Bab 2 : Pelampiasan

"Setelah kupikir-pikir, kamu terlalu berharga untuk kumiliki. Gadis yang hanya mau dici*m dan tidak ingin lebih padahal kita saling suka ... hanya kamu saja."

Kini Ileana yang terkejut dengan pernyataan calon mantannya itu. "Katakan sekali lagi!" titah Ileana.

"Kamu tidak ingin melakukan hal yang lebih dari ci*man, Ileana. Juga, kamu sangat posesif."

"Baiklah. Lalu kamu melakukannya dengan 'temanmu' itu?" tanya Ileana dan anggukan kepala adalah jawabannya. "Alasan yang luar biasa, terima kasih sudah menjawab dengan jujur."

"Terima kasih untuk waktu yang sudah kamu luangkan selama ini, Ileana."

"Ya, sama-sama. Ada sesuatu di dalam koper itu, selamat atas hubungan kalian." Setelah mengatakan hal tersebut, Ileana pergi dari hadapan mereka dengan hati yang hancur menjadi jutaan keping.

Langit sudah berwarna hitam pekat, bahkan para bintang tidak muncul malam ini membuat sang bulan kesepian. Ileana memegangi perutnya yang terus berbunyi. "Harusnya tadi aku makan dulu, bahkan aku sampai salah nomor kamar," gumam Ileana.

Entah apa yang semesta rencanakan, tapi tampaknya semesta sedang tidak bersahabat dengan Ileana hari ini.

Mengetahui bahwa pacarnya bermain dengan gadis lain. Putus dengan pacarnya itu. Pada saat makan malam, hampir semua pengunjung membawa pasangan mereka dan Ileana melihat bagaimana romantisnya para pasangan itu. Sedangkan dirinya, makan sendirian.

Padahal Joshua adalah pacar dan cinta pertamaku. Apa cinta bisa menyakiti seseorang separah ini? Sebenarnya dimana kesalahanku?

Ileana terus berjalan, berjalan, dan berjalan. Di saat dia berada di depan sebuah bar, dia berhenti. Menatap tempat itu cukup lama dan teringat perkataan temannya.

Minuman yang ada di bar itu sangat enak dan lagi mereka bisa meringankan bebanmu, tapi sedikit saja. Kalau kamu datang sendiri, minuman itu akan menjadi temanmu saat itu.

"Teman, ya? Arghhh mungkin dia sedang sibuk, besok saja." Ileana mengacak-acak rambutnya frustrasi, dirinya sungguh kacau karena patah hati.

Kembali gadis itu menatap bar yang ada di sebelahnya dan tanpa keraguan lagi dia masuk ke sana. Bel berbunyi ketika pintu terbuka dan menampilkan sebuah pemandangan yang baru pertama kali Ileana lihat.

"Selamat datang, apa Anda sudah memesan meja?" sambut seorang pelayan dengan ramah.

"Saya belum pesan meja."

"Anda datang sendirian atau teman-teman Anda akan menyusul?"

"Saya … sendirian."

Pelayan itu mengarahkan Ileana ke salah satu kursi, kemudian mengurus tas yang Ileana bawa. Gadis itu hanya menatap kosong meja di depannya ketika menunggu pesanan.

Setelah pesanan datang, Ileana mulai menikmatinya dalam kesedihan. Dia minum sedikit demi sedikit, sesekali mengernyit setelah menenggak habis satu gelas dalam satu kali.

Hari semakin larut hingga berganti ke hari selanjutnya. Bar itu masih belum sepi, hanya ada pelanggan yang pergi dan kemudian pelanggan baru datang.

Ileana yang setengah sadar menutup telinganya ketika bel berbunyi saat pintu dibuka. Bar ini seperti dirinya dan pelanggan yang datang dan pergi sesuka hati mereka adalah orang-orang disekitar Ileana. Itulah yang Ileana pikirkan.

Kling!

Bel kembali berbunyi, seorang pria mendekat ke bartender dan memiliki sebuah percakapan dan kemudian pergi ke ruangan yang lebih dalam.

"Saya telah menyiapkan pesanan Anda, Tuan. Ingin saya buatkan minuman?" tanya sang bartender ramah.

"Tidak perlu, karena aku hanya sebentar di sini," jawab si pria dibarengi dengan senyuman.

Sesaat setelah bartender tadi keluar, pria itu menyahut semua dokumen yang ada di atas meja dan menganalisisnya bergantian. Tak butuh waktu lebih dari 30 menit, pria itu sudah menyelesaikan pekerjaannya.

Klek

"Tuan Muda Damian, maaf karena datang lebih lambat," ujar seseorang dengan dada yang naik turun.

Pria tadi, Damian, tersenyum dan berkata, "Dasar sialan, memang jalanan macet sampai aku harus menunggu lama?"

"Bu-bukan begitu Tuan. Saya baru saja menolong seseorang ke toilet," jawabnya.

"Ethan Mercer, buat surat pengunduran diri dan jadi pekerja sosial saja sana." Ethan langsung berlutut di dekat Damian dan merengek.

"Tuan, Anda jahat sekali. Padahal seleksi untuk jadi sekretaris Silent Vanguard sangat ketat. Tega sekali Anda langsung membuang saya."

"Baj*ngan satu ini!" Damian memukul Ethan tepat di kepala. "Kalau kamu sayang kepada perjuanganmu, lakukan pekerjaan yang benar, dong. Akan kuampuni kelalaianmu kali ini. Lalu jaga mulutmu, suaramu terlalu nyaring," ujar Damian penuh ancaman.

Ethan pun mengangguk dan membenahi kacamatanya. Setelah membereskan dokumen-dokumen tadi, Damian dan Ethan keluar.

Belum juga melangkah 2 meter dari ruangan, Ethan melihat gadis yang ditolongnya tadi berjalan sempoyongan. Tanpa memedulikan Damian, Ethan langsung membantu gadis tadi.

"Memang dia harusnya keluar saja dan jadi pekerja sosial," gumam Damian. Dari gerak gerik Ethan, Damian dapat menyimpulkan kalau menolong gadis asing lebih penting dari pekerjaannya. Padahal ada pekerjaan lain yang sedang Damian kejar.

"Huh, tidak ada pilihan lain lagi." Tangan Damian menepuk pundak kanan Ethan. "Bawa dia ke apartemen sekalian," ujar Damian memberi perintah.

Ethan tak percaya dengan apa yang telinganya dengar, tapi dia cepat-cepat menyusul Damian yang sudah mendahului dia.

Ileana digendong oleh Ethan di punggung, di tubuh bagian depan, Ethan membawa tas milik Ileana. "Tu-Tuan … kenapa jalan Anda cepat sekali? Tunggu kami."

Damian bersikap acuh tak acuh dan tetap berjalan. Suasana hatinya sedikit buruk kali ini.

Sesampainya di apartemen, Ileana dibaringkan di sofa. Sedangkan Damian langsung memakai kacamatanya dan sibuk mengetikkan sesuatu di komputer.

"Ini kopi untuk Anda, Tuan." Ethan meletakkan secangkir kopi di meja tuannya, tapi dia tidak segera beranjak dari tempatnya berdiri membuat Damian risih.

Meskipun risih, Damian tetap mendiamkan Ethan. Anak buahnya itu tersenyum kaku dan sesekali melirik Damian. "Hei, aku tau kamu punya pertanyaan," ujar Damian disela-sela kegiatannya.

"Ya … begitulah," jawab Ethan kikuk.

"Tanyakan saja daripada kamu mati penasaran."

"Ta-tapi Tuan, ini sedikit sensitif."

"Tanyakan saja, aku tidak terlalu peduli."

Ethan mencoba membuka mulutnya, tapi dia mengurungkan kalimat yang akan dia katakan. Dia berpikir sebentar, dan bertanya, "Anda kenal gadis itu?"

"Tidak, tapi dia gadis yang menghalangi pintu apartemen ini. Sepertinya baru putus cinta," jawab Damian.

"Bu-bukankah akan bahaya kalau sampai mantan pacarnya tau dia keluar dari apartemen ini?!" tanya Ethan kelabakan. "Apa yang akan dia pikirkan? Setelah putus, mantannya malah keluar dari kamar apartemen sebelah yang ditinggali oleh dua pria?! Bagaimana saya harus lapor ke Tuan Besar??!!"

"Berisik! Kalau urusan dengan kakek, biarlah jadi urusanku. Jangan buka mulut sama sekali dan kujamin semuanya baik-baik saja, aku kan tidak bisa melakukan hal yang aneh-aneh."

Ethan menelan salivanya. Memang benar sih Anda tidak melakukan hal aneh-aneh, tapi kan Anda bisa melakukan hal yang berbahaya!!!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!