Sebut Namaku Sesukamu

Viviane memang berharap dia bertemu kembali dengan pria asing yang ia lukai, tetapi tidak menyangka hal itu benar-benar terjadi di tempat ini dan waktu secepat ini.

Viviane  tidak menolak ketika pria asing yang belum ia ketahui namanya itu mulai menuntunnya ke posisi untuk berdansa.

“Ma-maafkan aku.” Viviane mengangkat tangannya dari bahu sang pria saat dia mulai meringis. “Apakah lukanya belum membaik.”

“Sedikit, dalam beberapa hari  akan sembuh sempurna,” ucapnya dengan senyum. Entah itu candaan atau serius. Yang pasti kehadiran pria itu bersamanya membuat oksigen di sekitarnya menguap.

Viviane meletakan tangannya lagi kini agak turun ke lengan. Menghindari menyentuh luka pria itu lagi. Mereka berdansa secara perlahan. Musik yang mengiringi terdengar sangat samar dari Ballroom yang jauh di belakang mereka, dan itu bukan masalah. Mereka berdansa mengikuti insting.

“Jadi, siapa nama … emm maksudku… pertama-tama terima kasih  karena sudah menyelamatkan aku hari itu,” Ralat sang gadis. Ia gugup. Berusaha menekan jantungnya yang berdegup tak karuan dan mencoba menyinkronkan kata yang ada di otaknya dengan yang keluar dari mulutnya. 

“Dan … maaf karena aku tidak sengaja melukaimu,” tambah Viviane dengan rasa bersalah yang serius terpancar di wajahnya.

Sang pria tertawa. Tawa yang sangat manis. Bahkan ekor matanya ikut tersenyum. Itu membuat Viviane tak kuasa memalingkan muka dari wajahnya yang indah.

“Tidak masalah. Aku bahkan rela untuk terluka berkali-kali jika itu bisa membawaku berkenalan denganmu.” Ditilik dari rasa panas di wajahnya, Viviane yakin rona merah sudah menjalar sampai ke leher.

Tidak hanya di wajah, Rasa hangat juga menjalar di hatinya tiap pria itu mengeluarkan suaranya yang rendah dan mengesankan.

“Jadi … siapa namamu, Tuan?” 

“Apalah arti sebuah nama, Princess,” goda pria itu.

“Lalu bagaimana aku memanggilmu jika nanti aku memimpikanmu?”

Viviane kaget, bagaimana kata-kata seperti itu meluncur begitu saja tanpa rasa malu. Pria dihadapannya tertegun mendengarnya. Sampai-sampai gerakan dansa mereka terhenti. Dia menatap tepat di irish hijau Viviane, kemudian mengangkat sudut-sudut bibirnya dengan halus.

“Panggil aku dengan sebutan yang indah … ‘Kekasihku’ misalnya.”

ia yakin rona wajahnya bisa sampai ke mata pria di hadapannya ini. Sekumpulan kupu-kupu berterbangan di perut menimbulkan perasaan asing namun menyenangkan. Ini benar-benar perasaan yang baginya. Dia seperti terlibat romansa anak muda seperti yang tertulis di novel-novel percintaan  yang ia baca di perpustakaan.

Viviane berdehem. “Bagaimana aku menyebutmu kekasihku. Jika nama saja tidak mau kau berikan. Aku tidak sembarangan menjadi kekasih orang asing.”

Pria itu memiringkan dagu, sekali lagi tersenyum memukau pada gadis yang merengut.

“Nicholas, My Princess … sebut namaku semaumu.” Ucapan itu nyaris seperti desisan untuk Viviane. Pria itu mungkin berpikir tidak perlu mengeraskan suaranya ketika jarak mereka menempel seperti ini.

“Nicholas?” desis Viviane. Senyumnya mengembang seiring nama pria yang terasa sangat pas  untuk disebutkan bibir plumpy nya.  Nicholas … nama dari pria yang beberapa hari ini tenggelam dalam rasa penasarannya.

Senyum gadis itu terasa lambat, nikmat, berbahaya dan sarat dengan sensualitas yang memabukkan. Bagaimana tidak, tampilan visual wanita itu begitu lembut dan elegan. Leher jenjang, hidung kecil, dan dagu bulat yang pas untuk digigit. Begitupula dengan rambutnya yang mengingatkan Nicholas dengan daun-daun maple merah yang menghiasi jalanan sekitar kastil Ferias, begitu indah. 

Nicholas berusaha sekuat mungkin untuk tidak meremukan wanita mungil itu dengan hasrat gila yang bisa menguasai dirinya kapan saja. Meski seberapa adiktifnya wangi peony yang menguar dari tubuh sang gadis, Nicholas bertahan sekuat yang ia bisa.

“Jadi, Nicholas, katakan padaku … bagaimana kau bisa ada di hutan saat itu?” Viviane mencoba mencari obrolan untuk mengalihkannya dari foxy eyes  menghanyutkan milik sang pria.

“Sama sepertimu, aku sedang mencari sesuatu untuk mengisi perutku. Dan kemudian mendengar teriakan meminta tolong darimu. Aku menyusulmu dan kau—

“Terkena panahku?

