"Selamat pagi anak-anak," sapa Bu Ajeng wali kelas 11 IPA II.
"Pagi, Bu..." jawab serentak seisi ruangan termasuk Mutiara.
"Hari ini, Ibu punya kabar baik untuk kalian semua. Jadi... kelas kita kedatangan murid baru. Ayo silahkan masuk!" suruh Bu Ajeng.
Jleb!
Mutiara sangat terkejut melihat sosok yang berdiri di sebelah Bu Ajeng.
"Kenapa... kok muka lo mendadak tegang kaku kayak kanebo kering begitu?" tanya Lili yang duduk di sebelah Mutiara.
"Berisik lo! Mending dengarin tuh orang yang lagi ngomong di depan. Siapa tahu dia mau bagi-bagi hadiah," ucap Mutiara dengan pelan.
"Ngacor lo!" jawab Lili sembari mencubit lenganku Mutiara.
"Ayo silahkan perkenalkan diri kamu. Asal dari sekolah mana... alasan pindah... hobi... pacar! Semuanya boleh kamu jelaskan! Asal jangan jelaskan perihal hutang piutang di sini, soalnya itu bukan urusan kami, ya becanda. Ayo silahkan!" suruh Bu Ajeng pada murid baru tersebut.
"Baik, Bu. Nama saya Dio Putra Mahendra, pindahan dari SMA Bintang Jogjakarta. Saya pindah ke sini karena mengikuti ayah saya yang pindah tugas kerja," jelas Dio mulai gugup.
"Pekenalan yang sangat singkat. Mungkin yang lain ingin bertanya tentang Dio, silahkan angkat tangan!" ujar Bu Ajeng.
"Lo makan apa sih, Dio! Kok badan lo gembrong besar kayak gajah? Jangan-jangan lo menampung semua jenis makanan ya, makannya badan lo sampai segede gaban. Mana dekil trus hitam banget lagi!" seru Ahmad, manusia paling nakal nan menjengkelkan di ruangan kelas 11 IPA II.
Seisi ruangan langsung tertawa terbahak-bahak. Bahkan beberapa cowok nakal lainnya yang duduk di belakang langsung menyoraki dan mengejek Dio.
"Kalian bisa diam nggak sih! Dasar manusia nggak punya otak. Kalian pikir fisik itu bahan bercandaan ya? Sayang banget sih, kalian di sekolahkan di sini, tapi nggak punya peri kemanusiaan. Kalian memang punya otak, tapi sayang nggak berfungsi!" cecar Mutiara sembari menatap mereka satu persatu dengan tatap tajam.
"Lah, kok lo ngamuk sih! Lo suka ya sama cowok gembrong, dekil, hitam begitu? Selera lo norak banget sih, Ra! Kayak nggak ada yang lain aja!" omel Frans, salah satu laki-laki yang sangat mengidolakan kecantikan Mutiara.
"Otak lo tuh yang norak! Jangan anggap semua perhatian itu cinta atau suka ya! Argh... memang susah ngomong sama manusia otak batu kayak lo semua!" balas Mutiara dengan tatapan sinis.
"Udah... udah... kalian kok jadi berantem sih! Kalian sama sekali tidak menggambarkan siswa yang berkarakter. Dan untuk kalian cowok-cowok yang duduk di belakang, mulutnya ya mbok di jaga! Kalian percuma belajar kalau tidak rasa mengasihi dan menyayangi sesama manusia, Ibu malu dan sangat kecewa dengan sikap dan tindakan kalian. Sebagai hukumannya, kalian harus membersihkan toilet cowok selama jam pelajaran berlangsung. Tidak ada negosiasi dan tawaran apapun, dan Ibu harap kalian bisa belajar dari kejadian ini," tegas Bu Ajeng dengan raut wajah serius.
"Kamu, silahkan duduk di kursi kosong di belakang Mutiara, tepatnya di samping Joy," jelas Bu Ajeng sembari menunjukkan meja yang masih kosong.
"Baik, terima kasih, Bu!" jawab Dio dengan pelan.
Saat cowok-cowok nakal itu keluar, mereka tampak melemparkan tatapan tajam dan penuh dendam, hingga Dio menundukkan kepala sembari meremas-remas ujung jarinya.
"Ibu harap ini jadi pembelajaran bagi kita semua agar tidak melakukan bullyng pada siapapun. Ingat, kita semua sama-sama manusia ciptaan Tuhan, tidak ada yang pantas untuk menghina dan dihina. Kalau kalian melihat ada kejadian seperti itu, jangan sungkan-sungkan laporakan kepada Ibu atau kepada pihak sekolah," tutur Bu Ajeng.
"Baiklah... pelajaran kita akan dimulai. Silahkan masing-masing buka buku paketnya halaman 205," lanjut Bu Ajeng seraya menulis di papan tulis.
"Nih... pakai punya gue aja! Gue tahu, lo pasti nggak punya buku dan si Joy juga pasti nggak bawa," tawar Mutiara seraya menyerahkan buku paket tersebut ke tangan Dio.
"Hehehehe... tahu aja lo, Ra! Thank you, ya!" bisik Joy dengan pelan, sementara Mutiara membalasnya dengan jempol.
"Lo sehat kan? Nggak lagi sakit atau tadi pagi kepala lo kepentok ya?" tanya Lili sembari menempelkan telapak tanganya di atas kening Mutiara.
"Apaan sih! Lo nggak usah mikir yang aneh-aneh deh," jawab Mutiara.
"Kok lo tiba-tiba genit, trus sok care begitu sih! Apa jangan-jangan benar kata, Frans, lo suka sama tuh orang?" cecar Lili dengan nada suara pelan.
"Ah... norak lo! Kayaknya otak lo sama mereka lagi bermasalah ya? Atau memang nggak berfungsi? Emang kalo gue care, itu artinya gue cinta?" timpal Mutiara sembari mengernyitkan dahi.
"Yeee... nggak juga sih! Cuma gue udah kenal lo dari zaman SD sampai sekarang, gue nggak pernah tuh lihat lo belain anak orang. Sekalipun..., nggak pernah!" tegas Lili setengah berbisik.
"Nggak tahu, mungkin cuma kebetulan aja! Udah deh, mending lo diam aja! Nanti Bu Ajeng marah tuh gara-gara kita berdua ribut di ruangan kelas. Lo mau dikeluarin cuman gara-gara ini?" sergah Mutiara.
"Hmmmm... iya deh!" ucap Lili kembali fokus pada penjelasan Bu Ajeng.
Kring... kring... kring... kringg!
Bunyi bel, menandakan waktu untuk istirahat. Bu Ajeng seger menyudahi pelajaran hari ini. Semua orang bergegas membereskan meja dan memasukkan buku dan pena ke dalam laci. Maklum saja, ini jam untuk makan siang, perut sudah keroncongan sedari tadi minta di isi.
"Dio... makan siang bareng di kantin, yok!" ajak Mutiara langsung membalikkan badan mengarah padanya.
"Maa... maaf... maaf! Aku nggak ikut... kalian saja!" jawabnya terbata-bata sembari menundukkan kepala.
"Yah... lo kenapa? Lo nggak lapar ya... atau jangan-jangan lo sakit, demam atau alergi gitu?" cerca Mutiara dengan raut wajah kecewa.
"Aku baik-baik saja! Mending kalian ke kantin saja, nanti waktunya habis. Kan sayang kalau nggak sempat makan," balasnya tersenyum tipis, setipis tisu dibelah dua.
"Baiklah... atau lo mau nitip makanan atau jajanan, nggak? Nanti sekalian gue bawain deh," saran Mutiara terkesan memaksa hingga membuat Lili menggeleng-gelenglan kepala.
"Lo nggak usah ngeyel deh! Dia udah bilang nggak... ya nggak! Jangan maksa gitu dong, Ra! Ayo buruan... maaf ya Dio, teman gue yang satu ini memang kumatnya di jam-jam segini!" ujar Lili sembari menarik tangan Mutiara dengan sedikit terpaksa.
Suasana kantin begitu ramai dan berdesak-desakan. Padahal ada empat kantin di sekolah ini, namun setiap jam istirahat kantin selalu di penuhi dengan semua siswa yang kelaparan dan selalu berebut tempat duduk antara satu dengan yang lain.
"Li... kita beli jajan aja ya! Soalnya di sini panas trus sumpek banget nih," jerit Mutiara sembari mengibas-ngibaskan wajah dengan telapak tangannya.
"Boleh... bentar gue ngomong dulu sama Ibu Marni. Lo mau pesan apa?" tanya Lili.
"Gorengan, minuman dingin dua, snacknya tiga sama coklatnya dua ya," jawab Mutiara dengan santai.
"Buset... itu perut apa gentong, banyak benar pesanan lo!" ejek Lili dengan kesal.
"Nggak usah banyak komplain deh! Buruan sana pesan, keburu bunyi bel masuk bunyi," suruh Mutiara sembari melipat kedua tangan di atas dada.
Setelah menunggu hampir tiga menit, akhrinya pesanan Mutiara dan Lili pun datang. Mereka segera keluar dari dalam kantin yang sumpek, gerah dan penuh dengan kepala-kepala manusia yang hendak mencari makan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments