Di kamarnya, Kesya sibuk merias diri. Dia duduk di meja rias, tangannya sibuk mengcurly sambil sesekali menyemprotkan hair mist ke rambutnya. Setelah selesai dengan urusan rambutnya, dia beralih ke wajah.
Wajah cantik itu belum terpoles makeup. Baru basic skincare yang dia gunakan. Kesya tersenyum, melihat pantulan dirinya di cermin. Bibir tipis dengan warna pink alami, mata bulat berwarna coklat, senada dengan warna rambutnya sekarang, bulu mata lentik tanpa harus menggunakan eyelash extension seperti wanita-wanita lainnya, Alis yang tebal hingga tak perlu lagi menggunakan pensil alis, dan jangan lupakan kulit wajahnya yang putih mulus, bersih dan seolah tidak berpori.
Satu jam sudah Kesya merias diri. Sekarang dia sudah siap, lengkap dengan seragam dan sepatu putih kesayangannya. Pemberian sang kakak, saat ulang tahunnya beberapa bulan lalu.
Berbicara tentang kakak, Kesya punya seorang kakak laki-laki. Namanya Andrean Addison. Sekarang pria itu sedang menempuh pendidikannya di salah satu universitas ternama dunia yang berlokasi di California, Amerika Serikat. Kakaknya akan pulang 3 bulan sekali, tapi kadang Kesya bersama kedua orang tuanya yang datang berkunjung.
‘’Ma, Pa, hari ini - ‘’ Kesya menghentikan langkahnya yang sedang menuruni anak tangga. Dia menyipitkan matanya dan menatap sinis pada seorang pria yang dengan santainya duduk di meja makan. Sarapan bersama kedua orang tuanya.
Dia adalah Darel Williams, tetangga Kesya sejak 5 tahun terakhir. Pria dengan tubuh atletis itu sering kali bikin Kesya kesal. Dulu, dulu sekali, Kesya pernah berpikir kalau Darel menyukainya dan membuatnya kesal adalah salah satu cara Darel menarik perhatiannya. Tapi, semakin lama, semakin Kesya sadar, Darel bukannya tertarik padanya, pria itu hanya suka bertindak seenaknya. Lagian kalaupun Darel menyukainya, sudah selama ini, nggak mungkin kan kalau pria itu belum mengutarakan perasaannya?
Satu yang mengganggu indera penglihatannya. Dengan cepat dia kembali melangkah, menghampiri pria itu. Kesya menganga, menatap bekal makan siangnya yang hampir ludes dimakan. Langsung saja dia menarik kasar kotak bekal itu, memandangi isi kotak yang hanya tersisa beberapa potongan tomat.
‘’Lu gila ya, ini bekal buat Revan!’’ teriaknya saking kesal. Semakin kesal saja dia, saat si pria malah menatapnya datar dan jangan lupakan, ucapannya yang seolah malah menyalahkan Kesya.
‘’Bukan salah gw lah. Salah sendiri makanannya ditaroh di meja makan.’’
Oh Tuhan, demi apapun. Detik ini juga, ingin sekali Kesya membunuh orang. Pria menyebalkan itu benar-benar membuatnya kesal di pagi hari. Bagaimana tidak kesal, bisa kalian bayangkan bukan, bagaimana perjuangannya dalam membuat bekal makan siang itu? Dan sekarang, bekal yang dia buat dengan penuh cinta itu malah dibabat habis oleh pria yang paling menyebalkan itu.
‘’Lu itu begok apa gimana sih? Makanan udah dalam kotak, masih aja dimakan!’’
Bukannya minta maaf, pria itu malah berdiri, pamit pada orang tua Kesya dan melangkah keluar begitu saja. Dia sempat berhenti sejenak dan berbisik pada Kesya ‘’Jangan lebay, besok bekalnya gw ganti,’’ ucapnya seenak jidat.
Bagaimana Kesya tidak kesal coba? Sudah salah, bukannya minta maaf eh pria itu malah mengatainya lebay. Ditatapnya punggung pria itu, dengan penuh kekesalan. Jari-jemarinya mengepal dengan sempurna, karena rasa kesalnya yang hampir tak bisa dibendung.
‘’Ma, Pa. Kenapa dibiarin? Itu kan bekal buat Revan.’’ Kesya membawa tatapannya pada dua paruh baya yang sejak tadi duduk diam menyaksikan perdebatannya dan Darel. Kesya ikut kesal pada keduanya. Mereka jelas tau, untuk siapa Kesya bikin bekal itu, tapi kenapa tidak menegur, saat tadi Darel makan bekal buatannya?
‘’Nggak enak Kei. pas Mama sampe, makanannya udah dimakan Darel,’’ jawab mamanya. Kesya pun mengalihkan pandangannya pada sang papa. Paruh baya itu sedikit berdehem, lalu mengatakan hal yang sama dengan mamanya.
Kesya hanya bisa menahan kesalnya. Sungguh menyebalkan, perjuangannya bangun pagi jadi sia-sia, karena Darel. ‘’Semoga perutnya kenapa-napa,’’ decak Kesya, menyumpahi Darel.
‘’Lagian, kenapa dia sarapan disini sih? Emang dia nggak punya rumah, sampe harus numpang di rumah tetangga?’’
‘’Kei, sayang kok kasar gitu ngomongnya,’’ tegur papa Wily.
‘’Habisnya Kei sebel Pa.’’
‘’Jangan gitu sayang, kasihan dia - ‘’ Papa Wily tak lagi meneruskan ucapannya, karena gelengan mama Jesi, yang seolah meminta sang suami untuk tidak meneruskan ucapannya.
‘’Sudahlah sayang, bekal nya diganti aja. Nih nasi goreng buatan mbok Surti juga nggak kalah enak kok,’’ ucap mama Jesi sambil menunjuk nasi goreng yang tersisa.
Bagaimana bisa sama coba? Mamanya nggak ngerti apa, tentang kekesalannya? Ini bukan semata tentang enak dan tidak enaknya, tapi lebih pada perjuangannya yang ingin membuatkan makan siang sendiri, buatan tangannya sendiri, untuk Revan, kekasihnya.
Kesya yang kesal, langsung meletak kasar kotak bekal yang sejak tadi dia pegang. Setelah itu dia keluar, dengan kakinya yang dihentak kuat, sebagai luapan dari rasa kesalnya.
Baru juga keluar dari pintu rumahnya, Kesya sudah dikagetkan oleh lemparan helm yang hampir mengenai wajahnya, kalau dia tidak cepat menangkap helm itu.
‘’Lu gila ya? Kalau kena gw gimana?’’
‘’Buruan’’
Kesya memutar matanya jengah. Menatap Darel yang sudah duduk diatas motor sportnya. Pria itu hanya menggunakan kaos dan celana seragamnya sedangkan kemejanya? Entahlah, Kesya tidak mau memikirkan hal tidak penting itu. Terserahlah dia mau pakai seragam atau mau pakai baju compang camping sekalipun Kesya tidak peduli.
‘’Lu mau naik atau gw tinggal?’’ Darel sedikit membentak. Kesya pun mulai melangkah, walau sedikit enggan.
Biasanya, Kesya berangkat sekolah dengan diantar sopir, tapi dua hari terakhir sopir pribadi Kesya mengajukan cuti, karena harus pulang ke kampung, untuk menjenguk anaknya yang sakit. Sang papa sebenarnya sudah menawari, untuk mengantar jemput Kesya, tapi si pria menyebalkan ini alias si Darel malah mengatakan kalau Kesya berangkat bersamanya saja. Mengingat keduanya satu sekolah, kedua orang tua Kesya pun tak keberatan.
‘’Pegang yang erat, kalau jatuh gw lagi yang bakalan disalahin.’’ Darel melingkarkan tangan Kesya di pinggangnya.
‘’Modus aja lu.’’ Kesya memukul punggung Darel dengan tangan kanannya, sedang tangan kirinya masih dibiarkan melingkar di perut kotak-kotak pria itu yang terbungkus kaos hitam berlengan pendek yang ngepas di tubuhnya.
*****
Seperti dua hari terakhir, Darel pasti akan menurunkan Kesya di tengah jalan. Katanya, pria itu tak ingin ada yang salah sangka tentang mereka yang datang ke sekolah bersama. Kesya mengerti, karena dia juga tidak ingin hal itu terjadi. Tapi bisa nggak, Darel menurunkannya di jalanan yang ramai atau mungkin Darel bisa menurunkannya di dekat kampus.
Ah, Kesya mengumpat kesal, memandang Darel yang sudah membawa motornya jauh dari pandangan Kesya. Saking kesalnya, bahkan terik matahari pun kena umpatan wanita cantik itu.
‘’Aish, dasar Darel gila, psikopat, aneh, sinting, kulkas, pluto ….’’ Dan masih banyak lagi. Dia pun mulai celingak celinguk, mencari taxi. Aish, pria ssialan itu menurunkannya di jalanan sepi, jarang ada taxi yang lewat di area itu.
‘’Ah ini salah Mama-Papa,’’ ucapnya yang ikut kesal pada kedua orang tuanya. Bagaimana tidak, kemarin, setelah hari pertama Kesya berangkat bareng Darel dan Darel menurunkannya ditengah jalan. Pulangnya Kesya langsung mengadu. Wanita itu juga meminta izin untuk berangkat naik taxi. Ah tapi entah apa yang sudah dilakukan si Darel menyebalkan itu, sampai orang tua Kesya sangat percaya padanya dan tidak mengizinkan Kesya untuk naik taxi dan tetap harus berangkat dengan Darel.
Dan beginilah jadinya, dirinya yang harus menderita karena rasa percaya berlebihan yang diberikan orang tuanya pada si Darel psikopat itu.
Bersambung .....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments