Mira yang memasuki ruangan bersama dengan Nina, melihat keadaan itu hanya tersenyum datar dan meninggalkan Erina bersama dengan Gusti di ruangan tersebut.
"Apa kau butuh sesuatu?" Tanya Erina dengan lembut.
Gusti hanya terdiam dan mengabaikan apa yang Erina katakan. Tidak berselang lama asisten rumah tangga membawa sebuah nampan berisi minuman yang hangat dan dingin. Erina dengan lembut membantu meraih gelas berisi minuman tersebut dan menyimpannya tepat di hadapan Gusti dengan lembut.
Gusti sedikit melirik dan segera meraih gelas tersebut dan meneguknya. Gusti kemudian melangkah untuk meninggalkan ruangan tersebut. Erina yang melihat itupun segera ikut melangkah mengikuti Gusti.
"Apa yang kau lakukan, kamarmu berada di ruangan itu"Ucap Gusti.
Erina tercengang mendengar hal tersebut. Bagaimana bisa mereka tidur terpisah sedangkan dia telah resmi menjadi suami-istri. Erina memberanikan diri untuk menyela ucapan Gusti yang menurutnya sangat aneh.
"Kau hanya perlu menuruti ucapanku, aku cape. Sudahlah aku mau tidur" Ucap Gusti.
Erina kembali ingin memberi pertanyaan tapi Gusti mengabaikan Erina dan segera memasuki kamarnya. Erina yang kebingungan berjalan ke arah kamar yang Gusti tujukan, dia masuk ke dalam kamar tersebut dengan wajah yang bingung.
Tidak ada pilihan lain, dia memasuki ruangan tersebut dengan memperhatikan setiap detail ruangan tersebut. Hanya ada sebuah lemari sederhana, meja rias dan tempat tidur yang hanya bisa dihuni oleh Erina seorang.
"Apa maksud semua ini," gumam Erina.
Masih dengan gaun yang menjuntai, dia merebahkan tubuhnya yang lelah karena selama ini hanya Erina sendiri yang menyiapkan segala keperluan pernikahannya dan juga acara pada malam tersebut yang sangat padat.
Erina menatap langit-langit kamar, pikirannya menerawang di masa depan. Harusnya malam itu dia akan menikmati malam pertama yang indah, bersama lelaki yang dicintainya tapi semua itu tidak sesuai yang Erina harapkan.
Tepatnya malam pernikahan Erina, suram.
"Aku berharap pernikahanku bisa memberikan kebahagiaan, aku benar-benar lelah" gumam Erina dengan air mata yang mengalir dari sudut matanya, hingga dia tertidur dengan nyenyak dalam balutan gaun pengantin yang indah.
...----------------...
Esok hari, suara teriakan terdengar keras dari depan pintu kamarnya dan suara ketukan yang cukup keras. Erina dengan panik berlari membuka pintu dan melihat ada Mira disana dengan wajah yang terlihat kesal.
"Mama?" Ucap Erina.
"Menantu mana yang mertuanya bangun terlebih dulu sebelum menantunya. Cepat buat sarapan!!"Ucap Mira dengan wajah geram.
"Tapi Ma, aku tidak memiliki baju ganti, aku belum.....".
"Kopermu ada di teras, cepat buatkan kami sarapan" Ucap Mira lagi dengan wajah yang kesal kemudian meninggalkan tempat tersebut.
Kaki Erina terasa lemah, dia masih bingung dengan keadaan tersebut. Mira, ibu mertuanya yang dia kenal sebelum pernikahan sangat baik dan penuh kasih sayang, lemah lembut. Tapi, saat ini dia terlihat berbeda.
Erina berjalan dengan lemah menuju teras rumah, dia melihat sebuah koper lusuh disana. Dengan nafas yang berat Erina membawa koper lusuh itu memasuki kamarnya, dia terduduk dan memikirkan hidupnya sendiri selama ini.
"Apakah papa dan mama begitu ingin aku meninggalkan rumah mereka?" Gumam Erina mengingat kedua orang tuanya.
"Erinaaaaa...".
Suara teriakan kembali menggema, dia segera mengganti gaunnya dengan baju rumahan. Setelah itu dia berlari ke dapur. Tidak berselang lama, Mira kembali datang dan memeriksa pekerjaan Erina.
Mira terlihat sangat marah karena saat itu Erina hanya diam mematung dan kebingungan. Mira belum melihat satupun sajian makanan untuk mereka santap pagi itu.
"Apa yang kau lakukan, kenapa lama sekali? apakah kau tidak pandai memasak?" Teriak Mira dengan geram.
"Bukan begitu ma, aku bingung letak peralatan dapur. Aku mencari beberapa alat untuk memasak tapi tidak menemukannya dan juga asisten rumah tangga tidak ada untuk membantu" Jelas Erina.
Dengan amarah Mira kembali menjelaskan jika mulai saat itu Erina yang akan menggantikan pekerjaan asisten rumah tangga di rumah mereka karena tugas sebagai seorang menantu dalah berbakti, dengan menyiapkan makan pagi, siang dan malam untuk suami dan keluarganya.
"Apakah kau masih ingin membantah?" Ucap Mira.
Erina mendengar itu hanya bisa menggelengkan kepalanya. Dia baru saja bermimpi akan memiliki keluarga yang bahagia tapi sepertinya dia akan kembali memasuki dunia yang sama,'penderitaan'.
Setelah sajian makanan tersusun rapi di atas meja Erina segera berlari ke depan pintu kamar Gusti untuk membangunkannya.
"Gusti".
"Gusti, bangun..." Ucap Erina dengan lembut mengetuk pintu kamar Gusti.
Tidak ada sahutan dari dalam ruangan tersebut, akhirnya Erina memutuskan untuk masuk ke dalam kamar tersebut tapi Mira mencegatnya. Dia menjelaskan bahwa Gusti telah meninggalkan rumah pagi tadi, dia telah menuju kantornya.
"Tapi ma, kenapa dia tidak memberitahuku dan...".
"Sudahlah, kau tahu sendiri dia seorang manager di perusahaan besar, dia sangat sibuk," timpal Mira.
Erina berjalan menuju ruang makan dengan niat ingin sarapan bersama Mira dan Nina, tapi mereka terlihat tidak senang bahkan ucapan mereka berusaha membuat Erina untuk tidak ikut bergabung untuk sarapan dengan mereka.
"Kau yakin ingin sarapan? Apakah semua isi kopermu sudah kau rapikan? Lebih baik kau rapikan terlebih dulu," jelas Mira.
"Hmm aku sebenarnya malas makan satu meja dengan wanita tidak jelas seperti dirinya," timpal Nina.
"Sayang, sudahlah. Ayo sarapan yang banyak," ucap Mira lembut.
Erina dengan sedih meninggalkan tempat tersebut, dia berjalan dan memasuki kembali ruangannya untuk merapikan isi koper dan meletakkan beberapa pakaian di lemari miliknya.
Air mata Erina mengalir, bagaimana tidak. Seumur hidupnya, dia juga telah mendapatkan penderitaan dari kedua orang tuanya.
Dia adalah anak pertama dari keluarga terhormat, ayahnya salah seorang pemilik perusahaan sedangkan ibunya seorang desainer.
Erina juga memiliki seorang adik bernama Sindi. Adik yang menjadi kebanggan keluarga dan kesayangan ibunya, bukan karena tanpa alasan tapi karena Erina adalah anak angkat yang diadopsi dari panti asuhan.
Kakek Handoko yang membawa Erina memasuki rumah besar itu, awalnya terlihat biasa saja, Erina yang masih polos sangat bahagia di usianya yang ke enam tahun dia akhirnya memiliki keluarga dan rumah yang besar, Erina menganggap hidupnya akan bahagia memiliki kelurga yang baru ditambah dia memiliki seorang adik perempuan yang lebih muda dua tahun darinya.
"Erina..."
"Erina...." teriak Widya.
Erina berlari dengan riang setiap kali Widya menyebut namanya, dia sangat bahagia walau itu termasuk perintah yang bisa membuat Erina kelelahan. Dia menganggap semua hal bentuk kasih sayang Widya kepadanya.
"Buatkan mama jus".
"Baik ma," timpal Erina.
"Erina, bersihkan rumput taman bunga mama dan halaman depan, mama tidak ingin melihat ada rumput yang berserakan disana, tukang kebun sedang sakit jadi mama harap kau bisa membantunya" Ucap Widya.
"Baik ma".
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments