Zelva menceritakan kejadian lucu dan absurd pada kelima sahabatnya. Kejadian tersebut terjadi 2 hari yang lalu saat ia jalan-jalan bersama Zaka. Zelva melihat penjual telur gulung di pinggir jalan, ingin mencoba jajanan tersebut. Awalnya dilarang oleh Zaka, takut tidak higienis, tetapi ia merengek. Zaka akhirnya luluh, saat kakaknya itu ingin membelikannya, Zelva menolak karena ingin membelinya sendiri. Alhasil Zaka menunggu di dalam mobil.
"Dua hari yang lalu pas gue jalan-jalan bareng kak Zaka. Gue liat ada penjual telur gulung di pinggir jalan. Yaudah gue suruh kak Zaka berenti. Gue turun dari mobil, beli tuh telur gulung, gue tanya ke penjualnya. Mang kenapa namanya telur gulung..."
"Karena digulung lah." Steven memotong ucapan Zelva. Lalu memakan gorengan yang tadi ia beli.
Zelva berdecak kesal. Ia memukul kepala Steven. "Gue belum selesai bicara, nyet."
"Orang kalo bicara didengar, jangan main asal potong." Javier ikut memukul kepala Steven.
Steven meringis kesakitan. "Lanjut Va lanjut." Ia mengusap-usap kepalanya. Senna membantu mengusap bahkan meniup kepala pacarnya itu, kasihan.
Zelva melanjutkan ceritanya, "mang penjualnya jawab, yah karena digulung neng, kalo digantung namanya telur gantung, yang gantung-gantung itukan punya saya neng, ada dua dalam sempak." Zelva mengikuti cara bicara mang telur gulung yang 2 hari lalu dibelinya.
Brak
Steven menggebrak meja. Lelaki itu terbahak membuatnya ditatap heran oleh seisi kantin, tak ayal ada yang sampai mengelus dada bahkan tersedak. "ANJING! MAMANGNYA MESUM, KAMVRET." Ia berteriak heboh, tak tau malu.
Raymond memegangi perutnya yang sakit akibat terbahak. "Bangsat! perut gue nyeri."
"Penjualnya gak ada akhlak. Sumpah," Senna berucap seraya menghapus air matanya yang keluar, saking lucunya.
"Terus Va terus?" Dilma penasaran dengan kelanjutan cerita mang telur gulung. Matanya menatap serius pada Zelva.
"Gue kesel kan dengar omongan mang telur gulung, terus gue bilang, mang ada gunting kagak? Mangnya ja-"
"Jawab apa?" Senna memotong pembicaraan Zelva. Lalu memakan gorengan milik pacarnya dengan rakus.
Dilma menoyor kepala Senna. "Diam dulu setan!" kesalnya. Ia begitu penasaran dengan cerita Zelva, tapi malah diganggu.
Senna tersedak gorengannya. Steven dengan cepat menyodorkan air kemasan botol pada pacarnya itu. "Anjir lo, setan lo, tuyul lo. Kalo gue mati gimana?" kesal Senna setelah meminum air tersebut. Ia melempar sisa gorengannya ke wajah Dilma. Namun Dilma menghindar, tidak kena.
"Sudah, woy." Javier melerai kedua gadis itu. "Lanjut Va." Ia menatap Zelva, menyuruhnya melanjutkan cerita mang telur gulung.
Wajah Zelva tengah menahan kesal karena ucapannya selalu dipotong. "Awas kalo dipotong lagi, gue krek in leher lo pada." Zelva menunjuk kelima orang itu satu persatu, menatap mereka tajam.
Kelima sahabatnya itu hanya mengangguk. Senna dan Dilma kembali menatap fokus pada Zelva.
Zelva melanjutkan ceritanya, "mangnya jawab, ada neng, tapi guntingnya untuk apa neng? Gue jawab, untuk potong telur gantung mamang, supaya bisa dijadikan telur gulung mang."
"ANJENG!" Raymond berteriak heboh. Lelaki itu terbahak membuat seisi kantin menatapnya heran juga.
"Gilak gilak Va, beraninya lo ngomong gitu anjir." Javier geleng-geleng kepala mendengar jawaban savage dari mulut Zelva.
"Biar mampus tuh mang telur gulung! lagian ngomong yang gak gak ke cewek," kata Dilma. Ia juga ikutan kesal mendengar ucapan mesum dari mang telur gulung. Jika ia menjadi Zelva. Ia pastikan akan menyumpal mulut mang itu dengan tulur gulung buatan mangnya sendiri.
Meja mereka menjadi sorotan karena keributan yang mereka perbuat. Regan dan ketiga temannya juga sedari tadi memperhatikan meja tersebut dan menguping pembicaraan mereka yang masih dapat terdengar.
"Tuh cewek lucu, anjir." Arya sedari tadi selalu fokus mendengar pembicaraan Zelva. Bahkan ikutan tertawa.
"Barusan gue denger cerita cewek lucu, biasanya gue gak tertarik dengan urusan cewek," kata Alder jujur.
"Gak keliatan tuh muka ceweknya," ucap Lean. Ia tidak bisa melihat wajah Zelva, karena gadis itu duduk membelakangi meja mereka.
"Tapi gue tebak nih cewek pasti cantik." Arya menaik turunkan jarinya, dengan pikiran yang menebak-nebak wajah gadis itu. Arya masih menatap kearah meja Zelva.
Alder mencibir, "dih palingan mau gombalin anak gadis orang." Alder tau watak temannya itu. kang gombal cap tokek.
"Ngomong-ngomong gue baru liat si Regan nikmati banget cerita cewek." Lean terkekeh. Ia tadi sesekali memperhatikan Regan yang tatapannya terarah pada meja tersebut.
Regan menatap datar Lean. "Gak, " bantahnya. Padahal sedari tadi lelaki itu fokus menguping pembicaraan Zelva dan harus menahan tawa agar tidak ketahuan ketiga temannya.
Biasalah gengsi.
Lean menyipitkan matanya, menelisik wajah Regan. "Gue tau Gan, lo itu tahan ketawa." Jari telunjuknya menunjuk Regan, menggerakkannya naik turun. Ayo Gan ngaku.
"Gak!" Regan membantah sekali lagi. Menepis kasar jari Lean.
Lean meringis. Ia meniup-niup jarinya. "Eleh ngaku lo." Lean menatap kesal pada Regan.
"Lo mau gue bogem?!" ancam Regan.
"Eh eh nggak, iya iya lo gak ketawa. Dasar gengsi." Lean mengucapkan kalimat akhirnya dalam hati. Tidak berani mengucapkan langsung. Bisa-bisa dirinya masuk rumah sakit.
Arya masih setia memandangi meja Zelva yang tampak heboh dengan tawaan. "Gue penasaran sama tuh cewek."
"Kalo gitu gabung ke meja mereka," kata Alder lalu menoleh kearah meja tersebut.
"Oke."
Regan mengerutkan dahinya. "Buat apa gabung?" tanya lelaki itu.
"Kan mau liat tuh cewek." Arya sudah berdiri dari duduknya, bersiap menghampiri meja yang ditempati Zelva.
Regan berdecih. "Gak usah." Ia meminum es tehnya setelah mengucapkan itu.
"Yaudah gue aja yang samperin mereka, daripada lo, gengsi kok digedein." Regan menatap Arya tajam. Sementara Arya masa bodoh. Ia berjalan menuju meja Zelva.
"Hahahaha anjir Va, gue sakit perut denger cerita lo."
"Hai." Arya menyapa, menampilkan senyuman simpul. Ia telah tiba di meja tersebut, membuat keenam remaja itu menoleh kearahnya.
Arya seketika terpaku melihat kecantikan Zelva. Mengapa ada gadis secantik ini?
Beberapa menit Arya terdiam memandangi wajah Zelva. "Kak." Suara Senna berhasil membuyarkan lamunannya.
Arya sedikit tersentak namun pandangannya masih mengarah pada Zelva. "E-eh boleh gabung gak?" tanya Arya.
"Boleh kak," jawab Senna. Lalu tersenyum manis, menatap ketampanan Arya tanpa mengedip.
Steven menggeram kesal melihat pacarnya sedang mode terpesona pada lelaki lain. Steven lantas menyenggol lengan Senna. "Mau gue colok tuh mata." Suara Steven pelan namun tajam.
Senna tersentak kaget. Ia menoleh ke arah Steven. "Khilaf Yang, mata aku arahnya ke kakak itu, tapi hati aku cuma milik kamu," kata Senna lebay. Ia tersenyum manis pada Steven.
Steven tersenyum. Mencubit gemas pipi Senna. "Sweet banget sih." Suara Steven terdengar imut ditelinga Senna. Sementara terdengar amit ditelinga sahabat-sahabatnya juga Arya.
Oh dasar pasangan lovely.
Setelah mengucapkan terima kasih, Arya duduk disamping Javier. Tangannya mengambil ponsel dari saku celananya, mengetikkan sesuatu di aplikasi WhatsApp.
Cogan Berkelas😎
Aryagans
Buruan gabung
Ceweknya cakep banget
Gilak
Leanmelo
Otw
Alderbas
2
Aryagans
Regan?
Regantala
Hm
Aryagans
Hm hm doang
Sini lo!
read.
"Bro, kenapa gabung disini?" tanya Steven setelah beruwu-uwu dengan pacarnya. Ia bingung kenapa lelaki ini ingin semeja?
Arya yang menatap layar ponsel lantas mendongak menatap Steven. "Emangnya kenapa kalo gue gabung disini?" Ia balik bertanya.
"Gak papa, cuma heran doang."
"Oh." Arya kembali memasukkan ponselnya di saku celana. Pandangannya mengarah pada Zelva.
Steven melotot tak percaya, pertanyaannya cuma dijawab 'oh' oleh lelaki itu. Steven menyumpah serapahi Arya dalam hati. Senna yang tau Steven lagi kesal, mengelus punggung pacarnya itu, sabar.
"Teman gue juga mau gabung disini, boleh kan?" tanya Arya.
"Boleh bang." Raymond yang menjawab.
Raut wajah Arya menjadi datar saat Raymond yang menjawab. Cih!
Beberapa saat. Regan, Alder dan Lean menghampiri meja mereka. Hal pertama yang ketiga lelaki itu lihat adalah Zelva. Sama halnya seperti Arya, mereka juga terpaku melihat kecantikan gadis itu.
"Ini teman gue." Tatapan Arya hanya terarah pada Zelva.
Raymond menatap kesal kearah Arya yang terus memandangi Zelva. Cih!
Mereka mengatur tempat duduk bahkan mengambil kursi kosong dari meja yang tadi ditempati Prince dan ketiga Most Wanted itu.
Regan duduk dihadapan Zelva, Lean disamping Dilma dan Alder disamping Regan.
Meja keenam sahabat itu menjadi sorotan siswa-siswi yang berada di kantin, karena Prince dan ketiga Most Wanted Nusa Bangsa menghampiri meja mereka bahkan duduk bersama.
Situasi menjadi canggung, belum ada yang memulai percakapan.
"Gue." Kesembilan remaja itu kompak menatap Zelva. "Cie kompak, hahahaha," tawa Zelva menggelegar. Membuat Regan dan ketiga temannya terpaku.
Ketawanya. Batin Regan.
"Oh iya kita kan belum kenalan." Raymond mengalihkan perhatian mereka. "Kenalin, gue Raymond." Ia memperkenalkan dirinya.
Mereka pun memperkenalkan diri satu persatu.
"DILMA DI MANA LO?!" teriak seorang perempuan yang baru tiba di kantin.
Semua atensi mengarah pada perempuan itu.
Raymond menoleh kearah Dilma. "Dil, kok lo dipanggil?" tanya Raymond membuat Dilma ditatap semeja.
Dilma mengendikkan kedua bahunya. "Gak tau," jawabnya dengan raut wajah santai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments