Dendam Salah Alamat

Dendam Salah Alamat

Permintaan si kecil

Mobil mewah milik Azof terparkir di sebuah hunian minimalis kediamannya. Begitu mobil berhenti, ia keluar dari mobil dan membukakan pintu bagian depan dimana istrinya berada. Ia mengulurkan tangan dengan begitu manis kepada sang istri dan mengajak istrinya untuk masuk.

"Ini rumah siapa, Mas?" tanya Ara.

"Kenapa harus bertanya? Ini adalah rumah atas namamu yang tadi aku ucapkan sebagai mahar," jawab Azof.

"Benarkah?" Mata Ara membola saat mendengar ungkapan suaminya. Bagaimana tidak, ia yang semula hanya seorang tukang kue keliling yang tinggal di kontrakan sederhana, kini justru mendapat hadiah istimewa berupa hunian mewah. Ini sungguh bagai mimpi.

"Sayang."

Ara berbalik menatap suaminya, "Ya Mas?"

"Aku izin keluar sebentar ya, kau tinggal masuk dan sudah ada yang menyambutmu di dalam."

"Baiklah, tapi Mas akan ke mana?"

"Rahasia. Sudah masuklah, Mas akan pergi setelah kau masuk," perintah Azof.

"Baiklah, Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikum salam."

Azof menatap punggung Ara yang perlahan menghilang di balik pintu. Ia lantas kembali masuk ke mobil dan memegang kemudi dengan tatapan yang berubah tajam. Bukan itu saja, wajah manis yang tadi ia tunjukkan di hadapan Ara kini berubah menjadi wajah garang seperti singa lapar yang siap menghabisi mangsanya.

"Berlarut 'lah dalam kebahagiaanmu Ara, sebelum nanti penderitaanmu menghapus semua rasa bahagia itu."

...•••***•••...

Mobil Azof kembali melaju membelah jalanan menuju suatu tempat yang ia rindukan. Jas putih yang semula ia kenakan saat ijab qobul telah ia ganti dengan kemeja putih polos dan celana dasar hitam, hingga penampilannya kini terlihat seperti pengusaha yang baru pulang dari kantor. Ya, memang itu yang ia inginkan. Tidak lama, mobilnya berbelok menuju sebuah hunian yang jauh lebih mewah dari rumah Ara. Begitu mobil berhenti, terlihat seorang wanita yang menyambutnya dengan senyum teduh yang selalu ia rindukan.

"Mas," wanita itu merentangkan tangan menyambut kedatangan Azof.

"Bagaimana kabarmu, Sayang?"

"Aku baik, bagaimana dengan Mas, Mas juga baik 'kan?" Wanita itu memindai penampilan Azof dari atas ke bawah, bahkan tanpa segan ia membalik tubuh Azof demi memastikan laki-laki itu baik-baik saja.

"Aku baik, kau lihat sendiri 'kan?" Azof merentangkan tangannya, menunjukkan betapa ia sangat sehat.

"Hati ini tetap hanya aku pemiliknya 'kan?" tanya wanita itu belum puas.

"Kenapa harus mempertanyakan itu lagi? Selamanya hati ini hanya milikmu, Sayang."

"Terima kasih."

Azof memeluk wanita yang merupakan istrinya itu dan memberikan kecupan sayang di puncak kepalanya. Ya, rumah yang saat ini ia datangi adalah rumah Indah, wanita yang ia nikahi lima tahun yang lalu.

"Papa!" Pekikan anak laki-laki tersebut membuat Azof berjongkok dan langsung memeluknya erat. Ya, ini adalah putranya, Faris.

"Bagaimana kabarmu Boy?"

"I'm fine Papa."

"Syukurlah. Oh iya, bagaimana sekolahmu, menyenangkan bukan?"

"Hm, sangat menyenangkan. Tapi aku cemburu melihat teman-temanku yang lain." ucap Faris.

"Cemburu?" Azof melirik Indah, seakan meminta penjelasan dari istrinya tersebut. Namun yang ia dapatkan hanya gelengan kepala dari istrinya. "Cemburu kenapa, boy?" tanya Azof akhirnya.

"Setiap pagi, halaman sekolah pasti penuh dengan mobil orang tua teman-teman yang mengantar sekolah, setiap pulang sekolah juga sama, teman-teman pasti pulang dijemput papa dan mama mereka. Sedangkan Faris—" Bocah laki-laki menunduk, ia tidak mampu mengucapkan kecemburuannya. Namun dengan ungkapannya barusan ia berharap sang papa mengerti.

"Jadi, putra papa cemburu dengan teman-teman karena mereka bisa diantar sekolah oleh orang tua mereka, begitu?" tebak Azof.

"Hm." Anggukan kecil Faris berikan sebagai respon.

"Bukankah setiap hari Faris diantar Mama, lalu kenapa harus cemburu dengan yang lain?"

"Beda Papa. Teman-teman diantar Papa dan Mamanya, bukan Mama saja."

"Papa paham sekarang. Jadi putra Papa ingin pergi dan pulang sekolah diantara Mama dan Papa, begitu?"

"Hm."

"Baiklah, mulai besok Papa dan Mama yang akan mengantarmu sekolah."

"Benarkah?"

"Pernah Papa berbohong?"

"Tidak!"

"Lalu?"

Faris tersenyum dan langsung memeluk papanya. Ia tahu bagaimana papanya. Seorang laki-laki hebat yang tidak pernah mengingkari janjinya. Oleh karena itulah ia begitu bahagia mengetahui papanya akan mengantarnya sekolah mulai besok karena ia tahu papanya tidak mungkin berbohong.

...•••***•••...

Terpopuler

Comments

Nurhayati Nia

Nurhayati Nia

mampir thorr

2024-08-05

0

andi hastutty

andi hastutty

mampir penasaran

2024-04-22

0

Selviana

Selviana

Aku sudah mampir nih kak.Jangan lupa mampir juga di karya aku yang berjudul ( Terpaksa Menikah Dengan Kakak Ipar)

2024-02-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!