Perjalanan kali ini berliku dan meliuk-liuk diantara celah-celah pegunungan. Cukup memusingkan dan butuh energi ekstra. Setelah tiga jam, kami mulai memasuki desa neneknya Gres. Desa itu tertata rapi dan terstruktur.
Bagian hilir diawali dengan pabrik pemecah batu dan pembangkit listrik tenaga air. Areal persawahan terbentang luas. Dan tambak-tambak ikan berjajar disepanjang aliran sungai.
Selanjutnya ada pemukiman dan fasilitas umum. Terminal dan pasar letaknya berdekatan. Sedangkan sekolah agak jauh kehulu. Disana ada SD dan SMP. SMA hanya ada didesa pelabuhan yang letaknya didesa dermaga seberang gunung. Tepat dimana kami singgah siang tadi.
Hal yang sangat indah dari desa ini adalah Padang bunga yang begitu luas. Beraneka bunga tumbuh disana. Karna itu, selain hasil alamnya yang melimpah, awetan bunganya juga menjadi komoditi utama.
Selepas azan ashar, kami tiba dirumah neneknya Gres. Neneknya sudah menanti dihalaman. Seorang anak kecil terlihat disana. Setauku neneknya Gres punya banyak anak, tapi Gres tidak tau mereka siapa saja. Begitu juga dengan anak yang baru saja membantu nenek mengupas bawang.
Neneknya Gres segera berdiri menyambut kami. Beliau mendudukkan aku dan Gres dibalai-balai bambu, dibawah pohon jambu air dihalaman depan. Anak kecil itu masuk dengan baskom yang berisi bawang dan kembali dengan sekeranjang penuh buah dan pisau lipat.
"Kami baru memanennya pagi tadi." Katanya dengan riang. Aku memberikan kue yang dititipkan bi Ike. Nenek Gres mencicipinya dan memuji rasanya dengan wajah bahagia.
"Akan nenek ambil air untuk kalian." kata nenek. Kami menolak dan memutuskan untuk pergi berwudhu dan shalat asar.
Setelah shalat, kami disungguhi ubi rebus dan pisang bakar, berikut satu teko besar sup buah. Nenek dan anak kecil yang ternyata bernama Rei itu sangat cekatan memotong dan mengiris. Jari-jari mereka sangat terampil dan gesit.
"Akan aku bawakan barang-barang kalian kedalam." Kata Rei.
Kami menatap awan senja yang jingga. Beberapa burung berterbangan menyebrangi langit. Dari sini, pemandangan tidak terlihat jelas. Terlalu banyak pepohonan disana-sini. Aku ingin mengambil beberapa gambar. Tapi terlalu lelah, dan memilih untuk duduk dihadang angin pegunungan yang berbisik dalam keremangan senja yang mendekat.
Sore itu sangat melelahkan. Tapi nenek sudah menyiapkan makanan lezat. Beliau menggoreng seekor ayam besar dan senampan udang goreng tepung. Kami makan dengan lahap dan membereskan dapur dengan cepat.
"Nenek sudah membersihkan kamar ini kemarin. Bantal dan selimut ada rak sebelah sana." Nenek telah memasang kasur dan seprai diranjang. Gorden jendela berkibar tertiup angin. Semuanya menebarkan wangi hangat. Sepertinya baru dicuci dan dipasang. Nenek pasti repot menyiapkan semua ini.
"Pastikan menutup jendela. Meskipun ada petugas ronda. Mereka hanya lewat di jalanan. Jadi jangan sampai lupa." Nenek mengingatkan. Suaranya dibuat jelas dan diucapkan dengan pelan dan tegas.
Kami mengangguk. Beliau keluar tepat saat Rei masuk mengantarkan dua pasang sandal rumah dipintu kamar.
"Rei, tolong tutup jendela dibelakang dan matikan lampu." Terdengar suara nenek dari depan.
"Baik." Jawabnya. Diikuti dengan suara ceklek.
Karna lelah, kami buru-buru mengambil bantal dan selimut dari rak. Beberapa buku dan kertas usang jatuh kelantai. Aku mengambil dan menatanya kembali ke tempat semula. Saat aku meletakan buku terakhir, selembar foto yang terselip disana jatuh. Didalamnya tergambar ayah Gres dan beberapa orang. Seseorang diantaranya tampak tak asing.
"Gres, apa kau kenal siapa ini?" Tanyaku sambil mendekat ketempat tidurnya. Dia berbalik dan berpaling.
"Itu, teman ayahku. Ada apa?" Tentu saja aku tau dia teman ayahnya Gres. Tapi jawaban seperti itu tidak menjelaskan apapun. Misalnya nama, tempat tinggal atau seberapa dekat mereka.
"Tidak ada. Hanya saja sepertinya aku pernah melihatnya sebelumnya."
"Ya. mungkin." Katanya ringan.
"Tunggu dulu, ayahku jarang pulang membawa teman. Meski kau sering kerumahku, ini mustahil." Aku berpikir lama.
"Itu maksudku. Tapi entah mengapa orang ini rasanya tidak asing. Bukanya aku ketemu ayahmu sekali setahun pun jarang?" Tanyaku.
"Benar. Mungkin kau bertemu mereka disuatu tempat." Jawabnya. Kemungkinan itu juga kecil. Lagi pula apa sih perlunya memikirkan itu, bisikku dalam hati. Aku menyelipkan kembali foto itu ke buku dan meletakkannya kembali ketempatnya semula.
Malam itu senyap. Tapi suara jangkrik tetap terdengar. Kami memeriksa jendela seperti yang dipesankan nenek. Setelah terkunci, kami tidur. Kelelahan karena perjalanan tadi siang membuat kami segera pulas. Sementara itu, hujan mulai turun diluar.
Malam pertama didesa neneknya Gres pun dimulai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments