"Nih... buat lo!" ucap Mutiara menyerahkan plastik putih berisi makanan dan snack lainnya di atas meja Dio.
"Ta... tapi aku nggak pesan apa-apa," jawab Dio dengan suara pelan seraya menghentikan aktivitas membacanya.
"Yaelah... santai aja! Gue beli ini khusus buat lo, di makan ya," balas Mutiara tersenyum lembut.
"Udah nggak usah banyak drama deh, Ra! Ayo buruan makan, keburu bel masuk bunyi tuh!" ajak Lili sembari mengeluarkan gorengan lengkap dengan saosnya.
"Iya.... sabar!" ucap Mutiara langsung duduk di kursinya sendiri.
Sementara Lili dan Mutiara menikmati makanannya, diam-diam Dio memperhatikan Mutiara yang duduk di depannya.
"Dia cantik... populer, pastinya dia rebutan cowok-cowok di sekolah ini. Tapi kok malah mendekatiku ya, apa jangan-jangan dia dekat denganku karena kasihan? Hah... apalagi kalau bukan itu, Dio! Jangan berpikir terlalu jauh dan jangan lupa... sadar diri, Dio!" debat Dio dalam hati.
"Kamu mau gorengan ini nggak?" tawar Mutiara membalikkan badan seraya memberikan plastik putih berisi bakwan, tahu isi dan mendoan.
"Udah... udah... ini cukup kok, terima kasih, banyak," balas Dio tersenyum tipis.
"Oke," kata Mutiara kembali ke posisi awal.
Tanpa sadar, sedari tadi Lili melayangkan tatapan aneh dan penuh tanya akan perubahan sikap Mutiara yang tiba-tiba berubah 360 derajat.
"Apa nggak sekalian aja lo tawari semua nih makanannya! Lama-lama gue gerah nengok sikap lo yang mendadak berubah gini," sahut Lili setengah berbisik.
"Apaan sih! Gue lakuin ini karena kita sesama teman dan nggak ada yang berubah dari gue. Nggak usah ngadi-ngadi deh!" sela Mutiara merasa jengkel.
"Sensi banget sih, Mbak! Lagi PMS ya?" tanya Lili sembari mencubit lengan Mutiara.
"Aduh... itu tangan lo jorok trus berminyak lagi! Ah... Lili tanggung jawab lo! Baju gue jadi berminyak kan," jerit Mutiara dengan kencang hingga pandangan teman-teman yang lain mengarah pada mereka berdua.
"Heboh banget sih, Ra! Cuma minyak doang, nih pakai tisu, gampang kan," usul Lili sembari membantu membersihkan lengan Mutiara.
"Udah salah, nyolot lagi!" protes Mutiara seraya memanyunkan bibirnya.
Jam bulat berwarna putih yang bertengger di dinding ruangan kelas menunjukkan pukul 12:45 WIB. Lima belas menit lagi, pelajaran akan usai dan saatnya pulang!
"Habis ini lo langsung pulang, Ra? Hangout dulu yok, ada toko buku baru buka, nggak jauh dari sini kok," bisik Lili.
"Ogah!" tolak Mutiara mentah-mentah.
"Kok ogah sih, Ra! Gue traktir deh beli martabak kacang cokelat," goda Lili.
"Nggak mau! Gue mau langsung pulang, Li. Gue trauma sama kejadian semalam, dan mulai detik ini gue nggak mau nemani lo beli buku dan segala macamnya!" jawab Mutiara berusaha fokus mencatat tulisan dari papan tulis.
"Idih... belagu benar, lo! Sok trauma segala lagi! Bilang aja sogokan gue terlalu murah, coba aja gue tawari bantal guling dengan gambar Tanjiro, lo pasti doyan kan?" tutur Lili tersenyum licik.
"Kurang ajar, lo! Martabak kacang cokelat satu plus bantal guling motif Tanjiro cintaku... pujaan hati... belahan duniaku," kata Mutiara langsung senyum sumringah.
"Giliran kartun aja, langsung cerah tuh muka, mata langsung bersinar kayak lampu LED 5 Watt," cerca Lili dengan ekspresi kesal.
"Yeee... bodo amat!" balas Mutiara sembari menjulurkan lidahnya.
Bel pun berbunyi, dan kelas hari ini telah berakhir. Lili dan Mutiara lansung memasukkan semua barang-barangnya ke dalam tas dan memastikan tidak ada barang yang tertinggal.
"Dio... lo pulangnya naik apa?" tanya Mutiara sembari membersihkan mejanya dari robekan kertas-kertas kecil.
"Angkutan umum" balas Dio dengan singkat.
"Ohh... emang rumah lo di mana?" lanjut Mutiara dan semakin membuat Lili jengkel karena harus menunggu.
"Di Gang Slamet dekat Garden Mini," jelas Dio.
"Hah... kita dekat dong! Rumah gue... eh maksudnya rumah orang tua gue nggak jauh dari Garden Mini, kayak cuma butuh waktu sepuluh menitan gitu! Kapan-kapan kita main ya... kalau sekarang gue nggak bisa soalnya harus menemani ratu kutu buku ini dulu," papar Mutiara sembari mengalihkan pandangan ke arah Lili.
"Idih... najis banget sih, lo! Udah deh, ayo buruan, keburu emosi gue meletup meledak nih," ajak Lili langsung meraih tangan Mutiara.
"Aduh... dasar lo, ya! Manusia nggak sabaran," ejek Mutiara mengikuti langkah Lili.
"Eh tunggu bentar... bye, Dio! Sampai jumpa besok ya, hati-hati di jalan, Dio," seru Mutiara sembari melambaikan tangan, hingga seisi ruangan kelas terkejut melihat sikap Mutiara yang mendadak berubah.
"Perempuan aneh!" sahut Dio dalam hati.
Saat menunggu angkutan umum di halte sekolah, tiba-tiba segerombolan laki-laki dengan seragam yang sama menghampiri Dio. Mereka melayangkan tatapan tajam penuh dendam kepada Dio.
"Lo... Dio kan, anak 11 IPA II?" tanya salah satu dari gerombolan tersebut sembari mencengkram kerah baju Dio.
"Iy... iya, saya Dio," jawabnya mulai gemetaran.
"Hahahaha... anak baru tengil, belagu begini mau jadi saingan gue? Nggak pantas! Dengar ya, lo itu harusnya sadar diri... badan gembrong segede gajah betina, lemak lo meleber kemana-mana tuh. Udah jelek... gendut... hitam... sok ganteng pecicilan lagi, lo!" lanjutnya semakin memperkuat cengkramannya.
"Maaf... saya salah apa ya?" balas Dio mulai berani menatap lawan bicaranya.
"Pake nanya lagi. Lo tuh goblok... nggak punya otak... apa jangan-jangan otak lo ada tapi nggak berfungsi!" serunya dengan nada meninggi.
"Lo itu masih anak baru... tapi udah berani dekati Mutiara. Emang lo pikir... lo itu siapa? Ngaca... lo nggak punya kaca di rumah nggak... apa perlu gue beliin!" teriaknya semakin kencang.
"Saya nggak ada dekatin Mutiara. Kita cuma kebetulan satu kelas aja," jelas Dio dengan berani.
"Masih berani lo jawab gue ya! Lo nggak tahu siapa gue? Kenzo Alexander, anak investor utama di sekolah ini... dan gue itu pacarnya Mutiara. Jadi kalau lo sampai macam-macam di sekolah ini... gue habisin lo, dasar gendut dekil!" sentaknya seraya melepaskan kerah baju Dio dengan kasar, lalu pergi meninggalkan halte sekolah.
"Hahaha... kalau udah gendut, hitam, jelek dekil begitu, nggak usah cari-cari masalah! Belajar aja yang rajin biar jelek lo ketolong sama otak yang pintar!" sahut salah satu rombongan itu sembari menendang kaki Dio.
"Mending lo benarin dulu daki sama lemak-lemak lo yang meleber tuh! Jangankan Mutiara... gue aja jijik banget!" tambah salah seorang dari mereka lalu pergi mengikuti dari belakang.
"Sialan... baru juga satu hari sekolah di sini, udah datang aja nih masalah," gerutu Dio dalam hati seraya memegang kakinya yang sakit.
Untungnya, angkutan umum berwarna merah tujuan ke rumah Dio segera datang dan berhenti di depan halte. Jadi dia tidak perlu berlama-lama duduk di tempat menjengkelkan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments