OMMB (_AwanBiru)

Berhari-hari dua anak manusia yang sedang menetapkan hati mereka, kedua nya perlahan menerima hubungan, yang sudah di buat oleh kedua orang tua nya. Minggu pagi hari, Cia akan melihat situasi cafe milik nya.

Semalam gadis itu, menerima telfon dari orang cafe, yang sudah ia berikan tanggung jawab untuk mengurus cafe milik nya.

Tak! Tak! Tak!

"Mau kemana, kak?" tanya bunda Amara, wanita itu membawa baskom berisi air untuk ia menyiram bunga nya.

"Kakak, izin ke cafe ya bunda, semalem kakak di telfon sama pengurus cafe" gadis sudah siap dengan setelan nya. Celana jeans hitam dengan atasan blouse berwarna cokelat.

Bunda Amara mengangguk kecil. "Hati-hati jangan ngebut bawa mobil nya. dan kalau mau pulang beliin bunda bunga yah, kak. nanti bunda kirim foto bunga nya."

Setelah mengatakan hal itu, wanita yang masih terlihat cantik di usia nya itu melenggang meninggalkan putri nya yang menganga.

Cia tersenyum tipis melihat tingkah bunda nya. "Kalau ada mau nya pasti gitu" gadis itu keluar dari rumah nya.

Menyalakan roda besi nya. Di dalam mobil, Cia menyalakan musik agar suasana di dalam tidak senyap. Gadis itu sesekali melihat kaca spion mobil nya.

«»

"Daddy, Cio mau makan spaghetti" Carel yang sedari tadi berada di depan laptop, berkali-kali menghela nafas panjang.

Putra nya ini kenapa harus menurun dengan diri nya?. Apa seperti ini kedua orang tua nya dahulu, saat ia masih kecil. Huh! Memikirkan hal itu membuat nya semakin pusing.

Laki-laki beranak satu itu, membereskan laptop dan kertas-kertas milik nya. Ia menatap putra kecil nya yang sudah berlinang air mata.

"Iya, ayo beli spaghetti, sudah jangan nangis, hemm" laki-laki itu menepuk punggung putra nya, kaki nya melangkah menuruni anak tangga.

"Loh Carel, kenapa itu?" mama Alinda bertanya. Ia melihat wajah sembab cucu kesayangan nya.

"Minta spaghetti, grandma" jawab Carel, membuat mama Alinda mengangguk.

"Sana beliin, jangan buat putramu nunggu nangis baru kamu iyain" mama Alinda menggeleng kecil.

«»

"Jadi ini pengeluaran, empat bulan ini?" Cia, gadis itu menatap laki-laki di depan nya.

"Iya dek" Rizki, laki-laki berumur dua puluh enam tahun. Laki-laki itu yang mengurus semua cabang cafe milik nya.

"Dan ini pemasukan empat bulan ini" Rizki menyerahkan secarik kertas, ke arah gadis depan nya.

Cia mengangguk, ia menerima kertas itu dan membaca nya. "Hum, lumayan, dan terima kasih untuk kak Amanda udah mau bantu urus cafe ini" ekor mata nya menatap wanita hamil yang duduk di sudut ruangan.

"Enggak masalah, dek. Kakak seneng, bantu kamu. apalagi kakak bisa gerak kesana kesini, enggak duduk aja di rumah" Amanda wanita berumur dua puluh lima, itu mengelus perut besar nya.

"Besok lagi jangan yah kak, kasian anak di perut kakak" mata gadis itu melirik perut besar wanita itu.

Membayangkan bahwa ia yang berada di sana membuat, kedua pipi gadis itu sedikit memerah, membayangkan hal yang tiba-tiba terlintas di benak gadis itu.

"Halo," Rizki melambai tangan nya.

Cia tersadar, gadis itu menatap dua orang di depan nya. "Ya, kenapa?"

Amanda menggeleng, "Kamu yang kenapa, dek, bengong gitu," wanita itu berjalan ke arah Cia.

"Coba cerita sama kita, siapa tahu kita bisa kasih solusi, ya kan mas?" Rizki mengangguk, ia menyetujui saran dari istri nya.

"Gue di jodohin kak, sama kedua orang tua gue" kedua orang dewasa terkejut, tapi mereka dengan cepat mengusir fikiran buruk kedua nya.

"Sejarah baru, adek gue di jodohin. Gak laku dek, makanya jangan monoton itu hidup, tiap hari pulang sekolah pulang terus ke kantor" laki-laki terbahak saat merangkai kata-kata mutiara nya.

"Diem napa mas, adek kita lagi susah kok di ketawain" Rizki meredakan tawanya saat mendengar suara dari wanita nya.

Amanda mendengus, ia melihat wajah datar gadis itu. "Biarin aja itu abang kamu, terus kamu gimana, denger kamu di jodohin?."

"Iya, gak gimana, gak bisa nolak."

"Laki nya kayak apa dek?" tanya Rizki.

"Dia duda anak satu, anaknya umur empat atau tiga tahun lupa,"

"Tajir dong" Amanda menutup mulut nya. Wanita itu melirik sang suami yang sudah memajukan bibir nya.

"Iya tajir, kan mas yang kere" ucap laki-laki itu dan meninggalkan kedua wanita yang menatap heran ke arah nya.

"Marah tuh, kak" Cia terkekeh melihat wajah laki-laki tadi.

"Ya udah, dek. kakak pergi yah, siang cantik" Amanda meninggalkan ruangan gadis itu, menyusul sang suami yang sudah terlanjur marah.

"Daddy, Cio mau bolu keju" Cio menunjuk kue keju yang berada di dalam etalase kaca.

"Iya son, tapi kata nya kamu mau spaghetti" Carel harus sabar menghadapi sang anak ketika sakit.

Cio mengangguk. "Tapi Cio juga mau, itu" tunjuk nya.

"Loh, kalian di sini?" Kedua nya menoleh, mereka melihat gadis yang berjalan ke arah nya.

"Iya, Cio minta spaghetti" Carel melirik ke arah pintu, di mana gadis nya keluar.

"Ya sudah, Cio ambil aja." Mendengar suara itu, anak laki-laki berlari ke arah gadis cantik itu.

"Makasih, mommy!" Cia tersenyum, ia menangkap tubuh gembul anak laki-laki itu. Menggendong nya.

"Kak Rizki, tolong ambilkan semua yang ia pesan" ucap Cia yang mendapat anggukan oleh laki-laki tersebut.

"Cia apa ini cafe punya kamu?" Cia mendongak, gadis itu sedang menyuap anak laki-laki depan nya.

"Iya, ini cafe punya aku, kak" bukan ia sombong. Tetapi mereka berdua telah berjanji akan terbuka satu sama lain. Hal seperti ini, harus mereka berdua tahu.

Lagi, Carel terkekeh mendengar penuturan gadis muda itu. "Mau gimana lagi, aku bener-bener salut sama kamu Aleecia. bahkan untuk memujimu akan membuat aku pusing" laki-laki muda itu menggeleng kecil.

Wibawa nya, terlihat saat lagi itu meminum coffe cup. Cia sempat terpaku, tapi gadis itu lagi-lagi menggeleng, ia masih ragu dengan hubungan kedua nya.

"Tidak perlu untuk segala memujiku, kak, cukup lihat saja, semua nya. pada saat nya di mana kakak, akan tahu itu." setelah mengatakan hal itu, Cia melihat anak laki-laki itu yang sudah lelah.

Telapak tangan nya menyentuh dahi anak laki-laki. "Kak ini panas banget loh" spontan gadis itu berseru, merasakan panas di sekujur tubuh anak itu.

Carel menyentuh tubuh putranya. Benar, tubuh anak nya semakin panas. Dengan cepat ia membopong tubuh putra nya, membawa nya masuk ke dalam mobil nya.

"Kakak duduk aja, biar aku yang nyetir. Jangan kakak, takut terjadi yang tidak."

Setelah memastikan laki-laki itu duduk, Cia menjalankan roda besi milik laki-laki itu, dengan kecepatan penuh. Carel sesekali menatap ke depan, ia terkejut saat gadis nya mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, tapi segera tepis fikiran itu. Ia ingin cepat putra nya berada di rumah sakit.

"Sabar ya sayang, jangan tidur Son" Carel mengusap kepala putra nya, tubuh kecil itu semakin panas membuat nya semakin ingin menangis.

"Kita sampai sebentar lagi, kak, sabar ya" tangan gadis itu mengusap lengan kecil itu, hati nya sedikit sakit saat melihat anak yang tadi nya ceria kini terbaring lemah.

Cia membelokkan mobil nya memasuki area parkir rumah sakit. Carel membuka mobil, meninggalkan gadis itu yang tengah memarkirkan mobil nya.

"Suster tolong, anak saya demam" desak Carel agar suster itu segera menangani putra nya.

"Mari pak, baringkan di brangkar" dua suster mendorong brangkar tersebut.

Carel berlari setelah menandatangani reservasi. Tak lama terlihat gadis nya berlari, Cia dengan cepat menyusul calon suami nya setelah ia menitipkan mobil laki-laki itu.

"Gimana, udah di tangani?" Carel mengangguk, ekor mata nya menatap wajah lelah gadis nya.

"Terima kasih udah mengantar anak saya, Cia" ucap Carel.

"Enggak masalah, yang terpenting sekarang Cio udah di rumah sakit" gadis itu berkali-kali meminta maaf telah membawa mobil laki-laki itu, dengan kecepatan tinggi.

"Enggak papa, tadi nya saya ingin menegurmu, tapi waktu itu fikiran saya hanya tertuju sama Cio."

Cia tertegun melihat air mata laki-laki itu, ia tidak tahu harus mengahadapi kondisi ini. Lama gadis itu melamun sampai ia merasakan ada yang basah di punggung kiri nya.

"Maaf aku lemah, soal Cio" Cia mengangguk ia biarkan laki-laki itu menyentuh nya.

Sebenarnya gadis itu pertama kali bersentuhan dengan seseorang laki-laki, selain ayah dan adik nya. Katakan saya bahwa ia terlalu cuek dengan sekeliling nya.

Lama mereka berdua, berada di posisi tersebut. Cia yang berasa tidak ada pergerakan dari lelaki tersebut. Gadis itu menunduk melihat lelaki di belakang nya yang sudah terlelap.

"Tidur" gumam Cia. Ia memindahkan laki-laki itu di kursi rumah sakit.

Cklek!

"Dengan orang tua, Benecio Ryu Bramasta,?" dokter wanita menatap ke arah gadis muda itu.

Cia mengangguk. "Gimana keadaan nya dokter?."

"Keadaan nya lumayan membaik, anda membawa nya dengan cepat, kalau tidak anak di bawah umur segitu mungkin sudah kejang-kejang bu."

Setelah berbicara dengan dokter tersebut, Cia mengangguk dan berterima kasih. Gadis itu mendekati laki-laki yang masih tertidur.

"Kak" Cia menepuk pipi laki-laki itu, lama tidak ada jawaban dari sang empu nya, terlihat pergerakan dari lelaki tersebut.

"Maaf aku tertidur," Carel mengusap wajah nya, ia menoleh ke arah gadis nya.

"Gimana, apa sudah selesai?" sambung Carel yang menatap ke arah pintu rawat putra nya.

Cia mengangguk. "Iya, ayo kita lihat Cio kak."

Kedua nya memasuki pintu kamar, Carel melihat putra kecil nya terbaring di atas nya. Laki-laki itu ingin menangis saat melihat putra nya terbaring lemah di sana.

Tangan kekar Carel mengusap kepala putra nya. "Maafin, son."

Kedua mata anak laki-laki itu terbuka, mata nya menatap kedua orang dewasa di samping nya.

"Dy"

Carel mengangguk kecil. "Kenapa sayang, putra daddy ingin sesuatu, Hem?,"

"My" anak laki-laki menatap gadis di samping nya.

Cia tersenyum. "Cio mau apa, biar kakak belikan" entah dorongan dari mana, ia mengecup kening anak laki-laki.

Membuat Carel terkejut, tapi laki-laki itu segera mengembangkan senyuman nya. Senyuman tulus kepada gadis cuek depan nya.

"Kalian bicara aja ya, nanti daddy kembali" setelah mengatakan hal tersebut. Laki-laki itu membuka pintu kamar rawat putra nya, meninggalkan kedua orang itu.

Di luar Carel terkejut saat melihat keberadaan kedua orang tua nya dan, dua calon mertua nya.

"Kalian?"

"Gimana keadaan Cio nak?" tanya bunda Amara melihat pintu sudah tertutup.

"Jangan masuk dulu, Cio lagi pengen sama Cia." Carel membawa keempat paruh baya, agar sedikit menjauh dari pintu.

"Cio gak mau sama Carel ma, mau nya sama Cia" mama Alinda tersenyum, rencana nya harapan wanita itu terwujud dengan begitu cepat.

"Kalau gitu kita, ke kantin yuk, biarin Cia sama Cio di dalam" mereka mengangguk mendengar penuturan mama Alinda.

Bersambung..

Terpopuler

Comments

Classroom Of The Elite

Classroom Of The Elite

Masukin ke list favorite aku deh, seru banget pokoknya.

2024-01-26

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!