Masih dalam situasi yang sama dimana Surya duduk dengan ketiga remaja muda itu. Tanggapan pertama Eca, Tania, juga Rudi terhadap Surya cukup baik.
Surya sangatlah humble, friendly, dan humoris. Tipe pria yang sangat disukai para wanita, termasuk Eca dan Tania mungkin?
“Bapak udah nikah belum?” Tanya Eca tiba-tiba yang membuat Tania dan Rudi spontan menatap kaget ke si pelaku.
Entah Eca mendapat keberanian dari mana hingga mulutnya begitu lancar melontarkan pertanyaan privat.
“Si monyet kalo ngomong gak pernah di pikir-pikir dulu. Itu privasi namanya blokkk...” Ucap Rudi memberitahukan.
Eca hanya memutar mata malas dan tak memperdulikan apa yang diucapkan Rudi. Padahal memang betul yang dikatakan Rudi, bahkan Tania pun setuju. Tetapi Tania kurang setuju dengan bahasa Rudi yang terdengar cukup kasar.
“Alhamdulillah!!”
“Ohh...” Jawab Eca lesu. Gagal ia bisa mendapat pria tampan.
“Alhamdulillah belum, masih betah sendiri haha...” Lanjut Surya.
Tentu saja Eca yang mendengarnya senyum-senyum malu dan sedikit terkejut. Cukup mengherankan jika pria tampan seperti Surya masih belum memiliki pendamping.
‘Padahal Pak Surya ganteng, terus humble juga masa belum nikah? Ini gua antara percaya gak percaya sih. Jangan-jangan kita dikibulin pak Surya.’ Batin Eca bertanya-tanya.
Jika memang benar Surya masih lajang, ini adalah kesempatan emas buat Eca. Kalau Tania tak mau dengan Surya tentu saja Eca dengan berlapang dada maju untuk mencuri perhatian Surya.
“Serius Pak? Saya gak percaya ah!!” Kata Rudi spontan.
Ia nampaknya sepemikiran dengan Eca, sedikit meragukan jawaban Surya.
Sedangkan Surya yang merasa jika ketiga muda-mudi itu seakan tak percaya dengan ucapannya segera ia mengeluarkan KTP dari dalam dompetnya dan memperlihatkan kepada mereka bertiga.
“Ini buktinya kalo kalian gak percaya.” Ucap Surya yang masih setia memegang KTP nya.
Berbeda dengan Tania dan Rudi, Eca malah fokus kepada foto Surya yang tak kalah rupawan dengan aslinya.
“Bapak ganteng banget di foto, apalagi realnya ganteng parah...”
•••
Seharian penuh beraktivitas di kampus dan kantor cukup menguras tenaga. Ditambah harus berkendara jauh tentunya lelah yang di dapat berkali-kali lipat.
Jujur saja Tania sangat malas pulang ke rumah apalagi harus bertemu dengan tantenya. Sudah lelah fisik juga pikiran, apakah sekarang harus lelah batin?
“Sana cuci piring!!” Ucap tiba-tiba seorang wanita bertubuh tambun yang merupakan tante Tania.
“Iyaa, tante...”
Padahal tubuh terasa lelah dan meminta untuk diistirahatkan sejenak tetapi malah disuruh bekerja lagi.
Apa tidak bisa ia diberikan waktu sejenak untuk istirahat? Apakah tantenya tak mengerti sedikitpun jika ia juga lelah.
Tania pun tak keberatan melakukan pekerjaan rumah. Toh, ia sekarang hanya menumpang hidup dengan tantenya selama bertahun-tahun. Anggap saja sebagai bentuk rasa terima kasih karena mau menampung dirinya setelah kematian keluarganya tercinta.
Segera Tania bergegas menuju dapur dan menyiapkan makan malam untuk mereka berdua.
Tak ada pekerjaan yang beres saat Tania pulang. Piring kotor banyak, cucian menumpuk, ditambah lantai yang terlihat sangat kotor dan terlihat jejak kaki yang diyakini jejak kaki tante Mira saat basah.
“Kaki di lap dulu apa susahnya sih tante?” Gumam Tania lelah.
•••
Makan malam pun tiba, Tania dan Tante Mira segera makan bersama.
Meskipun perlakuan tante Mira ke Tania kurang bagus, namun bersyukur sikapnya tak sama persis layaknya ibu tiri yang tak memberi makan.
Hanya saja tante Mira tergolong orang yang sedikit jutek dan ketus yang membuat Tania sampai sekarang tidak bisa beradaptasi.
“Tania, gimana kuliah kamu?” Tanya tante Mira tiba-tiba.
Segera Tania menghentikan makannya dan menatap lurus ke arah tantenya.
“Baik kok, tante.”
“Langsung aja, gak lama lagi orang itu dateng buat jemput kamu.”
Perkataan tante Mira membuat nafsu makan Tania lenyap seketika.
Mengapa harus dibahas saat mereka tengah makan? Apakah tidak bisa menunggu saat selesai makan malam?
“T-tapi tante, gimana kuliah aku? Aku udah mau wisuda apa gak bisa aku selesaiin kuliah dulu? ” Tanya Tania bernegosiasi.
Ia sudah menempuh semester 6 dan terhitung satu tahun lagi ia akan wisuda.
“Dari awal tante udah bilang, kamu kuliah juga gak ada gunanya. Bisanya cuma ngabisin harta warisan orang tua kamu yang gak seberapa itu. Lagian kamu kuliah tinggi-tinggi ujungnya apa? Ngurusin rumah doang kan? Pokoknya tante gak mau terima alasan apapun. Mau gak mau kamu harus tetep terima keputusan tante. Inget surat perjanjian itu!!!” Ucapan mutlak tante Mira membuat Tania diam membatu.
Padahal tadi Tania sangat menikmati makan malamnya namun sekarang ia tak memiliki nafsu makan lagi.
Tantenya benar-benar egois, tak memikirkan perasaan dan kemauan Tania sama sekali.
“Aku gak tau apa-apa soal surat perjanjian itu dan aku juga gak pernah nge-iyain, tapi kenapa aku dibawa-bawa Tante??” Tanya Tania.
“Pokoknya tante gak mau terima alesan apapun itu, titik!!”
•••
Di kamar ukuran sedang itu, nampak Tania sedang duduk melamun di meja belajar.
Ia tengah merenungi nasibnya yang begitu malang.
“Huhhh!!!”
Hanya helaan nafas berat yang terdengar dari bibir Tania setelah makan malam tadi.
Pikirannya berkecamuk dan terus berandai-andai.
‘Aku gak benci sama tante Mira!! Aku cuma kecewa kenapa tante gak pernah ngertiin mau aku sedikit aja??? Aku cuma mau nyelesaiin kuliah aku, itu doang.’ Batin Tania sedih.
Tania jadi teringat pesan kedua orang tuanya untuk bisa menjadi wanita mandiri. Menyelesaikan kuliah secepat mungkin, mendapat kerjaan dan mempunyai penghasilan sendiri.
Sekarang ini bukan jamannya pria saja yang bisa bekerja. Wanita pun sama, bahkan seorang wanita harus bisa menghidupi kebutuhannya sendiri tanpa berpangku tangan kepada pria.
Inilah yang diinginkan Tania. Kelak suatu masalah menimpanya, setidaknya ia memiliki bekal ijazah kuliah untuk mencari pekerjaan yang lebih baik.
“Aku aja gak tau harus gimana sekarang... Eca dan Rudi belum tau apa-apa soal kehidupan aku.” Gumam Tania diakhiri helaan nafas lelah.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments