Pak sabit dan cerita senja

Bi Ike sedang menjemur pakaian saat aku tiba. Setelah menata buku dan menganti pakaian aku menuju dapur. Aku melintasi setumpuk pakaian kering yang menggunung di meja setrika. Inilah sisi negatifnya jika ayah dan bunda pulang. Mengapa mereka tidak mengurus pakaian mereka ditempat kerjanya?

"Hati-hati, licin!" Ujar beliau. Aku melihat pengepel bertengger didahan Bugelvil putih yang berpilin membentuk gerbang dihalaman samping.

"Ya." Aku melirik rice cooker dan meja makan. Untunglah Bi Ike sudah menyiapkan makan siang. Meskipun begitu, tak mungkin aku memintanya menyiapkan kue untuk sore nanti. Jadi siang itu aku menghabiskan waktu tidur siangku yang berharga dengan membuat kue krim.

Dengan instruksi dari bi Ike aku mulai mengambil tepung, telur, mentega, mixer, dan beberapa alat yang diperlukan. Bi Ike bicara sambil menyetrika. Aku mendengarkan dengan teliti, semoga kueku seenak kue buatanya.

Aku memeriksa ponsel sambil menunggu kue matang. Banyak pesan masuk bersileweran di grup kelas. Semuanya memamerkan persiapan liburan mereka. Aku memeriksanya satu persatu dengan teliti. Ada sebuah pesan dari Gres disana.

Apa kuenya sudah matang?

Belum.

Kau sedang berkemas Gres.

Ya

Ada yang perlu ku bawa.

Kupikir tidak.

Mungkin Gres tak begitu yakin peralatan apa saja yang diperlukan untuk dibawa.

Bu Kiana bergabung. Beliau, memberitahukan peringatan penting dari kementerian pendidikan. Sebuah selebaran terposting, berisi larangan terhadap siswa-siswi yang belum berusia 20 tahun untuk tidak keluyuran setelah jam 10 malam. Beliau juga mengingatkan kami untuk mengerjakan tugas.

Tiga puluh menit kemudian. Aku meminta Bi Ike mencicipi kueku. Beliau langsung memintaku membuat banyak begitu aku bilang akan pergi bersama Gres kedesa neneknya. Bi Ike juga mengajariku membuat beberapa jenis kue baru yang belum pernah dia buat. Lembut dan enak. Cocok untuk orang tua seperti nenek Gres.

Aku menyelsaikan urusan memasak kue sementara bi Ike memasukan satu keranjang cucian lagi. Mesin langsung berdengung. Tampaknya baru selsai saat menjelang Maghrib.

Gres datang tepat saat aku mengantar satu nampan besar kue untuk pak Sabit dikebun belakang. Disana dia tampak duduk dengan santai diatas kursi bambu panjang. Angin sepoi-sepoi berhembus. Menebarkan hawa dingin yang segar ditambah aroma bunga yang mekar memenuhi udara.

Kami menghabiskan senja itu dengan bercerita berbagai hal. Pak sabit mengomentari betapa mubazirnya pesta tahun baru yang biasanya diadakan kota ini. Terompet yang bising dan kembang api yang membakar uang.

"Dulu, saat bapak kecil, kota ini masih sebuah desa kecil. Saat itu ada tradisi membakar lilin pada malam 27 Ramadan. Kurang lebih seperti pesta tahun baru sekarang."

"Tapi dalam kenyataan dan hakikatnya sama sekali berbeda. Mereka sebenarnya meniatkan memberikan penerangan bagi orang yang lewat. Mereka akan kerepotan jika harus memanggul beras zakat sambil membawa obor atau lentera lain. Ditambah lagi zaman dulu kan, orang-orang punya banyak anak." Kata pak sabit si tukang kebun.

"Jika lilin tidak ada, mereka membuat lentera dari bambu kecil yang diberi sumbu. Atau kayu Pinus yang dipotong kecil-kecil dan ditancapkan pada pohon pisang. Atau paling tidak menyalakan api unggun sekalian mengusir nyamuk ternak-ternak mereka." Begitu kata Pak sabit.

Pak sabit benar, ada begitu banya kesanangan sekarang yang memiliki arti tak jelas. Mungkin, jika generasi sekarang bisa merasakan bagaimana cara hidup dan keseharian mereka orang-orang dulu, banyak sisi baik yang bisa dihasilkan.

Awan senja yang mulai merah menghiasi langit dibarat. Gres menoleh ke arahku,

"Mana kameramu?" Biasanya aku selalu membawanya jika pergi kekebun belakang. Dari sini matahari tenggelam tampak begitu indah bersembunyi dibalik pegunungan.

"Dibawa kemarin." Jawabku.

"Apa?" Aku juga heran untuk apa orang tuaku membawa kamera tua begituan.

"Ya, kupikir kita bisa ambil beberapa gambar matahari tengelam. kalau begitu kau bisa pinjam kameraku untuk liburan besok." Kata Gres berbaik hati.

Hari semakin sore, aku dan Gres berkemas menyiapkan apa yang perlu dibawa. Kata Gres kami perlu membawa banyak mantel. Disana dingin meski siang hari. Kami juga memperkirakan peralatan yang akan diperlukan dalam belajar merangkai bunga.

Pita, selotip, mika, stepler, gunting, pisau, origami, dan beberapa barang lain yang entah berguna atau tidak.

"Bagaimana dengan persiapanmu?" Tanyaku.

"Sudah selsai. Akan kutambahkan kamera jika kau mau."

Gres meninggalkan rumahku saat gerimis mulai turun. Dia berpesan untuk menerima paket yang tadi dia pesan. Setelah menerima pakaian dari bi Ike, aku beranjak keatas. Mengisi koper dan memilah beberapa buku yang perlu dibawa.

Semakin malam hujan turun semaki deras, petir berdansa diangkasa. Aku melirik jam dimeja, 22.00. Paket itu belum datang. Aku menuju ponsel untuk menelepon Gress. Ada beberapa agensi yang tidak menerima pesanan lewat jam-jam tertentu. Singkatnya, tak ada pesanan yang diterima satu jam sebelum tengah malam. Dan pengiriman yang memakan waktu lewat tengah malam akan ditunda hingga keesokan paginya.

Hp-nya mati. Mungkin batrainya habis. Aku menghubungi nomor telepon rumahnya. Tak diangkat juga. Setauku salah satu telepon rumahnya terletak diruang tengah. Persis diatas meja diluar pintu kamarnya. Jika ada yang menelepon pasti terdengar sampai kekamar. Apalagi dia biasa tidur diatas sofa diruangan itu.

Tiga kali aku menelepon tak juga ada jawaban. Apa dia pulas sebegitunya. Mungkin saja begitu. Ditambah lagi tadi sore dia mengatakan hanya dia sendiri dirumah. Adiknya, Viana pergi kedesa pengasuh mereka yang diijinkan mudik. Begitu juga satpam dan sopir pribadinya. Pak kumis dan mbak orca.

Dengan setengah mengantuk aku menggeser kursi belajarku dan menempatkannya dipinggir jendela. Menatap pintu pagar dari jendela atas sambil mengawasi kendaraan yang melintas. Jalanan sudah sangat sepi. Dan hujan turun semakin deras. Dua puluh menit sebelum tengah malam. Aku memutuskan untuk menunggu hingga tengah malam tiba. Jika kurir itu tidak datang juga, aku memutuskan untuk tidur saja.

"Ting...Ting...Ting ...Ting..."

Aku membuka mata saat mendengar bel pagar luar berbunyi seseorang dengan mantel berhoodie tampak disana. Aku yakin paket yang dibawanya adalah pesanan yang dimaksud Gres. Aku bergegas turun.

Hanya beberapa langkah sebelum aku berbalik lagi kejendela, aku menyadari ada yang janggal. Kurir itu tidak mengendarai sepeda motor atau mobil pengiriman seperti biasanya. Sebuah mobil kuno, mungkin keluaran tahun 80-an, Tanpa logo tertentu seperti pada umunya. Jelas tidak dari perusahaan jasa kirim manapun.

Aku melirik jam dimeja kamar, 02.04. Waktu yang tidak memungkinkan. Aku turun kebawah menuju pintu depan. Entah mengapa, tapi aku berkeringat. Padahal udara dingin dan diluar hujan turun dengan deras. Hampir semenit aku berdiri mematung disana.

Ting...Ting...Ting...

Bel terdengar lagi. Kini persis di depan pintu.

Aku sudah berjanji pada Gres. Kalimat itu tiba-tiba terlintas di pikiranku.

Aku menepis kecurigaan dan cepat-cepat mendekat. Satu hal yang kusimpulkan saat memegang gagang pintu yang dingin, orang didepan sudah pasti bukan kurir. Dan siapapun dia pasti bukan orang baik. Aku tak mengerti mengapa aku berpikir begitu. Tapi aku yakin itu benar

Tak...tak...tak...

Suara sol sepatu itu...

Aku pernah mendengarnya disuatu tempat. Suaranya menjauh, itu artinya orang yang didepan sudah pergi. Aku membuka pintu dan melihat kotak sebesar box sepatu ada disana. Diletakan begitu saja dalam kantong kresek biasa.

Aku menerobos hujan menuju pagar depan. Pria berhoodie itu bergegas naik kemobil yang bagian depannya tampak sudah peyok. Dan melesat pergi. Mobil itu bukan mobil pengiriman manapun. Apa dia menabrak tukang kurir yang asli?

Aku tak bisa berhenti memikirkan pengirim paket itu. Yang paling kuingat adalah suara detak sepatunya. Detaknya tak asing. Mengingatkanku pada sesuatu. Aku mengingat-ingat, sayangnya sepertinya ingatanku berkabut. Hal yang lebih penting sekarang adalah aku tidur dan bangun lebih pagi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!