Bab 2

Samantha bangun dengan kondisi tubuh remuk redam serta kepala pusing. Wanita itu sering kali meringis dan memijat kepalanya sendiri.

“Shitt! Tenaganya seperti banteng tidak ada habisnya!” Keluh Samantha beranjak menuju bath up untuk membersihkan diri sembari melakukan relaksasi agar pegal di tubuhnya sedikit berkurang.

Louis memang tipikal pria yang haus akan s*x, dia tak akan pernah puas hanya melakukan satu kali. Selama tenaganya masih ada ia akan terus menggempurnya bahkan sampai pagi menjelang. Samantha mau tak mau harus bisa mengimbangi kekuatan Louis di atas ranjang, walau begitu ia akui jika Louis sangat sangat hebat soal pergulatan ranjang.

Tapi yang menjadi persoalan kali ini, sampai hari ini dirinya belum juga mengandung benih dari pria tampan penguasa itu. Sesekali ia berfikir sebenarnya siapa disini yang bermasalah?

Samantha sendiri belum berani memeriksakan kondisi kesuburannya sebab ia takut akan hasil akhirnya nanti. Ia juga tak pernah mendiskusikan masalah ini dengan Louis meskipun pria itu sering kali mengajaknya untuk konsultasi ke dokter.

“Persetan dengan anak, aku masih banyak memiliki waktu bersama Louis, lebih baik aku habiskan saja waktuku dengan bersenang-senang menikmati hasil jerih payah suami kaya ku itu. Hidupku berubah 180 derajat selama menikah dengannya, aku masih bisa mengikatnya nanti dengan kehamilan ku. Tapi tidak untuk sekarang” monolognya.

Untuk saat ini ia tak ingin memikirkan soal itu. Lagi pula jika ia memiliki anak sekarang menurutnya terlalu dekat, ia akan kehilangan kebebasannya menjadi Nyonya muda Orlando. Sayang sekali, pikir Samantha.

Ia beranjak dari bathup menuju shower membilas dirinya dari busa-busa yang menutupi tubuhnya dan segera meraih bathrobe lalu melangkah menuju walk-in closet.

Tangannya memindai pakaian yang akan ia kenakan siang ini untuk bertemu dengan teman-temannya. Ya, Samantha selalu menghabiskan waktunya dengan berkumpul dan berbelanja dengan teman sosialitanya.

Selesai berdandan ia bergegas keluar mengambil kunci mobilnya tanpa merapikan tempat tidur sisa pertempurannya semalam bersama Louis. Ya meskipun di mansion ini ada maid, namun tak sekalipun Samantha berinisiatif merapikan tempat sekalipun itu adalah area pribadinya.

Samantha turun menapaki anak tangga berpapasan dengan maid yang tengah melakukan pekerjaannya di lantai bawah.

“Selamat siang Nyonya, anda mau langsung lunch? Kami akan menyiapkan makanannya sekarang juga” ucap maid itu sopan.

“Tidak perlu, aku sedang ada urusan penting sekarang” tolak Samantha dengan lugas. Tanpa ba bi bu ia langsung pergi begitu saja.

Maid itu menggelengkan kepalanya pelan,

‘Jika Nyonya besar masih ada, aku tidak yakin beliau menyukai menantunya yang sombong itu’ Ucap maid itu dalam hati.

Bibi Wen adalah orang kepercayaan Keluarga Orlando yang mengabdi selama puluhan tahun lamanya, ia bahkan yang mengasuh Louis sejak kecil.

Oleh sebab itu ia selalu setia mengikuti Louis dan bekerja pada pria itu hingga sisa hidupnya, ia tak pernah berniat meninggalkan pria yang sudah di anggapnya seperti putranya sendiri karena mendiang ibu Louis mempercayakan dirinya untuk merawat Louis hingga besar.

“Semoga Tuan Louis memilih pasangan yang terbaik untuk hidupnya” harapan Bibi Wen sangat besar sekali, jika kelak ia tak ada maka ada istrinya yang dengan sabar dan ikhlas mengurusnya. Tapi sekarang yang ia lihat bahkan Samantha tak pernah melakukan tugasnya sebagai seorang istri selain hanya urusan ranjang saja.

Hal sepele termasuk menyiapkan kebutuhan kerja atau menyambut Louis ketika pulang saja tidak pernah. Catat, TIDAK PERNAH.

Sebenarnya apa yang ada dipikiran Samantha? Apakah rumah tangga hanya sekedar status baginya?

“Kenapa Bibi melamun?” Tanya Guan pada senior maidnya.

Ya, Bibi Wen menjadi kepala pelayan di mansion ini atas perintah tuan besar Christian Orlando, ayah Louis.

Bibi Wen pun tersadar, “Ah tidak apa-apa Guan. Silahkan lanjutkan pekerjaan mu” titah Bibi Wen.

Guan pun menundukkan kepalanya lalu pamit pergi.

Seusai makan siang di restoran, Louis berniat kembali ke kantor bersama Noel. Namun sebelum ia beranjak dari duduknya tiba-tiba ponselnya berbunyi.

Ting!

Kening di dahi pria itupun seketika mengernyit setelah membuka ponselnya.

Sebuah notif m-banking masuk, berisi penarikan sejumlah uang dengan nominal terbilang cukup fantastis.

“Kali ini apa lagi yang dia beli sampai-sampai menghabiskan ratusan juta dalam sehari?” Gumam nya merasa heran.

Tak hanya sekali Samantha melakukan itu, bahkan kerap kali Louis menjumpai notif serupa selama hampir setahun ini. Dulu awal-awal Samantha sangat jarang berbelanja atau menggunakan uangnya, tapi semakin kesini semakin menjadi saja. Meskipun begitu Louis tak pernah menanyakannya pada istrinya, ia menganggap itu adalah bentuk kepeduliannya terhadap istrinya.

Namun kali ini, Louis sedikit terusik dengan tingkah Samantha yang menurutnya di luar batas wajar.

Louis ingin sekali mengajarkan istrinya itu cara me-manage uang dengan baik meskipun ia membebaskan berapapun nominal yang Samantha gunakan, menurutnya apa tidak sebaiknya jika Samantha mengelola keuangannya sendiri saja?

“Kenapa Tuan?” Tanya Noel yang sejak tadi merasa aneh dengan sikap bosnya.

“Tidak ada, sebaiknya kita segera kembali” ajak Louis berjalan meninggalkan restoran itu.

Sementara di sebuah apartemen mewah di pusat kota Roma, tinggal lah kini Alexa dengan asisten pribadi sekaligus sahabat baiknya yang bernama Zeta.

Gadis itu baru saja sampai setelah perjalanan panjang menggunakan mobil yang ia kendarai sendiri bergantian dengan Zeta.

Ia menolak tegas tawaran dari kakeknya yang menyuruhnya menggunakan jet pribadi.

Yang benar saja? Jarak dari kota Venice menuju Roma hanya sekitar enam jam, ia pun sedang tidak melakukan perjalanan bisnis jadi untuk apa menggunakan jet pribadi? Pikirnya kesal.

Alexa ingin menikmati hidupnya sejenak tanpa bayang-bayang kekayaan dari keluarga Montana meskipun itu menjadi hak mutlak bagi setiap keturunan Montana. Kali ini Ia ingin menikmati perannya menjadi Alexa si gadis mandiri.

“Zeta, berikan iPad ku” pinta Alexa pada asistennya.

Zeta yang tengah menata barang-barang dari koper Alexa pun seketika menoleh lalu mengambilkan iPad gadis itu.

“Kau yakin ingin memasuki perusahaan besar itu?” Tanya Zeta seraya menyerahkan iPad.

“Hmm? Apa kau pikir perusahaan milik Montana disini tidak sebesar perusahaan itu?” Selidik Alexa menaikkan sebelah alisnya.

“Tidak, aku tidak bilang begitu. Hanya saja memang kekuasaan pria itu tak main-main. Bahkan seluruh cabang perusahaannya tersebar pesat di seluruh daratan Eropa” kata Zeta yang sayangnya itu adalah fakta.

“Ya ya ya! Aku akui itu, tak perlu kau menjelaskannya” acuh Alexa mulai menscroll layar iPad nya. Nampak serius sekali namun Zeta memilih membiarkan apa yang akan menjadi kesenangan Alexa.

“Sepertinya aku harus bergerak lebih cepat dari prediksi, pria itu sangat sangat membutuhkan ku saat ini” ucap Alexa yang tatapannya tak lepas dari layar pipih itu.

“Apa katamu? Bukankah kau yang membutuhkannya Lexa?” Kelakar Zeta memutar bola matanya malas.

“Tidak-tidak! Bukan aku, tapi dia! Lihat saja perusahaannya mulai merekrut posisi sekretaris. Ini menandakan aku harus cepat membantunya kesana, dia sangat butuh bantuan ku” seloroh Alexa tak ingin menjatuhkan harga dirinya. Sungguh tinggi sekali ego wanita ini, pikir Zeta.

Zeta pun hanya berdecak malas mendengar penuturan sahabat sekaligus bosnya itu.

“Oke Zeta, siapkan pakaian formal ku. Kali ini aku akan menjadi sekretarisnya yang licik dan pintar” seru Alexa mulai beranjak dari duduknya.

“Hah?! Sekarang?? Kau tidak lihat ini pukul berapa Lexa? Yang benar saja kau ini!” Sergah Zeta menengok jam dinding menandakan pukul dua siang. Apakah seorang pelamar akan diterima dengan kedatangannya di jam yang bahkan di katakan sangat tidak tepat? Lancang sekali, belum masuk di perusahaan mungkin saja Lexa sudah di usir di depan pintu gate oleh pihak keamanan.

“Jangan berpikir yang tidak-tidak. Aku yakin tak ada yang berani melakukan itu padaku, kau tau siapa yang tidak tertarik dengan pesona seorang Alexandra?” Ucapnya dengan penuh percaya diri.

“Kau gila Lexa, dengan apa kau pergi kesana? Kau bahkan tak menyiapkan berkas kerja mu! Sebagai pelamar yang baik tentu kau harus menyiapkan segalanya apalagi itu perusahaan besar yang tak main-main prosedurnya!” Cecar Zeta tak habis pikir.

“Wait, aku membawa semua dokumen pribadi ku Zeta apa kau lupa, bahkan kau sendiri yang menyiapkannya. Sekarang berikan map itu padaku” pinta Alexa.

“Oh gosh!! Ini hanya berisi data dirimu, apa kau tidak ingin membuat CV Alexa?!!” Geram Zeta.

“Tidak perlu” ujarnya santai sembari mengoleskan lipstik berwarna soft di bibirnya semakin menambah kesan sexy.

“Oke terserah mu saja!” Ucap Zeta menyerah. Siapa yang akan menang berdebat dengan seorang Alexandra? Ayah dan Kakeknya saja tidak mampu.

“Hmm.. bagaimana penampilan ku Zeta? Apakah aku sudah bisa menggaet seorang Presdir sekarang?” Tanya Alexa dengan congkaknya. Ia mematutkan diri di depan cermin seraya memutar-mutar tubuhnya.

Penampilan Alexa tak pernah gagal, sebagai wanita dewasa penuh kharisma tentu saja tampilannya selalu terlihat elegan dan berkelas. Aura yang di miliki wanita itu juga tak main-main. Selama menjadi cucu keturunan Montana sudah banyak pria pengusaha dan pejabat tinggi yang terang-terangan mengincarnya, bahkan tak jarang mereka meminta langsung pada Tuan Lucas untuk menjadikannya sebagai istri, namun Tuan Lucas hanya menganggap sebagian dari tindakan mereka sebagai candaan, pasalnya ia sendiri tak yakin dengan kebahagiaan cucunya. Ia tak mau menyerahkan cucu kesayangannya pada sembarang pria yang belum tentu bisa membahagiakan cucunya kelak.

Zeta hanya melirik sekilas lalu kembali melanjutkan aktifitasnya tanpa berniat menjawab pertanyaan dari bos sekaligus sahabatnya.

“Baiklah Zeta, diam mu aku anggap kau setuju dengan perkataan ku” ucap Alexa dengan senyum terbaiknya.

Zeta tetap acuh sambil komat kamit mulut mbah dukun baca mantra. Eh canda, sambil menggerutu atas tingkah Alexa yang menurutnya sangat menjengkelkan.

“I’m ready to go! Zeta, jaga rumah baik-baik. Aku akan bekerja untuk mencari sesuap nasi untukmu” celoteh Alexa tanpa beban.

Apa-apaan dia? Dia pikir hanya untuk membeli satu buah restauran mewah ia tak mampu?

“Ya ya be careful Lexa, semoga harimu menyenangkan dan semoga penjaga tidak menyeretmu keluar sebelum memasuki perusahaan itu!” Ketus Zeta.

Alexa hanya tertawa mendengarnya. Gadis dewasa itupun keluar dari apartemennya dengan mengendarai mobil BMW miliknya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!