Bab 5. Kamu mimpi?

Awan hitam mulai bergerak perlahan di langit, cuaca yang tadinya cerah berubah mendung. Sebagian orang sudah meninggalkan tanah pemakaman, tidak terkecuali Hugo yang berjalan beriringan bersama rombongan. Di pintu gerbang pemakaman, ia menyalami mereka semua. Berterima kasih karena sudah bersedia mengantar almarhum papanya hingga ke tempat peristirahatan terakhirnya.

“Dia masih bertahan di sana,” ucap Leo sambil menatap ke arah langit, lalu menarik napas panjang. “Mendung lagi, tampaknya akan segera turun hujan.”

“Kau duluan saja, Aku akan melihatnya nanti.”

Leo menepuk bahu Hugo, lalu berbalik dan pergi. Hana, istrinya yang sedang hamil besar, menunggu di samping mobil. Hugo melambaikan tangan pada mereka, berdiri di sana sampai mobil yang membawa keluarga kecil Leo menghilang dari pandangannya.

Ana masih bergeming di tempatnya, berjongkok di pusara papa. Entah sudah berapa lama ia di sana, orang-orang yang tadi bersamanya sudah pergi semua. Ia sendirian kini. Matanya sembab, hidungnya memerah. Berulang kali ia usap pipinya yang basah, sambil memegang nisan bertuliskan Fitra Anugrah Mayapada.

“Papa, tolong maafkan Aku. Tak bisa memenuhi keinginan terakhirmu,” bisik Ana lirih. Baju yang dikenakannya kotor terkena tanah makam yang basah, tapi Ana tak peduli. Ia terlalu hanyut dengan pikirannya sendiri, hingga tak menyadari jika seseorang terus mengawasinya dari kejauhan.

Hugo mendecak lirih, melihat Ana masih belum bergerak meski gerimis mulai turun. Payung dalam genggaman tangannya mengembang, ia pun melangkah menghampiri Ana dan berdiri di dekatnya.

Tak ada yang bersuara, Hugo hanya berdiri menatapnya. Hujan mulai turun deras, tanah di bawahnya mulai tergenang. Gemuruh di langit mulai terdengar, kilat menyambar bumi hingga membuat Ana tersentak. Tubuhnya terdorong ke belakang, beruntung Hugo sigap menahan bahunya hingga ia tidak terjatuh ke tanah.

“Kita pulang sekarang.” Hugo membantu Ana berdiri, ia mengulurkan tangannya.

Ana menatapnya ragu, lalu ia abaikan tangan Hugo hingga mengambang di udara. Ia menepuk tangannya pelan, membersihkan sisa tanah yang melekat di jarinya lalu bangkit berdiri. Bajunya basah, rambut panjangnya tampak lepek. Ana kembali menatap nisan papa Fitra lama.

“Ayolah, apa Kau ingin terus berada di tempat ini? Apa Kau tidak melihat cuaca sedang hujan seperti ini?”

“Aku bisa pulang sendiri,” sahut Ana tanpa mengalihkan pandangannya.

Alam seolah mendukung ucapan Hugo itu. Angin bertiup kencang, daun akasia sekitar mereka beterbangan dan mengenai wajah Ana. Petir kembali menyambar, lalu Ana merasakan tangan Hugo menarik lengannya.

Ana tidak siap dengan tindakan Hugo yang tiba-tiba itu, ia menabrak dada laki-laki itu yang langsung merengkuh pinggangnya kuat. Membuatnya sesak dan tak mampu bergerak.

“Apa yang Kau lakukan? Lepaskan!” Ana berontak berusaha melepaskan diri, tapi lengan kuat itu menguncinya. Payung di tangan Hugo terlepas, tapi rengkuhan lengan Hugo di tubuhnya tak mengendur sedikit pun.

“Cukup! Bukan hanya Kau saja yang merasa kehilangan. Aku juga!” Desis Hugo di telinga Ana.

Ana terdiam, ia bisa merasakan napas Hugo yang tersengal dan suaranya yang bergetar. Pandangan mereka bertemu, sejenak Ana lupa cuaca buruk saat itu. Wajah lelaki di hadapannya itu begitu dekat. Mata itu tampak lelah dan ada air yang menggenang di sana. Ana terperangah, lelaki itu menangis.

“Setiap hari Aku harus mendengar papa menyebut namamu, meminta kami untuk mencarimu.” Hugo menelan ludah, ia tatap lekat mata indah Ana. Hanya sesaat, detik berikutnya Hugo memalingkan muka. “Aku sibuk, Aku harus membagi waktuku dengan pekerjaan. Aku tidak bisa memenuhi permintaan papa.”

Lalu pelukan mereka terlepas, Hugo meraih payung di bawahnya dan memayungi Ana lagi. Ia tak mengatakan kebenaran yang sudah didengarnya dari sang papa sebelum kepergiannya, bukan saatnya. Ia ingin Ana yang bicara sendiri padanya.

Ana menggigit bibirnya kuat hingga ia merasakan bibirnya berdarah. Ia tak bisa menolak saat Hugo menghela bahunya, mereka melangkah keluar pemakaman dan berjalan dalam diam.

“Pakailah handuk ini, dan segera keringkan tubuhmu.” Mereka sudah berada di dalam mobil. Hugo memberinya handuk tebal yang diambilnya dari jok belakang. Lelaki itu menghidupkan penghangat di mobilnya, membuat Ana merasa hangat.

Jarak menuju rumah lumayan jauh, melewati tebing juga jalan berbatu hingga keluar area pemakaman menuju jalan raya. Hujan deras menghalangi jarak pandang, membuat Hugo harus ekstra hati-hati menjalankan mobilnya. Berkali-kali ia harus menepi, tak ingin mengambil risiko. Di luar sana seperti berkabut, hari masih siang tapi suasana seperti sedang malam hari.

Selama perjalanan ia tak mendengar Ana bicara padanya, dan Hugo pun tak ambil pusing. Namun rasa penasaran di hatinya mengalahkan egonya, ia menoleh dan tertegun. Wajah wanita di sampingnya itu tampak damai, matanya terpejam dengan mulut sedikit terbuka. Bunyi napasnya terdengar halus, Hugo tersenyum tipis seraya menggeleng tak percaya. Bisa-bisanya Ana tertidur saat cuaca buruk seperti ini di dalam mobil bersamanya.

Hugo menurunkan pandangannya, sepatu Ana basah. Entah apa yang mendorongnya, tiba-tiba saja tangan Hugo sudah berada di sana dan melepas sepatu Ana. Kaki putih itu tampak lembap dan mengerut, dan tangannya dengan tanpa beban mengelapnya hingga kering. Ana begitu lelap dan tak terusik, Hugo meneruskan aksinya menyelimuti Ana dengan jaketnya yang tersampir di sandaran belakang jok mobilnya.

“Apa yang kulakukan ini?” Hugo merutuk dalam hati, tak pernah ia perhatian seperti ini pada Ana. Bahkan dulu saat mereka masih bersama. Sikapnya selalu acuh, kentara sekali menolak kehadiran wanita itu di dekatnya. Tapi setelah mendengar cerita papanya, kenapa ada yang berubah di sana?

Hugo memegang da danya, ada desir aneh yang ia rasakan. Ada kehangatan dalam hatinya saat menatap wajah cantik Ana. “Stop! Ini tak boleh terjadi.”

Hujan mulai mereda, meninggalkan gerimis kecil. Hugo meneruskan perjalanan, melajukan mobilnya menuju rumahnya. Setengah jam kemudian mereka sampai, Ana masih terlelap.

“Kita sudah sampai.” Hugo menepuk pelan bahu Ana, tanpa berniat mengejutkannya. Tapi Ana bergeming, Hugo lalu mendekatkan wajahnya. Apa yang terjadi selanjutnya membuat Hugo menyesal telah melakukannya.

“Orang jahat! Apa yang Kau lakukan padaku?!” Respons Ana di luar dugaan. Wanita itu membuka mata, terkejut dan langsung saja menampar wajah Hugo. Jaket yang menutupi tubuhnya terlempar dan jatuh ke lantai, kaki Ana refleks naik menendang sebagai perlindungan diri.

“Stop!” Hugo meringis memegangi lengannya, ia tak sempat menghindar. Matanya melotot, dan satu tangannya lagi bergerak melindungi wajahnya. “Apa Kau sudah gila? Apa Kau lupa sedang bersamaku, benar-benar wanita aneh.”

Ana melongo, ia tak sadar sebelah kakinya masih berada di paha Hugo. Ia lalu tergagap begitu melihat Hugo mendelik dan mengarahkan dagunya ke bawah.

“Ma-af.” Ana cepat-cepat menarik kakinya, lalu duduk dengan punggung tegak. Ia menatap lurus ke depan dan menyadari kalau mereka sudah berada di halaman rumah lelaki itu. “Aku pikir barusan ada orang jahat yang coba-coba ingin menggangguku,” katanya lagi.

“Kamu lagi mimpi, mana ada orang jahat di sini?” dengus Hugo kesal, ia meraih jaketnya yang jatuh ke lantai mobil dan melemparnya ke belakang.

“Terus tadi Kamu ngapain pakai deket-deket liatin Aku segala?”

“Kamu tidur gak bangun-bangun, makanya Aku deketin muka Kamu.” Sahut Hugo masih kesal. “Turun sana!” perintah Hugo kemudian.

Tanpa banyak bicara lagi Ana turun dari mobil, di teras rumah sedang banyak orang berkumpul. Ana bingung harus bagaimana, kopernya yang ia taruh di belakang pintu sudah tidak ada. Ia tidak tahu siapa yang sudah menyembunyikannya.

“Kamarmu di lantai 2.” Hugo menjawab kebingungan Ana, ia tahu-tahu sudah berada di dekat Ana. “Lain kali kalau turun, pakai sepatunya.”

Ana meringis melihat Hugo membawa sepatunya, ia berucap terima kasih lalu cepat-cepat masuk ke dalam rumah sebelum lelaki itu bicara lagi padanya. Kamarnya di lantai 2, ia masih ingat di mana letaknya karena dulu pernah tinggal di rumah itu.

▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎ ▪︎

Terpopuler

Comments

MrsJuna

MrsJuna

biasa kaget tangan nyilang ke dada buat lindungin diri, ana malah nampar, blum lagi kakinya ikut naik 🤦‍♀️🤦‍♀️🤣🤣🤣

2024-02-09

2

Juna murat

Juna murat

gapapa tah serumah sama mantan? takut ada yang khilaf salah naik ranjang lagi 😵😵

2024-02-09

1

Icha

Icha

lanjut ka

2024-02-09

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!