05. GAIRAH ZIGAZ

"Aaahh..."

Suara desahan seorang wanita memenuhi sebuah kamar apartemen.

Pria tampan dengan tubuh berotot berada diatas wanita itu, pinggulnya bergerak liar menubruk milik wanita itu.

"Aahh...please..." Wanita itu merasakan kenikmatan tiada tara saat miliknya dikoyak oleh milik pria yang berada diatasnya.

Pria itu memejamkan mata merasakan nikmat juga emosi yang bercampur menjadi satu di tubuhnya. Ia terus menggerakkan pinggulnya dengan brutal. "Vava..." Zigaz mengerang tersiksa sembari membayangkan wajah gadis polos yang berada dibawahnya saat ini.

Setelah kejadian di mansion. Zigaz menuju ke apartemennya, melampiaskan semua emosi dan hasratnya pada seorang jalang.

Walaupun Zigaz bercinta dengan seorang jalang, namun pikirannya membayangkan Zelva, adik kesayangannya.

Zigaz gila!

Setelah mencapai pelepasan, Zigaz mencabut miliknya dan menembakkan spermanya diluar.

Kedua insan itu terengah-engah dengan keringat yang membanjiri tubuh mereka.

"Kau bisa pergi." Zigaz berkata dengan suara bariton nya yang terdengar dingin, tanpa menatap wanita itu.

"Hei sayang, aku mengantuk, bisakah kita tidur bersama? Atau kau ingin menambah ronde berikutnya?" Wanita itu tersenyum nakal kearah Zigaz.

Zigaz menatap tajam pada wanita itu. "Kau ingin tidur bersama?" Zigaz bertanya pelan namun mematikan.

Wanita itu sebenarnya takut melihat tatapan maut Zigaz, tapi ia berusaha menormalkan dirinya. "Iya sayang." Wanita itu berucap nakal. Tangannya mengelus rahang milik Zigaz dengan sensual.

Zigaz tersenyum miring. "Kau boleh tidur bersamaku."

Wanita itu tersenyum mendengar ucapan Zigaz, namun beberapa saat senyuman itu pudar berganti dengan raut ketakutan, saat Zigaz kembali bersuara.

"Tapi aku pastikan kau akan tidur selamanya."

Zigaz mencengkeram kuat pipi wanita itu. "Kau hanya jalang, hanya sebuah barang bekas yang terpaksa aku pakai. Jadi jangan melunjak, ambil uangmu lalu pergi dari sini! Dan satu lagi, jangan menyebutku sayang dari mulut murahan mu itu!" Zigaz menghempas kasar wajah wanita itu.

Karena yang pantas memanggilku sayang, hanya Vavaku, kesayanganku, hidupku.

Dengan buru-buru wanita itu turun dari ranjang. Memakai pakaiannya dengan cepat hingga melupakan pakaian dalamnya karena sangat ketakutan. Tanpa mengambil uangnya diatas nakas, wanita itu melangkah cepat keluar dari dalam apartemen tersebut.

Setelah wanita itu keluar dari dalam apartemen. Zigaz berdiri dari ranjang menuju kamar mandi membersihkan tubuhnya yang penuh keringat.

Zigaz keluar dari kamar mandi setelah lima belas menit membersihkan tubuhnya. Dengan handuk putih yang melingkar di pinggang, memperlihatkan otot-otot perutnya. Zigaz segera mengenakan pakaian.

Pria itu berjalan kearah sofa, lalu mendudukkan dirinya. Ia menuang wine ke gelas yang tersedia di meja. Menghirup aromanya lalu menyesapnya. Matanya terpejam dan pikirannya selalu membayangkan Vavanya. Ia ingin secepatnya memiliki Zelva seutuhnya, namun penghalang terbesar ada pada keluarganya.

Tawa gadis itu menggerogoti tubuhnya, senyuman manis itu menjalar di jiwanya. Wajah polos milik Zelva selalu membakar gairahnya ditambah kecantikan tiada tara membuat hasratnya menggila.

Wajah imut, bibir ranum, mulut mungil, pipi chubby, bulu mata lentik, mata indahnya, hidung mancungnya membuat Zigaz gila.

Zigaz ingin sekali memiliki Vavanya.

Zigaz mengambil ponselnya yang berada di atas meja. Menghubungi seseorang untuk mengganti kasurnya akibat pergelutan panas diatas ranjang dengan jalang tidak tau diri itu. Zigaz mengantongi ponselnya ke dalam saku celana, lalu mengambil kunci mobil. Pria itu berdiri, melangkah keluar dari dalam apartemen.

Ia mengemudikan mobil menuju mansion nya.

Beberapa menit. Zigaz telah tiba di mansion. Ia melangkah masuk menuju kamar Zelva. Memutar pelan knop pintu kamar tersebut.

Good pintunya tidak terkunci.

Zigaz masuk lalu mengunci pintu. Ia melangkah menuju ranjang adiknya. Dapat ia lihat gadis itu tertidur pulas dengan mata yang sembab.

Pasti Vavanya menangis sangat lama.

Zigaz duduk di tepi ranjang, menatap lama adik kesayangannya. Tangannya terulur membelai pipi chubby itu yang terasa basah akibat air mata. Ia berbaring disamping adiknya, mencium mata sembab gadis itu.

"Vava hanya milik kakak." Zigaz mencium lama kening adiknya. Ciuman pria itu turun ke pipi chubby Zelva.

"Kakak sangat menginginkan mu, sayang."

Tatapan Zigaz terarah pada bibir ranum itu, jempolnya mengusapnya lembut. Ia memasukkan jari telunjuknya pada mulut mungil adiknya. Membuatnya mengerang halus, begini saja gairahnya bergejolak.

Zigaz menahan diri untuk tidak mencium bibir ranum itu, karena pasti akan kecanduan dan takut kebablasan pada hal yang fatal. Zigaz takut akan kecanduan pada tubuh mungil adiknya. Berada dekat Zelva saja, ia selalu merasakan gelanyar gairah yang merembet pada darahnya. Walaupun Zigaz sangat menggilai Vavanya, tapi ia tidak akan merusak gadis itu hingga menjadi miliknya seutuhnya.

Zigaz mengeluarkan jarinya dari mulut mungil itu. Tangan Zigaz menyelusup masuk kedalam piyama Zelva, mengelus lembut perut putih adiknya.

Zelva menggeliat gelisah. Sementara Zigaz memejamkan mata merasakan nikmat yang menjalar di nadinya.

Shit! Baru mengelus perut adiknya saja, sudah sangat nikmat.

Zigaz membuka matanya. Dengan cepat ia turun dari ranjang, keluar dari kamar tersebut.

Belum waktunya merasakan kenikmatan adiknya. Tunggu hingga Zelva menjadi miliknya seutuhnya.

Pria itu terpaksa mandi untuk kedua kalinya. Sialan!

_________

Seorang gadis cantik berusaha membuka matanya yang terasa lengket. Gadis itu terduduk dan bersandar di kepala ranjang. Ia melihat jam yang masih menunjukkan pukul 4 dini hari.

"Apa kak Zigaz udah pulang?" Zelva bertanya pada dirinya sendiri seraya mengucek mata. Kepalanya sedikit pusing akibat menangis begitu lama.

Zelva menimbang-nimbang apakah ia perlu mengecek kakaknya atau tidak perlu. Tapi rasa khawatir menyelimuti dirinya.

Apakah kakaknya itu sudah pulang?

Dengan penuh pertimbangan. Zelva berdiri dari ranjang melangkah keluar menuju kamar Zigaz.

Zelva berdiri di depan pintu kamar Zigaz, ada rasa takut dan khawatir yang menjalar di dirinya. Takut, jika Zigaz berada di kamar, kakaknya itu masih marah padanya. Khawatir, apabila Zigaz belum pulang.

Zelva menghela nafasnya pelan. Tangan gadis itu bergetar memegang knop pintu. Ia memberanikan diri untuk membuka pintu tersebut.

Dan ya, kakak pertamanya itu sedang tertidur dengan bertelanjang dada.

Zelva melangkah masuk. Menutup kembali pintu tersebut. Kakinya melangkah pelan menuju ranjang Zigaz. Gadis itu duduk di tepi ranjang, memandangi wajah damai pria yang tadi malam marah besar padanya.

Tangan Zelva mengelus rambut kakaknya. "Kak, maaf," lirih gadis itu. Ia ingin menyingkirkan tangannya dari rambut Zigaz, namun tangan kekar pria itu mencekalnya. Zelva tersentak kaget saat Zigaz terbangun.

"Berbaringlah disamping kakak," kata Zigaz dengan suara serak. Mata pria itu masih terpejam.

Zelva menurut. Tak ingin membuat kakaknya marah lagi. Ia berbaring disamping Zigaz, tiba-tiba kakaknya mendekapnya erat. Wajah Zelva berhadapan dengan dada bidang milik kakaknya. Kepalanya mendongak menatap wajah pria itu. "Kak."

"Hm." Zigaz menjawab dengan deheman. Matanya masih dalam keadaan terpejam.

"Kakak masih marah?"

Zigaz tidak menjawab.

Zelva menghela nafasnya gusar. Kini mata gadis itu mulai berkaca-kaca. "Maaf." Suaranya terdengar lirih. Dadanya terasa sakit diabaikan oleh Zigaz.

Zigaz tersenyum tipis, namun belum memberikan respon. Biarkan saja adiknya merasa bersalah, lagipula ia ingin melihat sejauh mana adik kesayangannya akan meminta maaf.

Zigaz menyeringai dalam hati.

Zelva tak pantang menyerah, detik ini juga, ia harus mendapatkan maaf dari kakaknya. Zelva tidak ingin perasaan bersalah hinggap lama pada dirinya.

Zelva mengecup rahang Zigaz. Tangan lembutnya mengelus pelan pipi pria itu. "Kak, maafin Vava."

Oh damn! Zigaz menahan erangannya. Gairah pria itu bangun, sialan!

Sentuhan lembut itu terasa hangat di kulit pipi Zigaz. Kecupan singkat dirahangnya seperti mematikan sarafnya.

Zigaz sangat menyukai itu.

Belum ada jawaban dari kakaknya, membuat Zelva frustasi. Harus cara apa agar ia dimaafkan?

Zelva mensejajarkan wajahnya dengan wajah tampan Zigaz. Ia mencium seluruh wajah Zigaz kecuali bibir. "Maaf," permintaan maafnya yang kesekian kali.

Tubuh Zigaz membeku saat wajahnya dicium. Gairahnya membludak saat itu juga. Dan yang tertidur dibawah sana...

Bangun.

"Kamu ingin kakak memaafkan mu?" Zigaz bertanya tertahan gairah. Matanya menatap intens wajah adiknya.

Zelva tersenyum tipis saat Zigaz telah bersuara. "Iya kak." Gadis itu antusias menjawab ucapan kakaknya.

"Naik lah keatas tubuh kakak."

Zelva terdiam mencerna ucapan Zigaz. Ia mengerjapkan matanya sembari menatap wajah tampan itu.

"Berbaringlah di atas kakak, sayang." Suara Zigaz membuat badan Zelva meremang.

Zelva dengan ragu beranjak naik ke tubuh kakaknya. Ia berbaring di tubuh kekar itu dengan wajah yang berada di dada Zigaz. Namun ia merasakan ada benda keras menusuk selangkangannya. Ia tentunya tau itu apa, tetapi ia tetap diam. Merasa ganjil? Pasti. Tapi Zelva ingat, Zigaz adalah kakaknya, kakak kandung.

Posisi ini sangat intim.

Zigaz tersenyum miring. Ia menarik  Zelva sedikit keatas hingga bergesekan dengan tubuhnya.

Oh Zigaz mengerang halus.

Zelva terkesiap dengan tindakan Zigaz. Kini wajah gadis itu berada di ceruk leher kakaknya.

"Cium leher kakak, sayang."

Kening Zelva berkerut. Kepalanya terangkat, menatap heran pada Zigaz. "Kak."

"Cium sayang! Cium berkali-kali, seperti kamu mencium wajah kakak." Zigaz berkata lembut namun tersirat nada memerintah. Ia mengusap lembut pipi adiknya.

"Tapi kak, ini salah."

"Salah?" Zigaz tertawa, namun beberapa saat raut wajahnya menjadi datar. "Kita cuma adik kakak. Jadi anggaplah ini ciuman kasih sayang seorang adik pada kakaknya. Kamu mau kan kakak memaafkan mu?"

Zelva hanya mengangguk.

"Kalau begitu lakukanlah perintah kakak."

Zelva dengan terpaksa mencium leher Zigaz. Ia merasa ini salah, tapi jika menolak, kakaknya akan kembali murka. Gadis itu hanya tunduk pada Zigaz. Se savage-savage nya Zelva, ia tetap takut pada kakaknya itu.

Zigaz memejamkan mata menikmati ciuman basah di lehernya. Hasrat pria itu semakin menggila. Kepala Zigaz terasa sejuk, namun tubuhnya terbakar gairah.

Apa Zigaz sedang menjadikan adiknya seperti seorang jalang?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!