Setelah menyelesaikan, makan malam mereka. Sekarang, saat nya membicarakan tentang perjodohan ke dua anak-anak nya.
"Anak saya telah menerima perjodohan ini, gimana dengan kamu cantik?"
Cia mendongak, menatap wanita di depan nya. Lalu menatap kedua orang tua nya. "Saya menerima perjodohan ini, tapi dengan syarat beri kami butuh sebulan untuk menyesuaikan, kami" Carel mendongak, ia terkejut mendengar jawaban dari gadis itu.
Carel, laki-laki berdehem. Matanya menatap gadis di depan nya, sepertinya saya setuju dengan syarat anda, nona"
Keempat paruh baya, saling menatap mereka menimbang syarat yang anak-anak nya ucapkan.
Pria paruh baya berdehem, "Saya kagum dengan pemikiran kamu nak,"
"Kalau memang itu tidak membuat kalian terbebani, gak masalah kami beri kalian satu bulan itu untuk saling mengenal satu sama lain." Sambung papa Arlos, yang mendapat anggukan istri dan teman nya.
"Iya sayang, kita akan menunggu sampai kalian siap,"
Mama Alinda menatap gadis di depan nya, "Untuk kamu cantik, semoga kamu bisa menerima anak dan cucu mama yah" sambung mama Alinda.
Cia menganggukkan kepala nya. "Terima kasih tante dan om sudah menerima persyaratan saya" seperti ia sedang berbicara dengan para klien nya. Gadis itu merasa sudah terbiasa berbicara formal terhadap orang baru.
"Ini sudah malem banget, Carel antar Cia pulang ya," mama Alinda menatap putra nya.
Carel menganggukkan kepala nya. Laki-laki itu berdiri dan membawa sang putra, yang sudah tertidur pulas.
"Cucu mama, biar sama mama sini, kamu anter Cia dan adek nya aja."
"Iya, sekalian pdkt," papa Arlos menaik turunkan alis nya.
Carel berdecak, "Ada anak di bawah umur, pa."
Semua orang tergelak, mendengar perkataan laki-laki muda itu. "Kalau kamu lupa, calon istri kamu masih sembilan belas Son." papa Arlos tertawa. Ia puas menertawakan putra nya.
"Jangan marah pak duda, jalankan perintah saya sana" mama Alinda terkekeh melihat wajah masam putra nya.
"Sudah, kasian calon mantuku. sana kak, bareng sama nak Carel" ucap bunda Amara kepada putri nya.
"Kakak pulang duluan bun, yah" kedua orang tua gadis itu mengangguk mantap, kesempatan untuk mendekatkan kedua anak manusia itu.
"Hati-hati Carel, jangan grogi"
Carel menghiraukan teriakan mamanya. Kini ketiga anak manusia sudah memasuki mobil dengan corak hitam.
"Gio gak pengen beli camilan?" Carel menatap kaca mobil nya.
Gio, pemuda itu menggeleng kecil. "Gio ngantuk kakak, mau tidur" ujar nya.
"Tidur aja, nanti kakak bangunin" Gio mengangguk, mendengar penuturan sang kakak.
Mobil membelah jalanan kota malam, yang sangat ramai pedagang jalanan.
"Tidak ingin berbicara sesuatu, Cia?" Carel bertanya tanpa menoleh ke arah gadis di sebelah nya.
Cia menoleh. "Umur kakak dua puluh empat?"
Carel tertawa mendengar suara dari gadis itu, lebih tepat nya pertanyaan dari gadis nya.
"Tanpa saya kasih tahu kamu, kamu pasti tahu tentang saya" jawab Carel menggeleng kepala nya.
"Tentu, karena saya tidak mau terjadi sesuatu yang tidak di inginkan" Cia mengangkat kedua bahu nya.
"Kamu benar, saya juga ingin menikah untuk terakhir kali nya" kedua dada mereka berdebar.
Kedua merasa berbeda saat membicarakan hal tersebut. 'Sial'
Ikatan batin kedua nya sama.
«»
"Maaf nona, ini berkas yang terakhir" Cia menghela nafas nya.
Sudah dari pagi tadi ia sudah mengerjakan berkas-berkas itu. Dan sekarang ada lagi, bahkan ini lebih banyak?.
"Siapa saja yang ingin bekerja sama dengan perusahaan ini" Cia berdecak, matanya melirik tumpukan berkas di meja sana.
"Maaf nona, saya juga tidak tahu" ucap laki-laki, yang bernama Barel.
Lelah dengan semua nya, Cia hanya mengangguk. Jemari lentik nya menari di atas berkas dan laptop miliknya.
Ia harus cepat menyelesaikan pekerjaan ini secepat mungkin. Malam nanti mereka akan mengadakan makan malam, di mana calon mertua dan calon suami nya akan datang.
"Kak Arel, tolong yang sudah di pisahkan. Karena saya ingin cepat selesai" ujar Cia.
"Baik nona, saya permisi untuk menaruh berkas yang sudah selesai" Barel keluar dari ruangan bos nya, dengan membawa setumpuk berkas yang sudah tertanda tangan.
"Maaf apa bisa bertemu dengan pemilik perusahaan?" tanya laki-laki.
Resepsionis wanita, mendongak. "Dengan siapa, apakah sudah berbicara dengan bu Alee?"
Carel, laki-laki itu mengangguk. Banyak yang berbisik tentangnya, mungkin mereka terkejut saat melihat ceo muda yang sudah menduda selama empat tahun lamanya.
"Tuan Barel, ada yang ingin bertemu dengan bu Aleecia" ucap resepsionis sedang menelfon dengan sekretaris nona bos nya.
"Baik, akan saya sampaikan tuan"
Wanita itu, mendongak menatap laki-laki yang sedang bersama anak laki-laki di samping nya.
"Tuan silakan naik lift khusus ceo, anda sudah di tunggu dengan ibu Alee." Carel mengangguk, laki-laki itu berterima kasih sebelum meninggalkan meja resepsionis.
Ting!
Bunyi denting lift terdengar, Carel sudah berada di depan pintu, yang bertulis. Aleecia Jayne Rahman CEO.
Setelah mendapat persetujuan dari dalam, laki-laki itu membuka pintu dan terlihat gadis yang sedang berkutat dengan berkas-berkas nya.
"Maaf, saya mendapat amanat dari bunda" Cia mendongak, ekor mata nya menatap laki-laki yang tidak asing baginya.
"Enggak papa, kakak bisa tunggu sebentar. Saya masih ada beberapa yang belum terselesaikan." Terang Cia. Mendapat anggukan dari laki-laki tersebut.
"Santai saja, dan tolong jangan formal ya" ucap Carel, membawa putra nya di sofa.
Setelah melihat kedua laki-laki itu duduk, Cia kembali bergulat dengan berkas-berkas milik nya.
"Sudah?" tanya Carel yang melihat gadis itu membereskan berkas-berkas nya.
Cia gadis itu mengangguk, setelah membereskan meja nya. Ia melangkah ke arah anak laki-laki yang sedari tadi menunggu diri nya. "Kita pulang, atau mampir?."
"Pulang, udah di tunggu sama bunda dan mama" Carel memperlihatkan beberapa panggilan dari mama nya, calon mertua nya.
"Oke, kalo gitu pulang aja" Cia menggendong tubuh anak laki-laki itu. Ia perlahan akan menerima hubungan ini, entah akhirnya akan gimana. Biarlah waktu yang menjawab.
Tidak terasa mereka sudah sampai tujuan. Carel membukakan pintu mobil gadis nya, setelah berterima kasih pada laki-laki itu. Cia memasuki rumah kedua orang tua nya, gadis itu mendengar suara tawa dari ruang keluarga.
"Akhir nya yang di tunggu tunggu, sampai" ujar mama Alinda.
"Malem banget, banyak kerjaan nya?" tanya ayah Alta yang mendapat anggukan dari putri nya.
"Ganti baju kamu, habis itu turun. Kita makan malam bersama" sahut bunda Amara.
"Cia pamit ke atas."
Setelah menyerahkan anak laki-laki yang bernama, Cio. Cia berjalan menaiki anak tangga, menuju kamar milik nya. Ia membuka pintu kamar, berjalan ke arah kamar mandi nya, membersihkan tubuh nya yang terasa lengket.
«»
Makan malam sudah mereka selesaikan. Cia berjalan ke arah ruang keluarga, dengan laptop berada di pelukan nya.
Gadis itu harus menyelesaikan beberapa masalah cafe yang harus cepat ia selesaikan.
"Maaf kak, aq belum bisa ke cafe, pekerjaan aku terlalu banyak. Untuk membuatku ke sana" ujar Cia yang sedang berbicara kepada orang yang ia percaya.
"Santai aja, abang di sini ada yang bantu"
Mengangguk. "Maaf sekali lagi, dan terima kasih untuk istri kakak sudah repot membantu permasalahan di cafe."
Setelah berbicara dan memberi saran. Gadis itu menutup laptop milik nya, ia hanya sendiri di sini. Kedua orang tua dan kedua calon mertua nya sedang pergi.
Teruntuk sang adik, pemuda itu berada di kamar nya, untuk menyelesaikan tugas sekolah nya.
"Sendiri?" Cia menolehkan kepala nya, saat mendengar suara bass dari seseorang di belakang.
Gadis cantik itu mengangguk sebagai jawaban. "Cio udah tidur?" tanyanya yang tidak melihat anak laki-laki itu.
"Cio udah tidur, capek kayak nya."
"Kakak gak tidur?" tanya Cia yang sedang melihat layar ponsel nya.
"Gak ngantuk, masalah banyak di kantor,"
Gadis itu mendongak. "Masalah apa? Siapa tahu aku bisa bantu" tawar nya.
"Bukan nya kamu lagi ada masalah, aku tidak bisa kalau gitu."
Cia menggeleng kecil. "Tidak masalah, lagian masalahku sudah aku atasi."
"Sebenarnya aku lagi cari model untuk produk terbaru perusahaan. Model yang biasa kami pakai, tidak bisa" Carel menatap manik mata gadis itu, ia kagum dengan gadis di depan nya. Usia memang tidak bisa menjamin pemikiran seseorang.
"Kalau itu, kakak bisa memakai model perusahaan Rahman, nanti aku kasih tahu sekretaris perusahaan" seperti ada air mengalir di dada laki-laki itu.
Sekali lagi, biarkan ia membawa gadis ini selalu berada di samping nya. Ia akan selalu membuat gadis itu berada di hati nya.
"Aku tidak tahu harus seperti apa, akui aku kagum melihat kamu. Rasanya seperti mimpi saat melihat gadis belasan tahun, sudah terjun di dunia kejam itu, dunia yang seharusnya belum kamu temui" ujar Carel yang membuat senyuman Cia terlihat.
"Kamu akan tahu lebih banyak tentangku, dan aku mohon, kalau seandainya ada batu besar yang melayang ke arah kita. Jangan sekali pergi dariku." Carel mengangguk mantap.
Ia akan berjanji, selalu berada di samping gadis itu. Tidak masalah akan ada badai yang menerjang mereka berdua.
"Kalian berdua kenapa belum tidur" kedua anak manusia yang beberapa menit lalu terdiam, mendongak menatap sekumpulan paruh baya yang memasuki ruang keluarga.
"Kita berdua belum ngantuk ma" mama Alinda, wanita yang bertanya tadi menganggukkan kepala nya.
"Cucu papa kemana son, kenapa kamu tinggal sendirian" ucap papa Arlos.
"Cio udah tidur, pa, tubuh nya sedikit demam."
"Kak ini buat adekmu" bunda Amara memberikan paper bag pada putri nya.
"Besok aja ngasih nya, adek udah tidur kayak nya" ujar Cia mengambil dari tangan bunda Amara.
"Jadi cuman kalian berdua yang di sini?" Kedua anak mereka mengangguk.
"Dari kapan?" ayah Alta menatap anak sahabat nya.
Carel berdehem, gugup. "Udah lumayan lama om, cuman bahas masalah kantor masing-masing" jelas Carel.
"Santai nak, ayah cuman bertanya" ucap bunda Amara terkekeh geli, melihat wajah gugup laki-laki itu.
Carel tersenyum kikuk, ia seperti tertangkap sedang melakukan kesalahan fatal. Aih!
"Cia izin masuk dulu ya, udah malem" gadis itu melenggang, meninggalkan semua orang yang menatapnya heran.
Kedua wanita di sana, saling menatap. "Kenapa, sama putrimu Ra?"
Bunda Amara menggeleng kepala nya. "Gak tahu, udah ngantuk kayak nya."
"Kita tidur yuk, besok kita bangun pagi buat masak bersama" ucap bunda Amara yang di setujui mama Alindia.
Ruangan yang tadi nya ramai, kini sudah sepi. Malam ini mereka rasakan lebih hangat, kehangatan yang di bawa oleh dua anak manusia mengalir bersama-sama.
Cia menuruni tangga dengan melihat sekeliling ruangan. Gelap. Itu yang gadis itu lihat. Tengah malam yang seharusnya untuk mengistirahatkan tubuh, tetapi tidak dengan gadis itu.
Cia yang merasa lapar itu terpaksa harus turun ke dapur. Gadis itu membuka pintu kulkas, melihat-lihat isi dalam mesin tersebut.
"Masak yang simpel" gumam Cia yang melihat beberapa bahan makanan yang bisa membuat perut nya terisi.
Kedua tangan nya mengambil beberapa roti, sosis, dan beberapa beef burger. Ia akan membuat roti bakar. Karena tidak memungkinkan membuat sesuatu tengah malam ini.
Cia mengambil teflon, dan memberikan sedikit mentega untuk membakar roti. Ia dengan cekatan membuat beberapa potong roti.
"Eh!" Gadis itu terkejut, saat melihat sosok laki-laki bertubuh tinggi di belakang nya.
"Maaf-maaf, aku cuman terkejut melihat seseorang berada di dapur" Carel meminta maaf, saat melihat gadis itu terkejut melihat keberadaan nya.
Cia mengangguk. "Kenapa belum tidur, dan ini kenapa Cio ikut?" Tanyanya. Yang melihat anak laki-laki itu menempel di pundak laki-laki di depan nya.
"Cio seperti nya sama dengan kamu, lapar" sahut Carel. Laki-laki itu menunduk, guna melihat wajah sang putra.
"Kebetulan, aku buat banyak roti, siapa tahu Cio mau. Atau mau aku buatkan sesuatu?" ekor matanya melihat wajah kantuk anak itu.
"Itu aja, dia juga suka makan itu" Carel melirik beberapa potong roti di meja.
Laki-laki itu menaruh putra nya, di kursi meja makan. Ia melangkah memasuki dapur, membuatkan segelas susu untuk putra nya.
Cia hanya melihat laki-laki itu, matanya menatap anak laki-laki yang juga menatap ke arah nya.
"Sini kakak, suapin" Cia mengangkat tubuh anak laki-laki, dan memangku nya.
Cio, anak laki-laki itu tersenyum, memperlihatkan pipi gembul nya. "Terima kasih."
Tak!
Carel menaruh segelas susu di depan mereka. "Ini, awas panas, son."
"Kakak, kalau mau ambil aja, aku udah selesai" ucap Cia yang mendorong piring, yang berisi dua potong roti tersisa.
Mengenai Cio, anak itu sudah tertidur beberapa waktu lalu setelah menghabiskan susu buatan daddy nya, dan mendapat tepukan sayang dari Cia.
"Makasih, Cia" Carel menerima piring itu, mengambil sepotong roti, dan memakan nya.
"Cio nya biar sama aku aja, kak" Carel menoleh, ia terkejut mendengar ucapan yang keluar dari mulut gadis itu.
"Gak keberatan?" Cia menggeleng kecil, ia melangkah meninggalkan laki-laki itu sendiri di sana.
"Lah gue di tinggal" gumam Carel ia melihat punggung kecil itu semakin menjauh.
Laki-laki itu menaiki anak tangga, melihat pintu kamar, gadis itu sudah tertutup. Carel melangkah ke arah kamar nya. Tepat nya di samping kamar gadis nya.
Carel membasuh wajah nya, ia seperti sedang bermimpi. Dari beberapa hari yang lalu, berdekatan dengan gadis yang terlihat cuek.
Ia suka dengan sifat gadis itu. Ah! lebih tepat nya gadis nya, ia sudah menilai gadis itu. Sifat
nya yang cuek, tegas, membuat nya seperti sedang melihat seseorang berbeda yang pernah hadir dalam hatinya.
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments