Bab 4

Pulang dari kantor lagi-lagi tak ada sambutan untuknya, hanya sapaan ramah seorang maid yang bertugas membersihkan bagian depan mansion.

Louis melangkah gontai sebab tak menemukan keberadaan istrinya, pria itu melangkah menuju ruang tengah dimana Bibi Wen tengah menata hidangan untuk makan malam.

“Apa istriku belum pulang Bi?” Tanya Louis menyampirkan jas nya di kursi makan.

“Belum Tuan, mungkin sebentar lagi” jawab Bibi Wen.

“Dari jam berapa dia pergi?” Tanya Louis lagi.

“Sekitar pukul satu Tuan, ketika Nyonya turun kami sudah menawarkan makan siangnya tetapi Nyonya menolak katanya ada urusan penting” jawab wanita paruh baya itu.

Louis mendesah kasar, apakah istrinya itu akan terus seperti ini? Dimana perannya sebagai seorang istri? Lagi dan lagi Louis menelan pil pahit, ingin sekali ia menegur Samantha namun ia juga tak ingin terjadi pertengkaran seperti sebelum-sebelumnya.

Tak lama terdengar suara ketukan heels menggema di lantai dasar.

Samantha datang dengan wajah letih menghampiri suaminya.

Cup!

Wanita itu mendaratkan kecupan di pipi Louis, pria itu memperhatikan wajah Samantha yang seperti kelelahan.

Tidak ada kata basa basi yang terlontar dari bibir wanita itu. Bertanya tentang kesehariaannya di kantor pun tidak.

“Darimana saja?” Tanya Louis dengan tatapan datar.

“Biasa, habis bertemu teman-temanku sayang” jawab Samantha pelan. Ia langsung menyambar alat makan mengisi piringnya sendiri dengan berbagai macam kudapan.

Dan Louis memperhatikan semua tindakan Samantha.

“Tidakkah kau ingin melayani ku? Meletakkan lauk di piring ku misalnya” ucap Louis menaikkan sebelah alisnya.

“Ehm, kau kan bisa sendiri sayang.. seperti anak kecil saja minta di layani” sahut Samantha terkekeh.

Louis terdiam membeku, ia mengeratkan rahangnya kuat-kuat. Setengah mati ia menahan emosinya yang meledak-ledak di dalam kepalanya. Ia sadar situasi sedang tidak memungkinkan sebab dirinya tengah ada di meja makan, sangat tidak etis menurutnya.

Dengan perasaan sangat kesal ia mengambil menu sendiri. Sedangkan Samantha seolah tak menghiraukan kekesalan suaminya. Ia juga lelah, pikirnya.

Sedangkan Bibi Wen merasa kasihan dengan Tuan Mudanya, bertahun-tahun mengasuh Louis tak pernah sekalipun pria itu terabaikan seperti sekarang ini. Louis terbiasa di layani, bahkan terakhir ia melayani saat berada di meja makan satu tahun yang lalu sebelum hari pernikahan Louis dan Samantha di adakan.

Setelah itu Louis sama sekali tak meminta lagi pada Bibi Wen, pria itu paham betul jika itu semua merupakan tugas istrinya nanti akan tetapi kenyataan yang ia dapat malah berbanding terbalik, semuanya berakhir kecewa.

“Aku sudah selesai, setelah ini naiklah aku ingin bicara” kata Louis menyambar jas nya tanpa menunggu jawaban dari Samantha.

Sementara wanita itu hanya mengangguk memilih melanjutkan makan malamnya.

Louis melempar asal jas nya dengan kasar dan membuka kancing kemeja nya sampai bawah dada, menampakkan perut sixpack nya yang rata ditumbuhi bulu-bulu halus.

Ia menumpukan kedua tangannya di meja, menatap pantulan dirinya di cermin nan bersih mengkilap.

Adakah kurang dari dirinya? Kenapa Samantha tak kunjung berubah?

Jangankan berubah, melunak sedikit saja tidak pernah. Louis yang selalu mengalah dan mengerti dirinya sementara Samantha hanya peduli pada dirinya sendiri tanpa memikirkan bagaimana perasaan Louis sebagai seorang suami yang juga butuh di layani, di perlakukan dengan hangat penuh kelembutan. Louis ingin sekali!

Kedua tangannya terkepal erat menampakkan urat-uratnya.

“Aarghh!!” Teriak Louis menggebrak meja beraksen keramik itu dengan kuat.

Ceklek!

“Oh god! Sayang!” Pekik Samantha menghampiri suaminya. Ia terkejut mendengar teriakan Louis tepat saat dirinya membuka pintu kamarnya.