“Kau melukai diriku dua kali,” kata pria itu lagi.

Viviane memiringkan kepalanya tidak paham. “Pertama dengan panahmu. Dan sekarang … dengan matamu,” lanjut Nicholas, entah bagaimana semakin mendekat ke wajah Viviane.

“Kalau begitu aku harus bertanggung jawab,” desis Viviane. 

Tatapan Nicholas beranjak ke bibir ranum milik sang gadis. Dia nyaris tak bisa menahan rasa damba yang menyeruak begitu saja ditengah dadanya. 

“Dengan senang hati aku menantinya.” balas Nicholas. 

Keduanya berhenti bergerak. Hanya mata yang masih saling mengunci lekat. Berharap dari tatapan dapat menggali  perasaan masing-masing. Ini hal baru bagi Viviane, tapi entah dengan pria itu. 

Sesuatu yang jatuh dari pohon ke danau di bawahnya membuat Viviane terlonjak dari ketertegunannya. Ia mundur beberapa langkah melepaskan diri dari Nicholas. Waktu seperti berputar kembali, begitupun akal sehat kedua insan itu. 

Viviane meras telapak tangannya berkeringat. Jantungnya masih melompat-lompat tak karuan. Pria itu mengacaukannya sampai seperti ini. Dia sangat malu secara terang-terangan mengekspos perasaannya pada laki-laki yang baru ia kenal.

“Lalu … ceritakan padaku tentang dirimu? Dari mana kau berasal atau siapa nama belakangmu?” itu adalah satu-satunya obrolan yang diusahakan Viviane untuk mencairkan suasana yang menjadi canggung.

Nicholas menggali ingatannya tentang undangan pesta dansa istana yang ia dapatkan di meja judi tadi. Setelah menipu dan mengalahkan seorang Baron dengan cara yang licik. Nicholas mendapat undangan atas nama Billy Hutton yang dijadikan bahan taruhan tadi. Ia menggunakannya untuk menyelinap ke pesta istana, sekalian untuk bertemu dengan Princess Viviane.

“Hutton,”  Viviane menautkan alisnya. “Maksudmu Baron Hutton? tapi bukankah ia tidak memiliki anak?”

“Ah ya benar … aku … anak saudaranya. Beberapa bulan lalu aku pindah kesini," karang Nicholas.

Viviane masih bingung. Sepengetahuannya Baron Hutton adalah anak tunggal.

“Viviane!”

Gadis itu tersentak. Samar-samar suara Valentine terdengar. Wajahnya berubah panik. “Kakak.” gumamnya pelan.

“Viviane!” Suara Valentine kembali terdengar. Mencari-cari keberadaannya. Nampaknya ia sudah pergi terlalu lama.

“Dia tidak boleh melihat kita berduaan di tempat sepi begini,” ucapnya cemas. 

“Kalau begitu, kurasa ini waktunya kita berpisah.” Nicholas membungkuk dengan anggun. “Senang bertemu denganmu, Your Highness.” katanya kembali mengecup tangan Viviane. Menghantarkan sengatan ke seluruh tubuh wanita itu. Nicholas menjauh darinya, berjalan ke arah barisan pohon yang gelap.

“Tunggu, bagaimana kita bertemu lagi?” tanya gadis itu.

Nicholas menarik sudut bibirnya. Sang putri menginginkan pertemuan dengannya kembali, dan itu hal yang ia inginkan juga. “Aku akan menemuimu di pondok,” ucap Nicholas sebelum tubuhnya tertelan pohon-pohon yang rimbun.

“Disini kau rupanya.”

Viviane terkesiap, berbalik dari tempat Nicholas menghilang ke arah Valentine berdiri dengan setelan jas putihnya yang licin. “Aku hampir saja mengerahkan prajurit untuk mencarimu.”

Valentine turun dari undakan tangga menghampiri sang adik. “Sedang apa kau disini?”

Viviane menetralkan suara sekaligus mimik mukanya, agar Valentine tidak curiga. Bukan hal yang baik untuk seorang putri jika ketahuan berduaan dengan seorang pria asing di tempat terpencil di tengah pesta. Hal itu akan menjadi gosip hangat dan santapan bagi para sosialita kerajaan.

“Aku sedikit lelah tadi. Jadi, ingin jalan-jalan sebentar di luar.” Viviane tertawa hambar. Segera menggelayut di lengan Valentine untuk mengajaknya pergi dari tempat itu.

“Sendirian? Kenapa tidak mengajakku?”

“Kau sangat sibuk dengan para lady tadi.”

“Yah, mau bagaimana lagi. Itu hal yang wajar ketika kakakmu punya wajah setampan ini.” Vivian mengernyit geli melihat tingkah sang kakak.

“Apa-apaan?”

Keduanya kembali ke ballroom diiringi senda gurau, tanpa adiknya tahu jika Valentine melirik kembali ke tempat Viviane berada tadi.

...Bersambung...

Terpopuler

Comments

Gwatan

Gwatan

Memikat pikiran

2024-01-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!