4. Satu Bulan

Hari-hari berjalan dengan begitu cepat, para Mahasiswa Baru yang sepertinya baru saja masuk kemarin sudah mulai disibukkan dengan berbagai macam tugas. Mulai dari individu, kelompok, hingga keaktifan mereka di dalam fakultas.

Mahasiswa baru.. Mungkin kata itu masih saja melekat bagi mereka meskipun waktu satu bulan telah berlalu. Banyak hal sudah terjadi dalam waktu yang singkat itu, keakraban satu kelas sudah mulai ada, saling mengenal dengan kakak tingkat sudah banyak terjadi, mulai merasa pusing dengan tugas yang ada bahkan mungkin.. sudah ada yang merasa salah mengambil jurusan.

Setiap manusia pasti memiliki sifat yang berbeda dan tujuan yang berbeda pula. Begitupun para Mahasiswa Baru dimanapun mereka berada. Ada yang di minggu pertama sudah mulai aktif dilingkungan kampus, dikenal banyak orang entah karena kepintarannya atau karena memang sifatnya yang mudah berbaur atau mungkin juga karena hal lain. Ada juga yang terjadi justru kebalikannya, masih sibuk dengan dirinya sendiri, malas untuk berinteraksi hingga hanya bergaul dengan lingkup kecil nan nyaman nya saja.

Galen dan Lia kedua nya masih berteman, tapi seperti yang kedua orang tua Lia katakan. Lia selalu berusaha membatasi dirinya. Tapi Lia melakukan itu tanpa membuat Galen merasa jika Ia tidak nyaman dengan dirinya. Satu bulan ini cukup untuk Galen dan Lia menjadi seorang teman. Selain diri mereka sendiri sepertinya lingkungan juga mendukung mereka untuk tetap dekat, dilihat dari ketiga teman Lia juga Varo dan dua teman Galen yang lain juga mulai saling berteman, hal itu tentu membuat keduanya tidak kehilangan waktu untuk bisa terus bertemu dan saling mengobrol. Bahkan ketika warga kelas mulai mematenkan tempat duduk untuk teman-teman dekatnya, Varo telah ikut mem booking delapan kursi di belakang untuk mereka duduki.

Galen dan Lia keduanya sama-sama mahasiswa aktif, tidak hanya di dalam kelas keduanya juga aktif di lingkup fakultas. Bukan hanya karena paras mereka, namun juga karena sifat mereka yang terkenal humble dengan semua orang.

Seperti yang diperkirakan.. paras Galen cukup membuat dirinya dikenal cepat di manapun dia berada, banyak kakak tingkat yang dengan terang-terangan memuji parasnya itu, tapi selain parasnya Galen juga mulai dikenal karena mengikuti ekstra musik yang beberapa hari lalu menampilkan band nya di acara fakultas, dimana Galen berdiri dengan tampannya ditemani gitar dan suara merdunya. Ia berhasil dipercayai para anggota ekstra karena suaranya yang memang terdengar begitu bagus.

Lia.. kalian mungkin tidak memikirnya tapi Lia adalah partner Galen saat bernyanyi di hari itu. Kedua nya ternyata juga memiliki hobi yang sama bernyanyi. Dengan ketidak tahuan nya Galen dan Lia baru mengetahui ketika ada pertemuan ekstra musik. Galen dan Lia berhasil terpilih diantara beberapa anggota ekstra musik yang juga dipilih untuk tampil diacara itu.

Satu bulan ini cukup untuk Lia mengenal lebih dekat teman-temannya, mereka juga beberapa kali sudah main bersama tak jarang juga mereka mengajak Galen dkk untuk main keluar bersama. Jika kalian berpikir siapa yang mengide hingga mereka semua bisa menjadi lebih dekat maka jawabannya adalah Zora dan Varo. Kedua nya benar-benar sangat cocok dan tidak punya rasa malu dan gengsi, sampai apapun yang terlintas dikepala mereka dan itu terdengar menyenangkan, tidak ada kata segan untuk mereka mengutarakannya.

Noval dan Dava itulah nama teman Galen selain Varo, mereka bertiga lah yang sering bermain dengan Galen. Di kampus ataupun diluar, mereka sudah sangat sering berkumpul, mungkin juga terkadang tidak mengingat waktu. Melihat mereka sama-sama tinggal sendirian jadi tidak ada batasan waktu bagi mereka, tak jarang juga mereka menginap di apart Galen, sekadar bermain atau mengerjakan tugas hingga larut malam.

....

"Tes tes tes" suara penanggung jawab kelas 1A berhasil mengalihkan seluruh warganya yang sedari tadi berisik menunggu dosen datang.

"Mohon perhatiannya sebentar, berhubung dosen bilang baru bisa datang setengah jam lagi, gua mau ngasih pengumuman kalau fakultas akan ada pemilihan duta dan untuk kelas kita mendapat kesempatan untuk mengajukan satu kandidat cowo. Soo... yang bersedia bisa mengajukan diri ya. Bisa bilang sama gua" ucap penanggung jawab yang bernama Revan.

Selesai Komting itu mengumumkan, para penghuni kelas 1A kembali dibuat ribut. Mereka saling menunjuk-nunjuk tidak jelas. Lima belas menit, kegiatan saling tunjuk menunjuk itu masih berlangsung. Tidak ada yang mau mengajukan diri satu pun. Hingga Revan kembali maju kedepan.

"Gimana kalau kita usulin beberapa calon dulu trus lihat siapa yang paling banyak dipilih?" Tanya Revan meminta pendapat yang lain.

"Setuju" jawab mereka serempak.

"Gu mau usulin Galen sihh, yang lain ada usulan siapa?" Sahut Revan yang langsung mendapat tatapan tajam dari Galen.

"Gaadaaa" jawab mereka lagi-lagi serempak.

"Woiiiii" teriak Galen dari belakang tidak terima.

"Tadi yang nunjuk-nunjuk itu gapada mau diusulin?" Tanya Revan sekali lagi.

"Engga Van orang dari tadi kita nunjuk nya juga Galen" ucap seorang cowok yang duduk didepan. Memang benar, mereka sedari tadi ribut karena mempertimbangkan jika Galen yang diajukan, bukan mengusulkan teman-teman dekatnya.

"Yo Galen yoo" pinta Varo menggoyang-goyangkan lengan Galen.

"Engga gua gamau" ucap Galen dengan tegas.

Mendengar itu seluruh penghuni kelas menatap Galen memelas, berharap Galen luluh dengan tatapan mereka. Galen mengalihkan pandangannya kesamping kanan dimana Lia duduk, Galen melihat tatapan itu. Diantara banyak nya warga kelas ini, hanya tatapan Lia lah yang tidak menyuruhnya untuk menjawab 'iya'. Hanya tatapan menenangkan yang Galen dapat dari mata cantik Lia.

"Ga harus menang kok Gal, yang penting maju aja" ucap Revan masih didepan sana.

"Kalau gitu yang lain aja, kalau gua udah pasti menang nanti" timpal Galen dengan gaya songongnya membuat yang lain menatap mereka malas. Tapi mereka juga tidak tahu harus menyangkal apa, karena nyatanya itu juga dibenarkan oleh pikiran mereka.

"Ya kita kan berharap nya kalau bisa juga menang Gal" ucap Revan.

"Tolongin lah Gal"

"Bantu kelas ga ada salahnya Gal"

"Ntar untungnya juga yang ambil elo Gal"

"Tampang lo ini pantes banget tahu Gal buat jadi duta"

"Pinter nya dimanfaatin Gal, jangan di keep sendiri" sahutan-sahutan itu terdengar di telinga Galen. Tanpa mereka tahu jika sahutan itu berhasil membuat Galen merasa cemas. Galen menghela napasnya pelan. Menatap mereka semua kemudian mengangguk pasrah.

"Yeee" teriak mereka semua kecuali Lia.

"Beneran Gal?" Tanya Revan sekali lagi.

"Iya terserah kalian" jawab Galen sekenanya.

"Mantapp tenang nanti kita bakal bantu" ucap Revan yang langsung disetujui seluruh kelas.

"Wkwkk awas lo pada ngibul" ucap Galen dengan kekehan diikuti tawa temannya.

Mereka tidak khawatir, mereka percaya jika Galen yang maju pasti akan menang. Ketika menang pun mereka yakin Galen bisa mengatasi kelanjutannya, dengan kepintarannya, dengan keberuntungan dan kemultitalentanya yang sudah diketahui mereka, tidak ada lagi yang perlu mereka khawatirkan. Tapi mereka lupa... lupa jika Galen juga manusia yang memiliki kekhawatiran, manusia yang memiliki rasa lelah, rasa takut. Hanya karena tidak menunjukannya bukan berarti Galen tidak merasakan itu. Tidak apa.. mungkin ini memang salah Galen yang tidak bisa dengan tegas menolak permintaan mereka. Tidak apa.. ini bukan baru sekali terjadi, sudah menjadi kebiasaanya sedari kecil untuk selalu ditunjuk dan dituntut hingga Galen tidak tahu cara untuk menolaknya.

Tidak lama setelah keputusan itu dibuat, Dosen akhirnya tiba. Membuat kelas yang sebelumnya gaduh menjadi sunyi, sibuk mendengarkan penjelasan dari sang Dosen. Mereka semua terlihat tenang, sesekali mencatat apa yang dijelaskan didepan. Termasuk Galen, cowok itu terlihat tenang, sesekali mencatat, sesekali juga membalas perkataan Dava yang disampingnya dengan santai tidak takut dengan Dosen yang mungkin akan menegurnya.

Pandangan itu mungkin dapat dilihat semua mata, ketenangan itu juga dapat dilihat dengan jelas. Namun tidak dengan Lia.. Lia tidak melihat ketenangan itu. Yang Lia lihat adalah Galen yang sesekali menarik napasnya dalam dan menghembuskannya perlahan berusaha menenangkan diri, yang Lia lihat adalah tangan Galen yang Ia sembunyikan dibawah kursi karena tremor, dan yang Lia lihat adalah usaha Galen untuk tetap menampilkan senyum diwajahnya. Jika Lia tidak berada disamping Galen kemungkinan Lia juga tidak menyadarinya, karena wajah Galen sama sekali tidak menampilkan ketidaknyamanan.

"Galen.." panggil Lia pelan. Galen yang mendengarnya menolehkan kepalanya mengahadap Lia, menatap mata cantik Lia. Yang ditatap justru terdiam tidak mengatakan apapun.

"Kenapa Aya?" Tanya Galen dengan alisnya yang terangkat.

"Galen fine?" Tanya Lia akhirnya. Kini Galen yang justru terdiam menatap mata Lia yang memancarkan kekhawatiran. Galen mengalihkan mata nya sejenak sebelum kembali menatap mata Lia.

"Gua fine kok" jawab Galen dengan senyuman manisnya. Lia yang mendengar itu balas memberikan senyuman dan anggukannya.

"Yaudah semangat ya, Galen pasti bisa." Ucap Lia dengan senyum cantiknya, mendengar balasan dari Galen cukup membuat Lia mengerti jika Galen tidak mau Ia mengetahui apa yang Ia rasakan saat ini, dan Lia mengahargai itu. Lia pikir memberikan senyuman dan tatapan kepercayaan itu lebih baik dibandingkan menunjukkan tatapan kekhawatirannya.

"Hh iya Aya juga ya.. semangat!!" balas Galen dengan kekehan dan kepalan tangannya memberi semangat.

...****************...

Galen geleng-geleng melihat teman-teman nya yang sudah terbaring sembarang arah di ruang santai. Baru saja tadi jam sebelas malam mereka menyelesaikan tugas, dan baru saja Galen pergi sebentar ke kamar untuk menerima panggilan dari sang Bunda, kembali-kembali mereka semua sudah tertidur.

Galen membuat kopi untuk menemani malam nya, Ia kira malam ini Varo dan yang lain akan setia membuka mata tapi sepertinya Galen salah. Melihat tadi mereka telah sepakat akan main game sebentar setelah menugas, namun tanpa usaha yang keras mereka justru sudah tertidur dengan pulas. Galen membiarkannya, mengingat akhir-akhir ini tugas mereka yang cukup banyak, Galen tahu mereka lelah.

Galen keluar menuju balkon, duduk di kursi yang sengaja Ia taruh disana. Menatap hamparan langit malam dari ketinggian kamarnya. Bintang dan bulan senantiasa berdampingan mengisi gelapnya malam mungkin juga untuk mengisi kekosongan hati Galen. Galen menatap kosong pada hamparan langit malam. Memejamkan matanya erat ketika mengingat perkataan sang Bunda tadi.

"Huftt"

Galen kembali menatap langit yang malam ini terlihat cerah, berusaha mencari ketenangan dari atas sana. Sesekali meminum kopi hitam pahitnya. Pukul setengah satu pagi, Galen justru merogoh kantong saku nya dan mengambil rokok yang ternyata tersimpan disana. Menyalakan seputung rokok dan menikmatinya dengan ditemani hembusan angin malam. Galen masih terus melakukan aktivitasnya hingga pukul satu, tanpa ada niatan sedikit pun untuk tidur mengistirahatkan tubuhnya.

"Gal" suara itu membuat Galen membuka matanya terkejut.

"Ro sejak kapan bangun?" Tanya Galen memperbaiki posisinya, dan mematikan rokoknya.

"Baru aja, sejak kapan lo ngerokok?" Jawab dan tanya Varo, menatap Galen yang sedang menyeruput kopinya.

"SMA kelas sebelas mungkin" balas Galen sekenanya.

"Kenapa waktu gua dateng dimatiin?" Tanya Varo lagi.

"Lo kan ga ngerokok Ro, gua gamau tubuh lo kena asap rokok gua" ucap Galen yang justru dibalas kekehan dari Varo.

"Udah tahu bahaya, masih aja dilakuin" sahut Varo yang hanya dibalas kekehan oleh Galen.

"Tidur Gal, bukannya ngerokok ngopi di jam segini. Pinter tapi bego" Varo dengan santainya mengucapkan itu. Galen tertawa mendengarnya. Galen tahu, ini memang tidak baik tapi Ia juga tidak tahu harus apa. Hanya ini yang akan membuatnya merasa lebih tenang.

"Wkwkkk gabisa tidur Ro, insom gua kambuh kayaknya" Varo yang mendengar itu menjitak kepala Galen.

"Udah tahu insom malah minum kopi. Sejak kapan punya insom?"

"Udah lama kalau ini, tapi ga sering. Kalau lagi stress aja" ucap Galen tanpa menyadari apa yang Ia ucapkan.

"Terus sekarang stress kenapa, cerita jangan dipendam sendiri" jawab Varo membuat Galen sadar akan ucapannya tadi.

"Eh kalau sekarang bukan karena stress, lagi kepikiran neng Aya aja" timpal Galen kemudian berlari ke kamar ketika Varo akan kembali menjitaknya.

"Gua tidur dulu, lo juga tidur" ucap Galen dari dalam kamarnya. Varo mendengarnya, Ia melihat lima batang rokok yang ada di meja. Varo menghela napasnya, satu bulan ini cukup untuk Varo sedikit mengerti tentang Galen. Galen yang terlihat terbuka namun tertutup.

...****************...

Terpopuler

Comments

Amelia

Amelia

semangat terus ❤️❤️❤️

2024-04-20

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!