Tik.Tok.Tik
Sinar matahari sore yang terang merayap masuk melalui sela-sela pintu kaca besar yang terbuka, menerangi sudut ruangan luas didalamnya dengan warna jingga. Gorden putih transparan baru, berkibar tertiup angin sepoi-sepoi, membawa masuk daun-daun maple yang mulai bertebaran. Tampaknya musim panas tahun itu akan segera berakhir.
Tik.Tok.Tik.
Suara derap langkah kaki dan bunyi pedang yang beradu milik para prajurit yang sedang melakukan sesi latihan di sore yang sunyi itu, mengejutkan beberapa burung-burung kecil bertengger diatas pagar teras, menengok gelisah ke dalam ruangan didepan.
Ruangan itu gelap, dengan sedikit pencahayaan dari sebuah lentera kecil diatas meja. Lemari pakaian tua dibelakang berdiri kokoh, rak buku yang sudah tersusun rapi, dan cermin rias yang sudah diganti. Sulit dibayangkan kalau kamar yang rapi ini sempat terlihat seperti habis dilanda badai topan di pagi harinya.
Ini semua berkat Mary yang cekatan mebereskan semuanya.
Alianora melihat ke sekelilingnya dengan puas. Meski kamar ini masih terlihat sederhana, setidaknya kamar ini lebih terlihat bersih dan nyaman. Mengingat status Thalia di keluarga ini yang memprihatinkan, itu sudah lebih dari cukup.
Oh ya soal itu
Tik.Tok.Tik.
Di depan meja tulis kecil yang menghadap jendela, nampak seorang gadis kecil berumur sepuluh tahun sedang duduk diam.
Gaun tidurnya sudah diganti, dan tubuhnya kini bersih seperti sehabis mandi. Rambut perak kebiruannya yang pendek, berkilau emas dibawah cahaya matahari, dengan sesekali tersapu angin yang menampakan wajah imut dan cantik, serta sepasang manik kristal perak biru yang memantulkan cahaya lentera didepannya.
Sudah semenjak Mary pergi meninggalkannya sendiri, Alianora duduk seperti ini tanpa bersuara, mencoba meresapi segala informasi baru dalam otaknya, dan menggabungkannya dengan informasi yang dia dapatkan dari Thalia sendiri.
Saking terlalu banyaknya informasi, dia bingung harus mulai dari mana.
Jadi begini.
Thalia La Sheridan, dia, entah bagaimana ceritanya, sudah mengulang hidupnya sebanyak dua kali.
Kehidupan pertama dimulai dengan normal, dari bayi sampai ketika dia meninggal di umur dua puluh dua tahun.
Setelah itu di kehidupan kedua dia secara tidak masuk akalnya, kembali ke saat ketika dia berumur sepuluh tahun, lalu meninggal di umur yang sama.
Di kehidupan ketiganya ini, sepertinya dia memutuskan untuk keluar dari lingkaran takdirnya, dan disinilah Alianora sekarang.
Di ketiga kehidupannya, Thalia adalah putri angkat dari salah satu dari empat keluarga Duke dari Kerajaan Cahaya Agris, keluarga Duke Sheridan. Ayah angkatnya, Kalisto Le Sheridan, adalah sepupu dari Raja Agris sekarang, Raja Tyrion Lex Lumiere Di Agris. Ibunya, Annabeth Rocheleau, putri kedua dari keluarga Marquees Rocheleau yang merupakan keluarga bangsawan terkaya di seluruh penjuru Agris.
Sebelum diangkat menjadi putri duke, Thalia adalah putri dari seorang teman dekat Duke Sheridan yang merupakan seorang rakyat biasa. Waktu dia masih bayi, orang tua Thalia meninggal karena kecelakaan. Ketika dia berumur 8 tahun, Kalisto menemukannya di jalanan lalu kemudian mengangkatnya sebagai anak.
Karena statusnya yang spesial, banyak orang tidak benar-benar menganggap Thalia sebagai bagian dari keluarga bangsawan. Banyak dari mereka yang berbicara dibelakang, menyebutnya gadis miskin yang beruntung, darah kotor yang menjijikan, penjilat, dan sebagainya.
Walaupun demikian, orang tua angkat Thalia tidak melakukan apa-apa untuk melindunginya. Sebaliknya, mereka juga memperlihatkan perbedaan perlakuan antara Thalia dan adik tirinya, Estelle, yang merupakan putri kandung mereka.
Kedua pasangan itu memanjakan Estelle. Memberikan apapun yang diminta, harta benda, status, dan juga perhatian. Lemarinya dipenuhi berbagai macam gaun dengan kualitas terbaik, dan juga model terbaru. Pelayan dan pengawal setia mendampingi kemanapun dia pergi.
Setiap kedua pasangan itu hanya berbicara tentang putri mereka Estelle, membanggakannya seperti mengatakan pada dunia kalau keluarga Duke Sheridan hanya memiliki satu putri, yaitu Estelle.
Bukan Thalia, dan tidak akan pernah.
Para kaum bangsawan semua tahu tentang perbedaan ini, dan mereka semua berpendapat sama. Awalnya mereka hanya berani mengolok Thalia dibelakang karena takut itu akan menyinggung keluarga Sheridan, tapi setelah melihat ini, mereka semakin yakin kalau Thalia adalah putri yang dibuang. Berkat itu, tingkah mereka juga semakin menjadi-jadi.
Mereka mempermalukan Thalia secara terang-terangan, menghinanya dengan kasar.
Tidak hanya itu, mereka juga mengucilkan dan membulinya secara fisik. Tidak jarang bagi tubuhnya untuk menderita berbagai macam luka, memar, dan bengkak, itu semua karena pukulan dari anak-anak bangsawan lain sepantarannya, bahkan para pelayan dirumahnya juga sering bertindak kasar padanya.
Intinya, dari kecil sampai dewasa, Thalia tidak pernah diperlakukan layaknya seorang putri bangsawan.
Bisa dibayangkan bagaimana perasaannya ketika harus mengulang situasi seperti ini sebanyak dua kali. Jangankan itu, sekali saja kebanyakan orang sudah tidak sanggup, kalau sampai dua kali, tidak heran di kehidupan ketiganya ini dia mengalami sakit mental.
Alianora menghela nafas, menaruh penanya dan meregangkan tangan, "Tapi kenapa dia tidak minta balas dendam saja? Kenapa dia malah ingin melindungi orang yang telah mencampakannya?"
Apakah dia tidak marah? Apakah dia tidak benci?
Tidakkah dia pernah mengutuk mereka?
Kumohon kau bisa melakukan apapun tapi tolong jangan sakiti siapapun.
"Aku tidak mengerti." Alianora menyenderkan kepalanya untuk menatap langit oranye yang dipenuhi desiran awan,"itu sebabnya aku tidak pernah memahami manusia, meski sudah lama hidup bersama-sama dengan mereka."
Dia memejamkan matanya sesaat.
Dalam benaknya bayangan Thalia kecil yang sedang menangis perlahan memudar, bertumpang tindih dengan gambaran sosok seorang anak kecil yang meringkuk dengan posisi yang sama.
Surai hitam anak itu terurai berantakan diatas pundaknya, jubah satu setelan yang dia kenakan begitu lusuh dan compang-camping, dan seluruh tubuhnya dipenuhi memar dan lecet. Suara tangisan anak itu begitu menggema, sedih, frustasi, putus asa, dengan butiran air mata yang jatuh tak terbendung.
"Hiks...kenapa? Setelah semua yang kulakukan...kenapa, kenapa mereka tetap membenciku?"
"Kenapa mereka memukulku? Apa salahku?Kenapa mereka melihatku dengan jijik?"
"Mereka bilang rambut hitamku pembawa sial...Tidak! Aku...aku bukan monster! Aku, aku makhluk abadi juga!
"Aku bukan monster!"
Alianora membuka matanya kembali, dan gambaran itupun segera hilang.
Dia mendengus kesal, mengingat sesuatu yang tidak ingin diingat sama sekali itu bukan sesuatu yang menyenangkan.
Kapan itu? Seribu tahun lalu? Entahlah, saking lamanya Alianora tidak yakin apa sosok lemah itu pernah menjadi dirinya.
Benar.
Selama ini kehidupan baginya selalu simpel.
Alianora tersenyum sinis, "Hah, jika aku jadi Thalia bodoh ini, alih-alih menyelamatkan, aku akan menyumpahi mereka semua untuk mendapatkan penyiksaan dan kematian yang lebih buruk dari apa saja yang bisa dibayangkan dunia, membuat mereka merasa lebih terhina dari binatang apa saja yang ada di dunia ini, setelah itu mengambil jiwa mereka, mengekstraknya jadi makanan anjing neraka. Harusnya ini ganjaran yang mereka terima!"
Dia menaruh cangkir teh dengan sedikit keras, menghasilkan bunyi ting yang nyaring, membuat burung-burung yang bertengger di luar pendopo itu kaget, dan terbang menghilang ke langit senja.
Meski begitu, Alianora hanya bisa mengutuk dalam hati saja, tanpa bisa melakukan apa-apa. Setidaknya sampai kontrak jiwa dengan Thalia berakhir, Alianora harus melindungi mereka agar tidak menerima akhir yang sama seperti tiga kehidupan sebelumnya.
Alianora menggaruk kepalanya dengan frustasi, dan mulutnya mengeluarkan erangan kesal, "Ahh, sungguh merepotkan!"
Apa boleh buat, sebaiknya mulai sekarang dia harus mencari sendiri informasi mengenai para keluarga bangsawan, keluarga kerajaan, informasi seputar Kerajaan Agris, dan mungkin kerajaan lainnya.
"Tapi sepertinya, aku harus berbuat sesuatu tentang situasiku dulu."
Langit sore telah berganti menjadi malam, lampu-lampu taman disekitaran Kastil Silverstein telah dinyalakan. Dengan penerangan yang minim, suasana kamar yang gelap membuat cahaya lampu lentera di atas meja semakin bersinar jingga. Dibawah api lentera yang berkobar, Alianora menarik sebuah buku coklat dari dalam laci meja. Jejak mana samar-samar masih terlihat berkeliaran diatas sampulnya, seperti noda.
Alianora menyipitkan matanya, selain Thalia yang mengalami gangguan mental, kemunculan buku ini juga merupakan salah satu faktor yang berbeda dari kehidupan-kehidupan sebelumnya.
Alianora baru ingat kalau Thalia mengetahui mantra Kontrak Jiwa dari sebuah buku sihir, tapi saat itu dirinya terlalu terkejut sampai tidak ingat bertanya dengan detil mengenai buku itu.
Sekarang setelah mengetahui kalau semua ini kemungkinan besar adalah rencana yang diatur oleh seseorang, Alianora tidak habis pikir siapa yang kira-kira melakukannya?
Mulai dari Thalia yang mendapati buku sihir, mempelajari mantra kontrak jiwa, kemudian memanggilnya, dan membuat Alianora menyelamatkan Keluarga Duke Sheridan.
Apa itu murni untuk membantu Thalia, atau membantu keluarga Duke Sheridan?
Atau mungkin target dari semua ini adalah dirinya?
Berani menumbalkan putri dari keluarga bangsawan sekelas duke demi membawa kembali jiwa seorang dewi yang telah lama dikutuk. Identitas orang ini pasti bukan orang sembarang, Alianora masih belum memiliki gambaran.
Tangan Alianora menyentuh untaian mana yang dengan lincahnya menari-nari mengelilingi jarinya seperti air. Kerutan tajam muncul pada alisnya, dan mata biru peraknya menatap setiap sudut dengan dingin.
"Jejak mana ini...terasa sangat dingin."
Suasana ruangan semakin gelap seiring dengan langit yang kian menghitam. Api lampu lentera yang bergoyang mulai surut karena kekurangan minyak tanah namun Alianora seperti tidak menyadarinya.
Pandangannya tertuju pada untaian jejak mana yang semakin jelas terlihat ditengah kegelapan. Bergerak perlahan membentuk aura setipis helaian rambut transparan yang perlahan berubah warna.
Tak berwarna menjadi sedikit kebiruan pudar.
Semakin jelas dan semakin terang.
Pandangan Alianora mengikuti garis cahaya yang membentang dari sampul buku terus mengarah maju ke arah pintu kamarnya sebelum....
Tok. Tok. Tok.
"Ehem, Nona Thalia? Saya datang membawakan makan malam Anda."
Suara Mary menggema dari balik pintu kamarnya.
Alianora menggelengkan kepala sambil membuka laci mejanya untuk menyimpan kembali buku sihir itu.
"Masuklah Mary." sahut Alianora.
Tidak masalah, jejak mana tidak akan hilang begitu saja selama beberapa waktu. Dia bisa melacak sang pemilik mana besok atau dilain waktu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Amelia
semangat terus ❤️❤️❤️😊
2024-03-24
2