

Senna melerai, "udah Jav." Ia tau bahwa Javier ini blak-blakan. Jika tidak dihentikan, Javier akan mengeluarkan kata-kata lebih pedih lagi.

"Mending lo pergi dari sini." Raymond mengusir Karin, Mira dan Resty.

"Hush..hush saaanaa." Zelva mengusir Ketiga perempuan itu dengan nada manja princess Syahrini sambil mengayunkan tangannya, sana pergi!

Zelva tertawa setelah itu. Tawaannya menular ke sahabat-sahabatnya juga Alder, Lean dan Arya. Sedangkan Regan hanya tersenyum tipis.

"Sialan!" maki Mira. Ia menatap tajam pada Zelva. Sementara yang ditatap hanya menampilkan wajah bodo amat nya.

"Brengsek kalian! awas aja, gue gak akan maafin kalian." Karin hanya menunjuk Zelva. Ia dan kedua temannya melenggang pergi meninggalkan kantin.

Ketiga perempuan itu mendapat sorakan ledekan dari seisi kantin. Bahkan Senna sampai melempar botol air mineral kosong, hingga terkena kepala Resty.

Resty ingin kembali ke meja tersebut untuk membalas Senna namun ditarik Mira, karena sudah sangat malu dicibir satu kantin.

"Dil, kok bisa tuh tante nuduh lo?" Raymond bertanya dengan raut wajah kebingungan.

"Gak tau, gue aja gak tau yang mana cowoknya. Tapi gue gak pernah tuh gatel ke cowok mana pun." Dilma meminum air mineralnya setelah mengucapkan itu.

"Iya gue percaya sama lo," balas Steven diangguki para sahabatnya.

"Kak, maaf yah tadi ada iklan lewat." Zelva memandang Regan dan ketiga teman lelaki itu satu persatu.

Senna terbahak. "Anjir, iklan lewat dong."

"Iya, gak papa, gue salut sama persahabatan kalian." Memang sedari tadi Lean takjub melihat kekompakan Zelva dan para sahabatnya melindungi Dilma, korban labrakan.

Zelva hanya tersenyum simpul menanggapi ucapan Lean.

"Va, maaf gara-gara gue, seragam lo jadi basah." Dilma menatap Zelva dengan perasaan bersalah. Gara-gara dirinya, Zelva yang harus terkena imbas.

Zelva tersenyum tengil pada Dilma. "Gak papa, selo aja, gue juga tadi gerah, jadi sengaja kena es jeruk biar adem," alibinya

Raymond yang merasa gemas. Lantas mencubit kedua pipi Zelva. "Gak usah gemes, bisa gak sih?"

"Gak usah cubit, bisa gak sih?" Zelva mengikuti gaya bicara Raymond. Tangannya melepaskan kedua tangan lelaki itu dari pipinya.

Raymond hanya tersenyum seraya mengacak rambut Zelva.

Tidak tau saja jika ada yang panas melihat kedekatan mereka berdua.

Zelva berdiri dari bangku. "Gue ke toilet dulu." Ia pamit ingin mengganti seragamnya, tapi sebelum itu ia akan ke koperasi terlebih dahulu, untuk membeli seragam baru.

"Gue temenin."

"Gue juga."

"Yaudah ayok." Zelva, Dilma dan Senna melenggang pergi dari kantin.

setelah melihat kepergian ketiga perempuan cantik itu, Arya berujar, "Vava cewek savage, gilak."

"Bener, gue suka sama cara bicaranya." Lean kagum pada gadis itu.

"Lebih parah waktu SMP bang," Raymond menyahut. Menatap Arya dan Lean bergantian.

"Parah gimana?" tanya Alder penasaran. Ketiga temannya juga ikut penasaran.

Untuk pertama kali, Regan dan Alder antusias mendengarkan cerita seorang gadis.

Raymond memasang ekspresi serius. "Vava pernah debat sama guru killer di SMP kami. Waktu itu guru killer yang namanya Bu Yanti ngajar matematika di kelas kami. Terus dikasi soal yang sama sekali belum kami pelajari, sedangkan Bu Yanti malah sibuk main hp. Pas kami bilang soalnya belum pernah diajar, sekelas dimarahi habis-habisan, katanya itu salahnya kami gak mendengarkan guru kalo lagi menjelaskan. Padahal emang tuh soal belum pernah dijelaskan nyet." Ia menjeda ceritanya.

"Begini Vava buka suara, dia bilang, ibu kalo gak ada niat ngajar mending gak usah paksain, gaji ibu tetap ngalir kok ke ibu..."

"Anjir berani banget tuh Vava." Lean memotong pembicaraan Raymond, lalu terkekeh.

"Vava doang yang berani ngomong gitu," kata Javier membanggakan sahabat perempuannya itu.

"Gue lanjut nih...otomatis Bu Yanti marah besar. Bu Yanti bentak Vava, mana sekelas dikatain susah diatur, biang onar, bodoh lagi. Sekelas sampe kaget Bu Yanti ngomong gitu. Vava langsung berdiri dari bangkunya, tatapannya kek orang santai gak ada beban gitu anjir. Gue masih ingat Vava bicara kek gini, bodoh? Apa guru pantas mengatakan itu pada muridnya, oke fine kalo ibu katain kami bodoh, tolong ibu yang paling cerdas ini dan sangat-sangat terhormat, jelaskan satu soal ini pada saya, ibu pilih yang paling susah deh, kalo dalam tiga menit saya gak selesain tuh soal, saya bakal minta maaf sambil berlutut di kaki ibu, tapi kalo sebaliknya, ibu yang minta maaf lalu jelasin semua soal ini pada kami..."

Steven memotong pembicaraan Raymond. "Anjir si Raymond sampe hafal." Ia tertawa renyah setelah itu.

"Terus gimana?" tanya Lean penasaran.

Raymond melanjutkan ceritanya, "Bu Yanti setuju. Bu Yanti jelaskan soal yang paling susah, itu pun jelasinnya gak niat gitu, sekelas kek mo meninggoy dengar penjelasan Bu Yanti. Bu Yanti sudah selesai kan jelasin tuh soal, Vava maju kerjakan soal yang dibilang paling susah. Sekelas keringat dingin, tegang sendiri anjir. Bu Yanti nyuruh ketua kelas pasang timer. Vava mulai kerjakan soal. Begini Vava udah selesai. Dilihat waktunya hanya sekitar satu menitan dan pas diperiksa Bu Yanti, jawabannya Vava benar dong. Langsung sekelas teriak heboh bahkan ada yang sujud syukur anjir. Bu Yanti nahan malu terus minta maaf," tutur Raymond. Ia menghirup udara banyak-banyak. Sampai kehabisan nafas ceritakan pertarungan sengit Zelva vs Bu Yanti.

"Gilak, Vava bukan hanya tong kosong nyaring bunyinya." Alder geleng-geleng kepala, takjub.

"Udah cantik, savage, pintar lagi. Calon istri idaman." Arya tertawa renyah.

Kening Steven berkerut. "Emang kalo jadi istri idaman harus savage?" tanya Steven. Menatap Arya dengan serius.

"Gak lah." Arya tertawa lepas.

Mereka juga ikut tertawa, kecuali Regan yang hanya tersenyum tipis.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!