ONE MONTH, Mr. Bramasta
"Astaga, Cia dari tadi lo gue cari, kirain loe ilang di culik om pedo, dari mana sih loe" decak seorang gadis yang menatap lelah sahabat nya.
Gadis yang bernama Aleecia Jayne Rahman, menatap malas sahabatnya. Drama, "Biasa aja, gue ke toilet dulu."
Mengangguk ia menarik tangan sahabat nya, "Yah udah, yuk, udah di tungguin Jasjas dari tadi." ucap Alice yang menatap ponselnya.
"Hm" sahut Cia yang menatap malas tangan-nya, tanpa Cia sadari ia menubruk bocah laki-laki yang sedang berlari ke arahnya.
Brukk..
"Dik, maaf-maaf, kamu kenapa lari-lari" dengan sigapnya ia memeriksa apakah ada yang terluka dengan bocah laki-laki di depannya.
"Hwwe.. daddy cakit huwee..." tangis bocah laki-laki itu dengan menatap lutut nya yang memang sedikit memerah.
Cia yang merasa ia sudah menjadi pusat perhatian pengunjung mall itu segera menenangkan bocah laki-laki itu. "Eh, jangan nangis. gimana Lice" gumamnya mendongak menatap sahabatnya.
"Lah nanya gue, gue aja gak tahu cara nenangin bocah" decak Alice menatap sebal kearah sahabat nya.
Tak lama terlihat seorang pria bertubuh tegap, berjalan ke arah mereka pria itu memusatkan perhatiannya kepada bocah laki-laki itu.
"Cio.." terdengar suara tegas namun menyiratkan kekhawatiran dari pria di depannya.
"Hwwweee.. daddy.." bocah laki-laki tersebut merentangkan kedua tangan nya.
Seakan faham pria itu menggendong bocah laki-laki itu, "cup .. udah, mana yang sakit Hem? Mau daddy bawa ke rumah sakit?" Pria itu tidak memperdulikan kedua gadis di depannya, ia terlalu khawatir dengan sang putra.
Cia bisa menyimpulkan, kalau lelaki itu adalah papa dari bocah yang sudah ia nabrak tadi.
"Ehem, terima kasih sudah menolong putraku, dan maaf atas tingkah nya yang suka berlari ke sana kemari." menatap ke arah kedua gadis di depan nya.
"Maafkan saya juga, telah menabrak putra anda. kalau tidak ada kepentingan lagi, saya permisi" ucap Cia yang membuat pria itu terpaku beberapa saat, Alice yang sedari tadi melihat tatapan kedua manusia menatap penuh arti sahabat pada nya.
Alice menarik tangan sahabatnya, yang membuat Cia memutar bola matanya. Ia tidak terlalu suka kalau ada yang menyentuh tubuhnya, terkecuali keluarganya saja.
"Lepas" Alice yang mendengar nada dingin sahabat nya segera melepaskan pergelangan tangan Cia dan berjalan bersebelahan.
"Mobil Jaskia di mana?"
"Ada di basement, katanya"
"Cepet, lo kelamaan, pilih sepatu gitu aja dua jam" ucap Cia yang menatap sinis ke arah Alice yang mendengus.
Brak.
"Lama banget loe berdua" ujar seorang gadis yang berada di kursi supir, Jaskia Velzy Alberya gadis dengan rambut sebahu mata yang tajam, hidung sedikit mancung adalah sahabat dari kedua gadis tersebut.
"Sabar napa, gue tuh nyari ini anak ngilang, gue nya gak sadar" Alice menatap ke sinis ke arah sahabat nya, Jaskia.
"Jalan" Jaskia mendengus mendengar nada dingin dari sahabat es-nya, ia tetap menjalankan roda besi milik nya.
Membutuhkan waktu satu jam bahkan lebih, macet kendaraan membuat ketiga gadis itu sesekali menghela nafas kasar. Mobil dengan corak warna merah itu memasuki komplek perumahan mewah, dan berhenti di depan pekarangan rumah bernuansa Putih abu-abu.
Brak..
"Kami datang, bunda.." suara ke tiga nya mengisi suasana rumah yang memang selalu sepi.
"Kalian, nah dari mana aja bunda cari-cari di kamar gak ada" ucap wanita paruh baya, yang melangkah ke arah ke tiga gadis tersebut.
"Maaf bun, kita buru buru tadi" ucap Alice yang di sertai cengirannya.
"Kita dari mall bun, Alice minta di temenin beli sepatunya" Cia, gadis itu menatap ke arah wanita yang telah melahirkan nya.
"Gitu, ya udah sekarang kita makan siang dulu, selanjutnya kalian terserah mau ngapain" bunda Amara berjalan meninggalkan ke tiga anak gadisnya.
"Bener, perut Jas udah laper, minta di isi nih bunda" Jaskia berjalan mengikuti bunda sahabatnya.
"Yeey lo, kalau masalah makan langsung konek" Alice berdecak malas melihat sifat rakus sahabat nya.
Jaskia menatap sinis pada sahabat nya, Alice "Kayak loe enggak aja" bunda Amara menggelengkan kepalanya, melihat perdebatan dari kedua sahabat putri nya.
Sesampainya di meja makan ke tiga gadis itu mengambil piringnya, lalu mengambil nasi serta lauk sesuai kesukaan mereka masing-masing.
"Cia, orang di mall tadi ganteng gak sih, kayak masih muda gitu, tapi udah punya anak aja" Alice membuka percakapan dengan mengingat kejadian beberapa waktu lalu.
"Emang seganteng apa sih, dari tadi lo bilang cowok itu terus" Jaskia yang sudah mendengar sedikit cerita dari sahabatnya, menjadi semakin penasaran.
Cia meronta bola matanya, "gak tahu, kayak gak kenal sahabat lo aja, lihat cowok dikit langsung klepek klepek" sahut nya menatap sinis ke arah Alice.
"Namanya manusia, lihat yang memanjakan mata dikit, bisa lah dari pada situ"
Jaskia menggelengkan kepalanya melihat perdebatkan dari ke dua sahabatnya, "Kayak gak tahu, Cia aja lo Lice."
Cia yang sudah terlanjur malas itu memilih mengambil buku-buku miliknya.
"Bener kata Jaskia, eh Cia tapi gue kok jadi negatif thinking sama lu, jangan-jangan lu suka semasa jenis" kedua alis Alice menyatu bahwa ia sedang memikirkan apa yang sudah ia ucapkan tadi.
Cia yang mendengar lontaran dari mulut julid Alice, menatap tajam sahabat nya, bisanya, "kalo ngomong, jangan kemana-mana."
Alice menyengir, dengan kedua jarinya membentuk huruf V, "Lagian Cii, bener apa kata Alice" sahut Jaskia yang membuat Cia menatap tajam ke arah ke dua sahabat nya.
"Ck!, pergi aja kalian berdua, rese banget" Cia terbangun dari duduk nya dan menarik ke dua pergelangan tangan sahabat nya.
Alice dan Jaskia yang melihat wajah masam sahabat nya terkikik geli, kedua sudah berada di ambang pintu kamar sahabat nya, Cia, "ngusir ceritanya, Jas" ucap Alice.
"Pergi yuk Jas, lagi pms kayaknya," Alice sengaja mengeraskan suara nya agar menambah ke kesalan sahabat nya.
Bunda Amara yang sedang membaca majalah di ruang tamu, memusatkan perhatiannya pada ke dua gadis yang turun dari tangga.
"Kok cepet banget main nya, gak tidur di sini?" tanya bunda Amara.
"Kita pulang aja bun, lagian besok sekolah, minggu depan juga udah memasuki ujian akhir" Jaskia meraih tangan wanita di depan nya, dengan Alice di belakangnya.
"Betul kata Jas, lagian Alice takut soalnya singa betina nya ngamuk tuh" bunda Amara menggeleng kepalanya mendengar lontaran dari mulut salah satu gadis di depannya.
"Bunda gak maksa, hati-hati bawa mobilnya, jangan ngebut loh" Ke dua gadis itu mengangguk dan memberi hormat ke pada bunda dari sahabatnya.
"Assalamualaikum, bunda cantik" bunda Amara menggelengkan kepalanya melihat gadis gadis itu.
«»
Langkah kaki Cia terhenti, kedua mata cantiknya menatap di mana keluarga nya sudah menunggu nya. Mengulas senyum manis nya ia berjalan ke arah meja makan di mana sudah ada ayah bunda, dan sang adik yang duduk di meja makan.
"Selamat malam" Cia mengambil duduk di sebelah sang adik.
"Malam kakak" jawab kedua orang tua Cia.
"Adek, gak dapet selamat malam yah" ucap seorang laki-laki remaja menampilkan mimik lesu, dengan ke dua pipi gembulnya.
Cia tersenyum mendengarnya, tangan nya mencubit ke dua pipi gembul itu "duh.. gitu aja ngambek.. malam adek kakak yang ganteng" ke dua orang paruh baya menggelengkan kepalanya melihat hal itu.
"Nanti lagi main nya, sekarang kita makan malam dulu," suara tegas dari pria dewasa membuat ke dua anak nya mengerti.
"Ayah bunda ambilin, mau lauk yang mana?" bunda Amara bertanya ke pada suami nya, Altavaro Rahman.
"Ayah mau.. perkedel sama sayur asem, terus jangan lupa sambal" kedua mata ayah Alta, tidak sengaja melihat mata tajam putrinya, membuat nya meringis.
