Bab 3 - Menikahi Seorang ABG?

WISNU

Jika bukan karena usaha perbankan milik kakek, mungkin aku tidak akan sudi mengikuti wasiat dari kakek untuk menikah dengan gadis pilihan kakek. Masih tak habis pikir, kakek yang selama ini tinggal di kota, mengelola perusahaan besar dan bertemu dengan banyak kolega dari dalam dan luar negeri, justru berpikiran konyol menjodohkanku dengan wanita desa.

Padahal, bisa saja kakek menjodohkanku dengan keluarga kolega bisnis kakek. Setidaknya lebih elit dan berkelas. Ya, meskipun belum tentu juga kusetujui. Karena keinginanku saat ini adalah menikahi kekasihku, Monica.

Namun, sepertinya aku harus menunda hal itu dan mengikuti skenario dari almarhum jakek, untuk menikahi gadis desa yang tidak kukenal dan tak kutahu rupanya seperti apa. Mendengar kata gadis desa saja sudah membuatku mengedikkan bahu. Mana mungkin aku nanti akan menyentuhnya jika pernikahan itu benar-benar terjadi.

Dan hari ini, Papa dan Mama mengajakku ke desa tempat gadis itu berada. Astaga, menyusahkan saja. Kenapa tidak gadis itu saja yang datang ke Jakarta? Atau jemput dia datang kemari. Apa susahnya? Membayangkan harus ke desa, dengan jalan yang rusak dan becek. Apalagi musim hujan seperti sekarang ini. Mungkin ini adalah beban terberatku sejauh ini.

"Wisnu, ayo kita berangkat!" Mama muncul dari pintu kamarku.

Dengan menghempas nafas panjang, aku pun bangkit. Jika mama sudah memberi perintah, jangan harap beliau mau menerima bantahan.

Kami akan menempuh perjalanan ke tempat gadis desa itu menggunakan mobil selama empat jam. Bayangkan, bahkan untuk pergi ke desa itu saja tidak bisa menggunakan pesawat dan harus menempuh perjalanan dengan jalur darat selama berjam-jam. Benar-benar membosankan. Mungkin jika bersama Monica, sehari semalam pun rela aku nikmati.

"Ma, gadis desa itu wajahnya seperti apa?" Entah berapa kali pertanyaan ini kutanyakan sejak mengetahui aku akan dijodohkan dengan gadis itu. Namun, tak sekalipun mama memberitahu atau menunjukkan fotonya kepadaku.

"Nanti juga kamu akan ketemu orangnya." Hanya itu jawaban yang diberikan mama. Atau, mama juga sering menjawab dengan mengatakan, "Kamu penasaran banget, sih!?" Seolah-olah, aku lah yang bersemangat dengan perjodohan ini. Padahal aku hanya ingin tahu, karena tidak ingin wanita yang menjadi pendampingku itu memalukan.

"Oh ya, Wisnu. Jangan panggil dia gadis desa. Namanya itu Nissa, Annisa Salsabila. Jangan bikin malu Papa dan Mama karena ucapan kamu itu, deh." Mama justru mengkritik karena aku sering menyebut wanita yang ingin dijodohkan denganku dengan panggilan 'gadis desa'.

"Memang dia gadis desa, kan, Ma? Apa salahnya aku panggil dengan panggilan itu?" Aku memutar bola mata menaggapi teguran mama tadi.

"Itu tidak sopan, Wisnu!" Papa membela mama. Saat ini, kedua orang tuaku justru sama-sama menyatakan aku bersalah.

Hempasan nafas kasarku langsung terdengar. Belum apa-apa saja gadis desa sudah membuat aku berdebat dengan orang tua, apalagi nanti kalau aku benar-benar menikah dengannya.

Setelah menempuh perjalanan empat jam lebih, akhirnya kami memasuki desa yang kami tuju. Di luar dugaanku, ternyata jalan di tempat tinggal gadis itu sangat mulus, tak seperti yang aku bayangkan. Pemandangan hijau dari hamparan padi dan beberapa tanaman perkebunan lainnya yang terbentang sepanjang perjalanan memang sangat menyegarkan mata. Hingga akhirnya sampailah kami di sebuah rumah berpagar kayu.

Rumah dan halaman itu lebih luas dibanding rumah-rumah di sekitarnya. Namun, tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan rumah keluarga besarku. Dan membayangkan aku diwajibkan tinggal di sini beberapa waktu setelah menikah, rasanya itu tidak masuk di nalarku.

Tak seperti papa dan mama, aku turun dan menginjakkan kaki di halaman rumah itu dengan sangat ragu. Tak terbayang sepatu mahalku harus menginjak rumput yang agak lembab karena tadi pagi terguyur air hujan.

"Ayo, Wisnu!" ujar mama saat melihatku ragu turun dari mobil.

Di teras rumah itu nampak dua orang pria dan seorang wanita yang menyambut kami. Hanya ada satu wanita yang memakai hijab itu saja yang ada di sana. Tatapanku terus mengarah pada wanita itu.

"Apa wanita itu yang ingin dijodohkan denganku? Kenapa pakaiannya seperti ibu-ibu begitu?" gumamku mengkritik penampilan wanita itu. Bagaimana komentar rekan bisnisku, jika mengetahui istriku berpenampilan jauh dari kata modis dan terkesan kuno. Jangankan untuk menyentuh, dekat-dekat saja rasanya enggan jika calon istriku seperti ini.

"Assalamualaikum ..." Papa dan Mama menyapa mereka bertiga.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh ..." Ketiga orang itu menjawab salam.

"Apa kabar Abah? Abah masih terlihat segar bugar" Papa menyapa dan berjabat tangan lebih dulu dengan abah, pria yang terlihat paling tua dari ketiga orang itu. Sepertinya papa sudah mengenal pria tua itu, karena papa memanggilnya dengan panggilan 'Abah', dan terkesan akrab.

Jika abah itu adalah teman kakek, kemungkinan seumuran dengan kakek. Tapi, pria yang dipanggil abah itu memang terlihat sehat dan segar bugar.

"Alhamdulillah sehat wal afiat, Nak Faisal. Abah turut berduka cita atas meninggalnya Pak Atma. Semoga amal perbuatan beliau diterima Allah SWT dan husnul khotimah ..." Abah menyampaikan empati atas kepergian kakek pada papa sebagai menantu dari kakek.

"Aamiin, terima kasih, Abah," balas papa. Selanjutnya papa bersalaman dengan pria di sebelah abah. Jika dilihat dari fisiknya, pria itu seumuran dengan papa. "Pak Umar, apa kabar?" tanya papa.

"Alhamdulillah baik, Pak Faisal. Saya turut berkabung, Pak Faisal. Pak Atma adalah sosok yang sangat baik. Semoga Allah SWT menempatkan almarhum di tempat yang layak," ucap Pak Umar.

Setelahnya, Papa hanya mengatupkan kedua telapak tangan di depan dada saat berhadapan dan tak bersentuhan tangan dengan wanita di sebelah Pak Umar. Wanita yang kuduga akan dijodohkan denganku.

Kini giliran mama yang melakukan hal yang sama, hanya mengatupkan kedua telapak tangan di depan dada saat berhadapan dengan abah dan Pak Umar. Dan baru bersalaman dilanjut cipika-cipiki dengan wanita di samping Pak Umar.

"Saya turut belasungkawa atas meninggalnya Pak Atma, Bu Kartika," ucap wanita itu seraya mengusap punggung mama.

"Terima kasih, Bu Zaenab." Mama sepertinya mulai melankolis karena mendapatkan pelukan dari wanita bernama Bu Zaenab itu.

"Zaenab? Tunggu, tunggu ... bukankah wanita yang ingin dijodohkan denganku bernama Annisa? Berarti bukan wanita ini?" Aku masih bertanya-tanya dalam hati.

"Oh ya, ini Wisnu, anak kami, Abah, Pak, Bu." Mama kemudian memperkenalkanku yang sejak tadi hanya berdiri memperhatikan interaksi mereka semua.

"Wisnu, ini abah, kakeknya Nissa. Ini Pak Rahmat, abinya Nissa dan ini Bu Zaenab, uminya Nissa. Ayo kamu kasih salam, malah bengong saja." Mama langsung menyuruhku bersalaman dengan anggota keluarga Nissa.

"Halo, Pak, Om, Tante." Tak banyak basa-basi seperti papa dan nama, aku menyapa mereka semua. Dan mulai menarik nafas lega, karena wanita yang ingin dijodohkan denganku bukanlah wanita yang saat ini aku lihat. Tapi, apa benar wanita itu adalah mama dari Nissa? Semuda itu? Apakah aku akan menikahi seorang ABG? Sambil mengedikkan bahu, aku membayangkannya.

"Sudah besar dan tampan anak kalian ini. Dulu waktu dibawa main ke sini usia berapa dia, Faisal?" tanya abah.

Pertanyaan abah membuat dahiku berlipat. Aku pernah kemari? Kapan? Kenapa tidak ada di dalam memoriku?

"Waktu usia dua tahun, Abah," jawab papa.

"Pantas saja aku tidak ingat," batinku.

"Wah, sudah lama sekali," sahut abah.

"Mari silahkan masuk dulu, Pak, Bu." Umi mempersilahkan kami semua masuk ke dalam ruangan tamu.

Aku mengedar pandangan memperhatikan ruang tamu di rumah itu. Banyak perabotan terlihat antik di ruangan itu. Tapi, tentu saja tidak sesuai dengan seleraku. Aku lebih suka furniture yang lebih modern, elegan dan mewah.

"Mana Nissa, Umi?" tanya abi menanyakan keberadaan gadis yang ingin dijodohkan denganku.

"Sedang menyiapkan minuman, Bi. Sebentar Umi panggilkan dulu," Umi kemudian beranjak ke arah dapur meninggalkan kami yang kini duduk di kursi tamu, sambil melanjutkan perbincangan.

*

*

*

Bersambung ...

Happy Reading

Terpopuler

Comments

nuraeinieni

nuraeinieni

ntar jg ketemu nisa,km klepek2 wisnu.

2024-03-14

1

❤️⃟WᵃfRahma

❤️⃟WᵃfRahma

dasar oleng ini si Wisnu

2024-02-24

2

❤️⃟WᵃfRahma

❤️⃟WᵃfRahma

sombong sekali kamu Wisnu, belum sukses saja kamu seperti ini

2024-02-24

3

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!