Dengan nafas yang memburu Louis berusaha menetralkan amarahnya. Ia tak ingin sampai lepas kendali hingga berakhir melampiaskan semua pada Samantha.

“Apa yang terjadi?” Tanya Samantha memeluk tubuh kekar suaminya seraya mengusap-usap lengan Louis.

Louis masih diam, nafasnya masih naik turun tak menentu.

“Katakan sayang, katakan padaku” desak Samantha dengan suara terdengar rendah nan lembut. Suara yang sangat jarang sekali ia dengarkan selama beberapa bulan belakangan.

Haruskah Louis menampakkan amarahnya baru Samantha akan melunak seperti sekarang ini?

Merasa tak ada jawaban dari bibir suaminya, Samantha memberanikan diri memutar tubuh kekar itu menghadap padanya.

Di pandangnya wajah tampan itu dengan raut suram penuh emosi.

Jari lentiknya menelusuri pipi Louis yang di tumbuhi jambang di sekitarnya.

“Sayang..” panggil Samantha lagi.

“Katakan, apa kau mencintai ku Samantha?” Akhirnya kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir Louis.

Samantha mengernyit tak mengerti,

“Pertanyaan macam apa ini sayang? Tentu saja aku mencintai mu, sangat-sangat mencintai mu” ujarnya.

“Benarkah?” Sahut Louis sedikit bimbang.

“Oh Louis sayang, kenapa kau tiba-tiba begini? Apa perlu aku membuktikannya sekarang?” Ucap Samantha hendak membuka blazernya, namun dengan sigap tangan Louis mencegahnya. Bukan ini yang ia mau.

Sementara ekspresi Samantha terlihat heran,

“Kalau kau sungguh-sungguh mencintai ku, bolehkah aku meminta satu hal padamu?” Tanya Louis

“Apa yang kau inginkan sayang? Jika bisa aku akan mengabulkan keinginan mu” jawab Samantha.

“Bisa, bahkan kau sangat bisa melakukannya, hanya saja kau harus melakukannya dengan sepenuh hati dan setulus hati, semua tergantung dengan hatimu” tunjuk Louis pada dada Samantha.

Wanita itu terdiam menunggu kalimat dari bibir Louis.

“Bisakah kau tidak bepergian terlalu sering seperti ini? Bisakah kau melakukan tugasmu dengan baik selayaknya seorang istri pada umumnya? Setiap pagi aku ingin di sambut, menyiapkan setelan kerja ku, menyeduhkan minuman, menyambut ku ketika pulang dan lain-lain. Bisakah Samantha istriku?” Tanya Louis setelah mengungkapkan seluruh keinginan yang terpendam lama di dalam pikirannya.

Samantha terpaku, haruskah ia melakukan semua itu? Terdengar seperti seorang pembantu dalam benak Samantha saat ini, jauh dalam lubuk hatinya ia hanya ingin menikmati peran sebagai istri seorang pria penguasa, ia selalu berangan menjadi ratu di istana megah ini. Bukankah pemikirannya sangat tak bernurani?

“H-haruskah semua itu sayang?” Dengan suara berat Samantha meluncurkan pertanyaan bodoh itu.

“Kenapa? Kau tidak mampu?” Tanya Louis dengan raut wajah kecewa menatap istri yang di cintainya.

“Bu-bukan tidak mampu, ah itu.. ehmm, ya baiklah. Aku akan mencoba melakukan sesuai apa yang kau katakan tadi, tapi aku juga butuh proses untuk menyesuaikan diri agar menjadi yang kau mau, ku harap kau mengerti Louis” jawab Samantha dengan terpaksa menyetujui permintaan suaminya.

Tak di pungkiri ada perasaan lega yang dirasakan oleh Louis saat ini, ia berharap besar perubahan dari Samantha.

“Baiklah, tidak masalah jika aku harus menunggu mu berubah seperti keinginan ku. Aku akan sabar dan membimbing mu kedepannya” kata Louis menyunggingkan senyum tipis.

Samantha mengangguk seraya tersenyum kaku, ia pun segera masuk ke dalam pelukan Louis.

“Sudah, aku ingin mandi. Rasanya tubuhku lengket sekali” ucap Louis mengurai pelukannya.

“Sayang, apa tidak sebaiknya kita mandi bersama dan melakukan pemanasan?” Goda Samantha mengerlingkan matanya.

“Untuk saat ini tidak dulu sayang, aku sangat lelah hari ini. Besok saja ya” tolak Louis.

“Hmm ya sudah” keluh Samantha dengan raut wajah kecewa.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!