Williams high school
Kesya baru saja masuk halaman sekolah. Gadis itu berjalan dengan cepat. Maklumlah, sudah hampir setengah jam berlalu sejak bel masuk sekolah berbunyi. Mulutnya masih komat kamit, mengomel karena Darel yang sudah membuatnya kesal dipagi hari.
Tadi, dia harus berjalan kurang lebih 1 KM, untuk sampai di jalanan yang ramai dan biasa dilewati taxi. Sialnya lagi, hari ini matahari begitu terik dan menusuk permukaan kulitnya. Kesya juga merasa energinya hampir terpakai habis.
''Woi…,'' teriak Raisa bikin Kesya kaget setengah mati. Dia hampir jatuh, kalau tidak cepat menyeimbangkan tubuhnya.
''Raisa, kebiasaan deh kalau gw jatoh gimana?'' protes Kesya terhenti karena Raisa yang kini sudah membungkam mulutnya.
‘’Berisik deh, masih pagi juga.’’
‘’Lu yang berisik peak!’’ dengus Kesya. Maklumlah, rasa kesalnya pada Darel masih menguasai. Jadinya Raisa lah yang turut kena imbasnya.
‘’Lu kenapa sih, masih pagi juga.’’
‘’Sorry. Lagi kesal aja gw.’’
‘’Kesal ke - ‘’ Raisa menghentikan ucapannya, saat suara teriakan masuk dan mengambil alih indera pendengaran keduanya.
‘’Mati kita.’’ Raisa menutup matanya. Kenapa juga mereka harus tertangkap basah guru rese itu sih? Keduanya membalik badan, melihat bu Nadia sambil tersenyum kaku.
‘’Kesya …. Raisa kalian benar-benar ya!’’ teriak bu Nadia. Guru rese yang selalu memberi Kesya dan Raisa hukuman. bu Nadia melangkah mendekat
‘’Bagaimana ini? Gw nggak mau dihukum lagi ya.’’ Raisa berbisik.
‘’Lah mau bagaimana lagi, lu mau kita kabur apa gimana?’’ tanya Kesya yang langsung mendapat tendangan kecil di kakinya. Tentu saja tendangan itu berasal dari Raisa.
‘’Lu gila ya kalau kabur sekarang yang ada hukuman kita bakalan lebih berat lagi.’’
‘’Lah terus gimana dong, apa kita sogok aja bu Nadia-nya?’’
‘’Lu pikir mempan, lu kayak nggak tau bu Nadia aja.’’
‘’Yaudah kalau gitu terima aja nasib kita. Lagian salah lu juga, udah tau sekolahnya masuk jam 8, eh lu datangnya malah jam 8.30.’’
‘’Lu juga sama ogeb.’’
‘’Ya iya, makanya karena itu kan kita jadi sahabat sampai sekarang.’’ Keduanya malah cekikikan. Hampir lupa pada bu Nadia.
‘’Kalian emang nggak ada sopan santunnya ya. Udah telat ke sekolah dan sekarang malah saling berbisik. Sama sekali tidak terlihat menyesal.’’ Bu Nadia meradang melihat tingkah santai keduanya. Kalau Siswa lain, mereka akan langsung menundukan kepala dan mengakui kesalahan mereka serta berjanji tidak akan mengulangi lagi. Tapi kenapa dua siswi di depannya ini berbeda? Ah, bikin pusing bu Nadia saja.
‘’Nyesel kenapa bu? Terlambat ke sekolah kan bukan berarti akan menghancurkan hidup kita,’’ jawab Raisa dengan nada santainya. Toh siswa yang teladan tidak akan selamanya sukses, sedangkan siswa yang bandel belum tentu gagal dalam hidupnya. Menurut Raisa ada dua hal yang menjamin kesuksesan, satunya adalah kerja keras, sedangkan yang satunya lagi adalah terlahir di keluarga kaya raya.
Bu Nadia langsung menjewer keduanya, saking kesalnya. ‘’Kalian benar-benar ya!’’
‘’Bu … bu Nadia, telinga Kesya bu, telinga Kesya mau copot tuh.’’ Bu Nadia memutar jengan bola matanya. Hampir saja dia dibodohi Raisa lagi. Lama-lama dia bakalan pensiun jadi guru, kalau terus menerus mengurus keduanya.
*****
‘’Membersihkan halaman sekolah? Bu kami ini siswi disini bukan tukang bersih-bersih,’’ protes Kesya saat bu Nadia memerintahkan keduanya untuk membersihkan halaman belakang sekolah. Gila saja, halaman seluas itu harus mereka bersihkan? Ogah banget.
‘’Kesya!’’
‘’Bu jangan teriak-teriak dong. Sakit kuping saya.’’ Kali ini Raisa yang protes.
‘’Astaga Tuhan, lama-lama aku bisa mati berdiri, menghadapi kedua siswi durhaka ini,’’ gumam bu Nadia.
*****
Dan disinilah mereka sekarang, di halaman belakang. Tadi, bu Nadia mengatakan mereka tidak bisa mengikuti mata pelajarannya selama satu semester, kalau tidak mau membersihkan halaman belakang. Jadi, mau tidak mau mereka menerima hukuman tersebut.
‘’Ini gara-gara lu tau nggak?’’ Raisa menyalahkan Kesya. Keduanya sedang menyapu halaman belakang sekolah.
‘’Eh ogeb ngapain lu jadi nyalahin gw?’’
‘’Aish,’’ kesal Raisa membuang sapu yang ada di tangannya. Halaman seluas itu kapan selesainya?
‘’Kei.’’
‘’Hhmm.’’
Raisa memberikan kode pada Kesya dengan menggunakan tangannya. Meminta gadis itu mendekat padanya, lalu dia mulai berbisik pada Kesya.
‘’Emang bisa?’’
Raisa mengangguk dengan semangat. ‘’Nanti lu awasi tu guru rese dan gw yang urus semuanya, oke?’’ ucapnya membentuk tanda oke dengan tangannya. Kesya tentu setuju. Kalau ada jalan pintas, kenapa harus bersusah-susah, iya nggak?
*****
‘’Beres kan?’’ ucap Raisa lagi sejam kemudian dengan mata yang berbinar, melihat halaman itu sudah bersih tanpa satu sampah pun. Tadi, keduanya menyewa hampir 5 orang untuk membantu membersihkan halaman. Tentunya dengan upah yang lumayan besar, perorangnya diberikan 250rb. Entah darimana Raisa memanggil orang-orang itu, Kesya tak mau ambil pusing. Toh yang terpenting halamannya bersih.
‘’Ke kantin yuk gw laper nih,’’ ajak Kesya yang langsung diiyakan Raisa. Lihatlah kedua gadis nakal itu, bukannya kembali ke kelas mereka malah datang ke kantin.
‘’Itu kak Darel bukan sih?’’ tunjuk Raisa pada seorang pria yang sedang menikmati makanannya. Bukankah ini masih jam pelajaran, terus kenapa pria itu di kantin?
‘’Aish kalau begini ceritanya kita nggak bisa ke kantin dong,’’ gerutu Raisa lagi sedang Kesya hanya bersikap santai. Wanita itu menarik tangan Raisa dan tetap melangkah menuju kantin.
‘’Kei ada kak Darel disana, lu mau dihukum lagi?’’
‘’Lu nggak lihat si Darel lagi makan dengan santainya? Tenang aja Sa, kalau dia laporin kita maka kita juga akan ngelaporin dia. Adil bukan?’’
‘’Iya juga ya, kok gw nggak kepikiran sih?’’
‘’Itu karena otak lu nggak nyampe, secara kan otak lu nggak se encer otak gw.’’
Langsung saja Raisa menoyor kepala Kesya. ‘’Otak beku gitu dibilang encer.’’
‘’Lu pikir es batu?’’ kesal Kesya dan kembali menarik tangan Raisa.
Bersambung .....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments