Di tempat lain ada Widya dan beberapa teman ibu sosialita membahas tentang harga desain milik Sindi yang ingin mereka beli. Widya tersenyum lembut dan terlihat sangat puas karena banyak dari mereka memperebutkan hasil desain anak kesayangannya itu.
Erina yang melihat Widya dari kejauhan, langkahnya terhenti dan berusaha mengatur nafasnya agar dia bisa terlihat tenang.
Erina akan bertemu dengan ibunya, walau dia adalah ibu angkat setidaknya dalam hidup Erina dia telah menerima Widya sebagai ibunya sendiri. Dia masih mengaggap semuanya keluarga walau mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan selama ini.
"Kakak, apa yang kau lakukan disini?" Tanya Sindi yang menatap penuh angkuh.
Erina yang mendengar sumber suara itu akhirnya berbalik dan melihat ada Sindi yang menatap sangat angkuh ke arahnya.
"Aku ingin bertemu mama dan memperlihatkan gaun ini" Timpal Erina.
Mendengar hal itu, Sindi berdecih dan segera meraih koper yang Erina pegang. Dia membuka koper tersebut dan melihat gaun rancangan yang Erina sebutkan.
Erina hanya diam dan merasa gugup atas apa yang Sindi lakukan, beberapa tamu perhatiannya tertuju kepada mereka berdua. Widya yang melihat itu pun matanya tertuju kepada Sindi dan Erina yang berada tidak jauh dari tempat dia berada.
"Permisi yaa jeng, saya kesana sebentar" Ucap Widya dengan sangat manis.
Widya meninggalkan tempat tersebut dan segera mendekati Sindi dan Erina.
"Ma lihat, kakak datang untuk memperlihatkan gaun yang dibuatnya sendiri" Ucap Sindi dengan mengangkat gaun tersebut.
Sindi tersenyum sinis, dia ingin mempermalukan Erina di depan umum kali ini.
"Ma..ma... itu... aku.. hmmmm" Erina gugup.
Tanpa basa-basi Widya meraih gaun tersebut dan tersenyum kepada Erina, dia tidak ingin memperlihatkan sikap dan wajah yang kesal di hadapan semua orang. Dia mendekat ke arah Erina dan membisikkan sesuatu kepadanya.
"Apa yang kau pikirkan dengan membawa gaun jelek itu? kau ingin mempermalukanku di hadapan umum? jangan membuatku kesal, cepat tinggalkan tempat ini" Bisik Widya.
Erina yang mendengar itu menahan dengan sangat hebat agar air matanya tidak tumpah saat itu, dia kembali merasa gagal untuk membuat Widya menyukainya.
Dia segera meraih gaun buatannya dan ingin meninggalkan tempat tersebut, tapi tiba-tiba suara muncul dari arah lain membuat Erina menghentikan langkahnya.
"Gaunnya sangat cantik, aku menginginkan gaun itu" Ucap salah satu ibu pejabat negara yang melihatnya.
Semua mata teralihkan kepada wanita tersebut. Selain seorang istri pejabat negara dia juga adalah wanita terhormat yang apapun diinginkannya harus dia dapatkan, dia dari keturunan bangsawan.
"Nyonya, menurut saya gaun ini sangat tidak pantas untuk anda gunakan" Ucap Widya dengan sangat manis.
"Tidak masalah, gaun ini untuk putriku, aku pikir ini sangat manis. Bagaimana teman-teman?" Ucap nyonya Berlian.
Ucapannya menjadi sorotan bagi para ibu-ibu sosialita yang mengikuti ucapannya, mereka mendukung segala apa yang nyonya Berlian inginkan membuat Widya harus mencari cara agar gaun tersebut tidak menjadi pusat perhatian bagi mereka, dia tidak ingin hasil rancangan Erina menjadi yang terbaik.
Dia tidak ingin Erina mendapatkan kesempatan emas sedikitpun dalam berkarir.
"Nyonya, lihatlah gaun ini belum pantas untuk dijual, terlebih lagi untuk anda, bagaimana kalau kita melihat gaun rancangan putri saya, masih ada yang belum di tampilkan dan itu spesial untuk anda" Jelas Widya.
Nyonya Berlian terdiam sejenak dan menanyakan status Erina yang berdiri tepat di belakang Widya saat itu. Dengan tenang Widya menjawab bahwa Erina adalah putri tertua keluarga Nugroho.
"Dia putri tertua keluarga kami dan dia belum memiliki prestasi apapun, jadi aku takut mengecewakan nyonya" Jelas Widya.
Sebenarnya, dalam lubuk hati yang paling dalam, Widya sangat tidak ingin mengakui Erina sebagai putrinya, dia merasa malu tapi dia tidak bisa berbohong di hadapan publik, karena beberapa diantara tamu undangan tahu tentang status Erina di keluarga Nugroho.
"Aku baru melihatnya, dimana dia selama ini?" Ucap Nyonya Berlian.
"Haha, dia berada di luar negeri nyonya, setelah menikah dia barulah kembali" Ucap Widya.
"Oh begitu, bagaimana kalau...."
"Erina beri salam kepada nyonya Berlian" Ucap Widya.
Erina kemudian dengan gugup memberikan salam dan memperkenalkan diri dengan lembut, Berlian kembali ingin memberikan pertanyaan tapi dengan cerdik Widya mengalihkan perhatian nyonya Berlian dan beberapa ibu-ibu sosialita disana untuk meninggalkan tempat tersebut.
Widya mengarahkan mereka semua memasuki sebuah ruangan untuk memperlihatkan rancangan terakhir Sindi yang tidak di tampilkan karena spesial, begitupun dengan harganya.
Erina yang melihat itu akhirnya meninggalkan tempat dengan membawa gaun yang sangat dijaganya selama ini, ternyata harapannya sirna, dia belum berhasil meluluhkan hati Widya untuk menerimanya sebagai seorang anak.
Erina berjalan dengan tatapan yang kosong, perasaannya ingin meledak karena sedih, dia sangat lelah berusaha untuk meraih hati Widya dan keluarganya, pada akhirnya diapun tidak bisa melakukan apapun lagi.
Lorong yang sepi, tiba-tiba seorang pria mendekatinya. Seorang pria berwajah aristokrat terpancar dengan tatapan yang sangat tajam. Wajahnya blasteran Asia-Eropa, matanya kecoklatan, wajahnya tegas dan tubuh yang sangat atletis tertutup dengan setelan jas yang sudah dipastikan itu sangat mahal.
"Aku suka gaunnya".
Erina yang masih lemah tidak mampu menatap wajah siapapun saat itu, dia terus menunduk dan memberi jawaban singkat kepada pria tersebut.
"Terimah kasih," timpal Erina dengan lemah.
Erina kemudian berbalik arah dan ingin melanjutkan langkahnya tapi pria tersebut kembali mencegatnya dengan memberikan kalimat membuat Erina harus menghentikan langkahnya kembali.
"Gaun itu sangat unik dan memberikan kesan yang mendalam, aku yakin kau membuatnya dengan kedua tanganmu sendiri," ucap pria tersebut.
"Iya, tapi itu tidak penting, nilainya masih terlihat kecil dimata semua orang" Timpal Erina.
"Apakah kau tidak mendengar beberapa ucapan tamu undangan? mereka menyukai gaun buatanmu".
"Tapi..."
"Tapi? kau justru menerima penolakan? kenapa kau hanya diam saja saat dia merendahkan karyamu?" Ucap pria tersebut yang mulai menelisik wajah Erina yang masih menunduk menahan air matanya.
"Karena dia mamaku dan kami keluarga, ucapannya sangat berharga dan penilaiannya sangat penting"Timpal Erina kembali.
Erina kemudian melangkah meninggalkan pria tersebut tanpa melihat siapa yang sedang berada di hadapannya itu. Tidak berselang lama, dia melewati sebuah ruangan.
Terdengar samar, suara itu, cekikan wanita dan pria yang sedang bermesraan. Anehnya, Erina terdiam karena yakin dua suara itu milik orang yang sangat dikenalnya, adiknya sendiri dan juga suaminya Gusti.
Dengan langkah yang lemah, Erina berjalan hingga tepat di depan pintu ruangan tersebut, tangannya bergetar dan berusaha mendorong pintu untuk memberinya cela agar melihat apa yang terjadi dalam ruangan tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Othsha
udah mampir ya kak.... cerita bagus, alurnya juga cepat... nice job.
2024-02-03
2
Lala tsu
yuk up yuk,anak tetangga baru mampir yuk saling dukung.
2024-02-03
1