"Sambal nya dikit aja" sahut Cia yang menyuap makanan nya ke dalam mulutnya.
"Adek makan sama apa, sayang?" tanya bunda Amara, menatap putranya yang menunggunya.
"Gio, sama kayak ayah, tapi gak pakai sambal, sosis aja"
Selesai menyiapkan makanan untuk kedua anak dan suami nya, bunda Amara mengambil makanan untuk diri nya, dan menikmati makan malam dengan sesekali terdengar celotehan dari kedua putra putrinya.
Cia yang rencana nya mau kembali ke dalam kamarnya, tersentak saat ayah Alta menyuruh nya duduk kembali.
"Ayah mau bicara boleh, kak?" tanya ayah Alta, menatap teduh mata putrinya.
Cia yang tidak bisa menolak itu mengangguk, tubuh nya menduduki kursi miliknya kembali.
"Tanya, apa ayah" Cia melirik ke arah bunda Amara kedua bahunya, seakan ia tidak ikut campur.
"Jadi.. gini, sebenernya ayah mau jodohin kamu sama, anak sahabat ayah" ayah Alta menjeda ucapannya, ia menatap ke arah putri nya. "Diaa duda punya anak satu" lanjut nya.
Cia yang sedang mengunyah camilan, tersedak saat mendengar ucapan terakhir dari ayah Alta.
Uhuuk..Uhukk..
"Duh kak, ini minum" bunda Amara menyodorkan segelas air putih, dengan cepat Cia menerima segelas air itu, dan menegak nya hingga habis tak tersisa.
Kedua mata cantiknya itu menatap ke arah pria cinta pertamanya, ia ingin protes. "Ayah apaan sih, main jodoh"
"Tapi itu udah kesepakatan ayah waktu masih muda kak sama sahabat ayah kak" ayah Alvaro menatap sendu ke arah putrinya.
"Terima aja kak, siapa tahu kakak itu ganteng, seperti impian kakak" Gio, laki-laki remaja itu menaik turunkan alis nya berniat menggoda kakak nya.
"Tapi kakak masih gak mau mikir nikah nikah gitu, kakak udah asik sama pekerjaan kakak"
"Terus, jadi gimana?" tanya bunda Amara.
Cia menghela nafas, ia ingin pergi dan menenangkan fikiran nya "kasih kakak, waktu semalam yah, bun" langkah kaki nya menaiki tangga dan, tujuan nya yaitu kamarnya.
"Gak kefikiran sama ayah, main jodoh jodohin, mana sama duda, kalau dudanya tajir gak papa" gumam nya memasuki kamar mandi.
Klek
Cia menghempaskan tubuh nya di tempat tidur queen sizenya. "Semoga, besok hari yang menyenangkan" ucap nya menatap langit-langit kamar, tak lama kedua mata cantik menutup mata.
Tok..Tok..
"Kak, udah bangun belum, udah siang loh ya" bunda Amara mengetuk pintu kamar putrinya, ia melihat di mana sudah memasuki jam sekolah.
Cia yang sedang memakai seragam nya menatap pintu kamar nya yang sedang di ketuk dari luar. "Iya bun, bentar lagi selesai" jawab nya dengan sedikit mengeraskan suara nya, agar terdengar dari luar.
"Bunda tunggu di meja makan ya" bunda Amara meninggalkan kamar putrinya.
Tak..Tak..Tak..
"Pagi" Cia mengambil duduk di samping adiknya.
"Pagi, kakak" jawab ke dua paruhbaya, dan adiknya, Gio.
"Ayo sarapan udah setengah tujuh loh" ucap bunda Amara yang mengambilkan makanan untuk suami dan ke dua anaknya.
"Ehem, kak" Cia yang sedang mengoles roti di piringnya mendongak menatap sang ayah.
"Gimana permintaan ayah semalam?" ayah Alta menatap kedua mata putri nya, mencari jawaban di sana.
Cia tersenyum, kepalanya mengangguk, membuat ayah Alta menarik sudut bibirnya menjadi bentuk senyuman indah.
"Kakak percayakan sama ayah dan bunda, kakak yakin pilihin kedua orang tua Cia, tidak akan mengecewakan, pastinya." bunda Amara tersenyum, menatap putri nya yang sudah tumbuh dewasa.
"Jadi setuju ya kak?" bunda Amara sengaja memastikan jawaban putri nya.
"Setuju bunda"
"Kakak berangkat sekolah dulu, bye" Cia meraih ke dua tangan ayah dan bunda nya.
"Hati-hati"
"Cepat dek, kaka tinggal nih"
"Bentar kak tungguin" Gio meraih minum nya dan berlari menyusul kakak nya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments