“Jalan masuk katamu?” Suara berat dan kasar itu terdengar dari seorang pria lima puluhan, yang berdiri mengawasi megahnya istana dari balkon penginapan. Postur tubuh pria itu tidak lebih besar dari Nicholas, tetapi tampak keras dan kuat.
Matanya yang memiliki goresan pisau di ujungnya merupakan saksi pertarungannya dengan sang adik yang menjabat sebagai duke sebelumnya. Perkelahian yang menuai kekalahan yang memalukan, membuatnya berambisi membalaskan dendam dengan mengeksploitasi kereta sang adik hingga kereta itu terkubur di jurang yang dalam di Ferias. Sayangnya anak sang adik selamat dari kejadian itu. Dia ada di bawah perlindungan sang nenek yang juga merupakan ibunya. Dan sekarang sang anak, menjelma menjadi sosok Nicholas yang tumbuh menjadi pria tangguh dari hari ke hari.
“Ya, ada jalan masuk rahasia di hutan Philea,” kata Nicholas tanpa menunjukan emosi apapun. “Dan terdapat dua tambang emas yang di sembunyikan Bellerick,” tambahnya.
“Apa? Jadi dia tidak memberitahu siapapun soal itu?”
“Ya paman. Mereka juga menolak investasi apapun dari Helias. Mereka bilang tidak bisa melakukan kerja sama dengan kekaisaran tirani. Yang hanya mabuk dengan harta.”
Pria yang di panggil Nicholas sebagai paman itu tertawa keras. Tawa kasar dan kering karena mendengar tiga tambang emas Bellerick.
“Pantas saja kaisar sangat ingin menguasai Bellerick, kerajaan ini begitu menyilaukan dengan kekayaan yang melimpah ruah. Tapi Gillian Bellerick keras kepala dengan menolak tunduk, sayang sekali.” Pria itu mengambil pedangnya yang ia letakan bersama baju zirahnya, menghunusnya hingga besi itu mengkilat ketika tertumpah cahaya lampu. Mata pedang itu tampak tajam, dan siap membelah apapun tanpa ampun.
“Hmm … kalau begitu kita akan pergi sekali lagi menghadap Gillian, jika ia masih menolak. Kita akan segera melakukan penyerangan.” Sang paman mengelus pedangnya. Ini waktunya pedang itu kembali bertemu dengan darah di medan pertempuran.
"Penyerangan?"
“Ya, dan— “
Angin dari hentakan pedang terasa di wajah Nicholas ketika pamannya mengayunkan benda tajam itu ke arahnya. Nicholas tidak gentar. Tetap berdiri lurus tanpa berkedip.
Sang paman menyeringai, “kau yang akan memimpin. Ini waktunya kau menunjukan kualitasmu padaku.” Duke menyarungkan kembali pedangnya dan melemparkan kepada Nicholas.
“Dengan begitu akan kupertimbangkan kau sebagai Duke selanjutnya.” kata sang paman di akhiri tawa keras. Ia keluar meninggalkan Nicholas yang mematung dengan pedang duke di tangannya.
Nicholas meremas pedang itu kuat-kuat hingga buku-bukunya memutih, menahan dorongan besar untuk menebas leher sang duke.
Pertimbangkan sebagai duke selanjutnya? Bahkan orang itu mendapat gelar Duke dan segala kekuasaannya dengan cara yang curang. Dalam hati Nicholas berjanji, jika waktunya tiba, pembalasan yang akan ia lakukan akan lebih pedih.
...****...
Para tamu undangan mulai berdatangan sejak sore. Kereta kuda mewah nan cantik berbaris rapi di halaman parkir kereta istana. Para bangsawan memakai setelan mewah juga gaun-gaun indah, terutama para gadis yang ikut sebagai peserta debutan hari ini tampak berlomba-lomba mengenakan gaun terbaik, demi menarik perhatian dari para gentleman yang hadir. Bisa dibilang debutan adalah kata lain dari ajang mencari kekasih bahkan jodoh, untuk masyarakat kelas atas yang memasuki usia menikah.
Setelah semakin banyak orang berkumpul di ballroom istana yang megah, bintang utama debutan turun menggandeng tangan saudara laki-lakinya. Dua bunga Bellerick itu menawan setiap mata yang hadir. Ini pertama kalinya Putri Viviane Delila Bellerick diperkenalkan secara resmi. Biasanya raja mengunci bunganya itu di balik tembok istana tanpa boleh siapapun melihat sebelum mekar sepenuhnya.
Setelah acara perkenalan secara resmi dilakukan, musik waltz pun mengalun lembut, menghantarkan orang-orang ke lantai dansa. Tak terkecuali Viviane ketika Valentine meminta dansa pertamanya. Sang adik dengan senang hati menerimanya.
Mereka berdua berdansa hanya beberapa saat, sebelum masing-masing diambil oleh para lady dan gentleman yang hadir. Berebut untuk berdansa atau sekedar berkenalan dengan Prince dan Princess Bellerick.
“Princess, berdansalah denganku.” Seorang pria membungkuk dengan hormat di depan Viviane, entah pria keberapa, tetapi gadis itu mulai kelelahan. Jadi dia hanya tersenyum seolah menyesal, berkata maaf dan menyingkirkan diri keluar ballroom.
Dengan sampanye di tangan, Viviane menyingkir ke taman yang agak sepi. Berusaha agar tidak terlihat. Sudah cukup ia melakukan skenario untuk memperlakukan orang asing di pesta itu dengan ramah tamah. Sekarang waktunya ia beristirahat. Alih-alih pulang ke kastilnya, gadis itu malah menyeret gaunnya ke pinggir danau dengan gazebo cantik di tepinya. Ia mendudukan diri di bangku batu yang ada di sana. Mengistirahatkan kaki yang sudah berdansa dan berdiri beberapa jam terakhir.
Viviane menghela nafas perlahan. Almond eyes-nya Memperhatikan gelombang kecil di air yang diciptakan angin dan beberapa hewan kecil yang menari di atas danau. Benar-benar malam yang melelahkan. Batinnya. Sesekali ia menyesap sampanye di gelasnya hingga tersisa seteguk.
“Princess, maukah anda berdansa denganku?” kata sebuah suara baritone yang menyapa telinga diikuti tangan seseorang yang tiba-tiba muncul di depan wajah Viviane.
Viviane memejamkan mata kesal. Dia baru saja bernafas lega karena bisa beristirahat. Lancang sekali orang ini sampai-sampai menyusulnya ke tempat sepi seperti ini. Bagaimana jika mereka terlihat. Viviane tidak mau menciptakan skandal di hari debutant nya.
“Maaf atas kelancanganku,Tuan, tapi tidak bisakah kau lihat, aku sedang istira … hat.” Viviane nyaris menelan kembali kalimatnya, sesaat setelah ia mendongakkan wajah untuk melihat si pria lancang yang berdiri di sisinya.
“Kau?!” Mata Viviane membulat tak percaya. Di depannya sesosok pria tinggi dengan mata tajam seperti rubah, rambut hitam yang tersisir rapi ke belakang dan bibir hati yang sempat ia perhatikan tanpa malu beberapa hari yang lalu, muncul ditempat itu.
“Bagaimana bisa kau—
Kedua sudut bibir indah yang selama ini menghantui tidurnya terangkat. Pria itu meraih tangan sang putri, menunduk, lalu berbisik di kulit tangan Viviane.
“Senang bertemu dengan anda, Your Highness,” katanya dengan mata yang tak lepas dari mata hijau Viviane. Dengan perlahan mendaratkan kecupan ringan di punggung tangan sang putri.
...Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Putri Cikal
padahal si nicolas mau nyerang istananyah putri
2024-02-03
0