Hugo Denis baru saja menginjakkan kakinya di lantai gedung kantornya ketika ponsel di dalam saku bajunya berbunyi. Ia menghela napas sesaat, lalu menyerahkan tas kerjanya pada Yuda sang asisten yang berdiri menunggu di belakangnya sebelum meraih benda pipih itu.
“Ada apa?” sahutnya tanpa basa-basi.
Pukul 08.05 pagi, Hugo meringis mendengar ucapan seseorang di seberang telepon yang mengingatkan soal keterlambatannya datang hari ini. Ia melangkah perlahan dan hanya mengangguk kecil membalas sapaan para karyawan saat berpapasan dengannya.
Beberapa hari belakangan ini Hugo menghabiskan malam yang sulit. Ia memang banyak menghabiskan waktunya berada di kamar rumah sakit, menemani sang papa yang kembali harus menjalani perawatan intensif karena penyakit jantungnya yang kian melemah.
“Baik, Kau siapkan saja semua berkas yang diperlukan.” Hugo menutup sambungan telepon dari Mitha, sekretarisnya yang baru saja mengingatkan soal janji temu dirinya dengan klien di ruang kantornya tepat jam sembilan pagi ini.
Saat memasuki ruang kerjanya, sudah ada Mitha yang berdiri menyambutnya dengan buku di tangan. “Selamat pagi, Tuan. Saya sudah menyiapkan berkas yang akan Tuan tandatangani nanti saat pertemuan dengan klien pagi ini. Dan ini, berkas lain yang juga harus Tuan ...”
“Kopi,” pinta Hugo seraya mengangkat tangan, mengabaikan ucapan sekretarisnya itu. Ia butuh sesuatu yang bisa menyegarkan pikirannya pagi ini setelah semalaman hampir dibuat tak bisa memejamkan mata karena sang papa yang kerap terjaga dari tidurnya dan mengajaknya bicara.
“Baik, segera akan Saya siapkan.” Mitha melangkah mundur dan segera keluar dari ruangan.
Masih ada waktu lebih untuk bersantai, Hugo merebahkan kepalanya pada sandaran kursi di belakangnya seraya memejamkan matanya. Sejenak membiarkan pikirannya melayang mengingat kejadian lalu dan percakapannya semalam dengan papanya.
“Papa ingin sekali bertemu dengan Ana, Papa bersalah padanya. Tak seharusnya ia pergi dari rumah kita.”
Selalu nama itu yang keluar dari mulut papa setiap kali mereka mulai bicara, meski Hugo berusaha mengalihkannya dengan bercerita soal lain. Sayang papa tak mau mendengarnya, dan hal itu membuat Hugo lelah. Tapi ia hanya bisa memendam dalam hati, kebenciannya pada wanita itu membuatnya enggan menuruti keinginan papanya.
“Dia sebatang kara, sejak kecil sudah ditinggal kedua orang tuanya. Ia tumbuh besar hanya dengan kasih sayang dari neneknya. Papa kasihan padanya, itulah sebabnya Papa ingin ia tinggal di rumah kita.”
Lalu ia melihat Ana untuk pertama kalinya saat wanita itu datang dengan memakai baju seragam sekolahnya. Begitu muda dan polos, menatapnya malu-malu dengan pandangan kagum yang kentara jelas.
Hugo bukan anak remaja ingusan yang baru mengenal wanita, ia lelaki dewasa yang sudah pernah berumah tangga. Ia tahu arti pandangan itu dan mengabaikannya, memasang wajah kaku menjaga jarak tak ingin didekati. Ia setuju pada niat baik papanya yang ingin menolong gadis itu, apalagi setelah mengetahui kalau sang nenek sudah meninggal dunia. Tapi tidak untuk hal lainnya.
Meski serumah, mereka jarang bertemu atau lebih tepatnya Hugo jarang sekali pulang ke rumahnya. Ia lebih banyak tinggal di apartemennya dan banyak menghabiskan waktunya mengurus perusahaan miliknya. Ia mencintai pekerjaannya, baginya itu satu-satunya cara untuk melupakan semua kepahitan yang dialaminya setelah kegagalan rumah tangganya.
“Papa ingin melihat kalian bersama lagi, tak bisakah Kau memenuhi keinginan terakhir Papamu ini?”
Hugo bisa mengingat dengan jelas papa mengucapkannya sambil menahan tangis. Meski dilarang banyak bicara, papa terus saja bicara seolah ingin menumpahkan semua yang ada dalam hatinya.
“Ana tidak bersalah, Papa yang salah. Dia tidak pernah berniat menipumu.”
Dan kejadian malam itu kembali melintas dalam ingatannya. Segalanya terjadi begitu cepat, ia pulang ke rumah papanya dalam keadaan mabuk setelah menghabiskan malam panjang bersama teman-temannya dan naik ke tempat tidur yang salah. Lalu terbangun di pagi hari dalam keadaan tubuh tanpa sehelai benang dengan lengan kuat memeluk wanita di sampingnya yang tidak lain adalah Ana.
“Tuan, ini kopinya.”
Hugo tersentak dan seketika membuka mata, dilihatnya Mitha berdiri di depannya tersenyum menatapnya. “Tuan kelihatan lelah sekali.”
Hugo menegakkan punggungnya, lalu menyentak ujung jasnya melihat arloji di tangannya. Tersisa waktu sepuluh menit, ia harus segera bersiap menyambut tamunya. Setelah menghirup kopinya, ia meminta Mitha untuk memberikan berkas yang sudah disiapkan untuknya.
Tepat jam sembilan pagi tamu yang ditunggu datang, Hugo menyambutnya dengan senang berharap apa yang sudah dikerjakannya selama beberapa waktu ini membuahkan hasil gemilang.
Sementara itu, di luar gedung terjadi keributan kecil. Ada pengendara motor yang terserempet mobil perusahaan saat hendak berbelok keluar dari gedung Mayapada Grup. Leo yang berada di dalam mobil tak jauh dari tempat kejadian, bergegas turun dan meminta sopirnya untuk menunggu sementara ia menemui Hugo.
Ia berlari ke dalam gedung kantor Mayapada Grup, masuk ke dalam lift dan langsung menekan angka 5 yang akan mengantarnya ke lantai 3 ruang kerja Hugo. Napasnya tersengal karena mengejar waktu. Setelah pertemuannya dengan Ana kemarin, ia harap Hugo mau bicara pada wanita itu dan mengabulkan keinginan pamannya.
Mitha, sekretaris Hugo sedang sibuk mengetik di komputernya. Leo berjalan melewati meja kerjanya dan langsung membuka pintu, nyaris tidak memperhatikan ekspresi wajah Mitha yang terkejut melihat kedatangannya.
“Jangan masuk!” Teriak Mitha lalu beranjak berdiri, mencoba menahan lelaki itu yang hendak menerobos masuk. “Tuan Hugo sedang ada pertemuan penting dengan klien.”
“Berita yang Aku bawa ini jauh lebih penting karena menyangkut nyawa seseorang!” tegas Leo, menepis cekalan tangan Mitha di lengannya lalu melangkah masuk dengan tergesa.
“Ta-pi Tuan ...”
Hugo sedang duduk menghadapi dua orang tamunya, ia mendongak dan terkejut melihat Leo yang datang dengan wajah tegang juga Mitha yang berdiri di belakangnya dengan wajah pucat.
“Ada apa ini? Apa Kalian tidak melihat Aku sedang berbicara dengan tamuku?” tanya Hugo galak dengan kedua alis bertaut. “Dan Kau Mitha, apa Kau sudah bosan bekerja denganku?”
Kedua tamu Hugo langsung menoleh padanya. Mitha tercekat lalu melangkah maju dengan wajah tertunduk. “Ma-maafkan Saya, Tuan. Ssh-Saya sudah berusaha mencegahnya, ta-pi ...” jawabnya dengan suara terbata-bata.
“Aku menemukannya!” potong Leo tak sabar hingga mengejutkan semua orang yang ada di sana. Ia berjalan mengitari meja dan berdiri di hadapan Hugo dengan kedua tangan bertumpu di atas meja.
“Apa maksudmu?” alis hitam tebal milik Hugo terangkat, matanya memicing menatap lawan bicaranya.
“Aku bertemu dengannya di sana dan Aku sudah bicara padanya.” Sahut Leo lalu mengambil secarik kertas dari dalam saku bajunya dan meletakkannya ke dalam genggaman tangan Hugo. “Selanjutnya terserah Kau, keputusan ada di tanganmu. Aku sudah melakukan tugasku.”
Hugo menatap kertas di tangannya, sebaris angka yang merujuk pada nomor telepon seseorang yang tampaknya tak asing baginya.
“Maaf kalau kedatanganku ini mengganggu diskusi kalian. Permisi, Aku harus segera menemui pamanku.” Leo menundukkan setengah badannya lalu berbalik dan meninggalkan ruangan itu.
“Leo, tunggu!” panggil Hugo, tapi laki-laki itu sudah pergi.
“Apa tidak sebaiknya kita menunda dulu pertemuan hari ini.” Salah satu dari tamu Hugo angkat bicara. “Saya lihat Tuan Hugo sedang sibuk dan harus segera mengurus sesuatu terlebih dahulu.”
“Maafkan Saya atas kejadian barusan.” Hugo meminta maaf dan berjanji akan segera menyelesaikan masalahnya dan bertemu mereka lagi. Ia mengantar tamunya sampai ke lobi kantornya, lalu kembali ke ruang kerjanya lagi.
“Tuan, ada telepon dari rumah sakit.” Mitha masih menggenggam gagang telepon saat Hugo tiba, wajahnya terlihat panik.
Selang beberapa menit kemudian, Hugo berjalan keluar dengan ponsel masih menempel di telinga dan sebelah tangan memegang secarik kertas. Wajahnya tampak gusar, “Baik, Saya segera ke sana.”
▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Adi Nugroho
👀👀👀
2024-02-07
1
Hiro
😲😲😲
2024-02-07
1
Dany atmdja
🤨🤨🤨
2024-02-07
1