Bab 5. Malam pertama yang mencekam
Malam sudah larut, semua tamu juga sudah pada pulang. Terlihat rumah sudah begitu bersih. Shafira keluar karena ia merasa lapar, kondisinya sudah lebih baik dari tadi sore.
"Nak, bagaimana sudah keadaan mu?" tanya mama yang merasa khawatir.
"Alhamdulillah aku sudah merasa baikan, ma." jawab Shafira yang tak kalah lembut.
Mama mertuanya hanya tersenyum, "kamu sudah makan, nak?" tanyanya lagi.
"Belum ma, aku lapar sekali," jawab Shafira malu malu.
Mertua pun membawakan mapan yang berisi makanan untuk menantunya. Shafira makan dengan lahap, "pelan-pelan saja makannya." seru mertua.
Shafira hanya tersipu.
Setelah selesai makan, Shafira di antar ke kamar Darren oleh mama mertuanya. "Kenapa aku di antar ke sini ma. Ini kan kamar Pak Darren," tanya Shafira.
"Kamar ini sekarang jadi milikmu, kan kamu istrinya Darren," jawab mama mertuanya dengan lembut.
***Shafira merasa takut untuk masuk, Shafira berjalan dengan pelan, sungguh ada rasa takut dan canggung.
"Kamu tidur di kasur aja, aku akan tidur di sofa." ucap Darren yang baru keluar dari kamar mandi.
"Kenapa kamu harus tidur di sofa? Ini kan kamar mu?" tanya Shafira.
"Emang kamu mau tidur seranjang dengan ku? Kalau mau tidak masalah kita tidur bersama,"
Pertanyaan itu membuat Shafira bergidik ngeri, dirinya belum siap untuk menerima Darren sepenuhnya. Alasan mereka menikah karena Kenzo anaknya.
"Nggak ahh, maaf aku nggak siap." Jawab Shafira spontan dan langsung tidur di kasur empuk milik Darren.
"Oh iya, pamanku kenapa tidak datang? Apa dia tidak tau?" tanya Darren.
"Mana mungkin dia tau, memangnya siapa yang memberitahunya. Kata Mila dia melihat pamanku yang mencariku kemana-mana." jawab Shafira dengan nada sedih.
"Kenapa dia mencarimu setelah mengusirmu dari rumah?" tanya nya lagi.
"Yang mengusir ku bukan paman, tapi bibi ku yang tidak suka padaku. Pamanku sangat baik padaku, bibi mengusir ku saat paman tidak ada di rumah."
"Oh begitu, baiklah kalau begitu bagaimana besok kita cari pamanmu." ucap Dareen antusias.
"Kenapa kamu begitu peduli?" tanya Shafira dengan menyerngitkan matanya.
"Bukankah aku belum bicara dengan keluarga mu untuk menikahi mu? Itu harus dong, bagaimana kita menikah tanpa keluarga mu tidak tau sama sekali, itu tanggung jawab ku."
"Baiklah!" jawab Shafira singkat.
"Hmm baiklah,!" jawab Darren singkat yang melirik ke arah Shafira, tapi wanita itu tidak menoleh sedikitpun.
Hingga mereka berdua tertidur lelap.
Suara azan berkumandang dengan begitu jelas dan merdu, iya ini sudah subuh. Sudah terbiasa ia bangun jam segini untuk shalat subuh.
Ia melirik ke arah sofa, Darren tidur dengan nyenyak dalam kedingan karena hanya memakai selimut kecil dan tipis. Shafira mendekat dan mengganti selimut untuk Darren.
Shafira pun melakukan shalat subuh sendirian, setelah itu ia langsung keluar dan melihat rumah masih sepi dan gelap. Pasti semua orang masih tidur, ia yang tidak bisa duduk diam langsung bergegas ke dapur dan membuat sarapan untuk semua orang.
Hingga jam 7.00 pagi barulah rumah terlihat ramai karena semuanya sudah bangun.
"Hay, nak. Kamu sudah bangun? Dan semua makanan ini..." mama mertuanya menghentikan ucapannya sejenak. "Kenapa kamu yang memasak nak? Kamu di sini bukan pelayanan, kamu adalah menantuku." sambung mama mertua kembali yang terlihat sedikit tegas.
"Maaf, ma. Aku terbiasa bangun saat subuh, setelah shalat subuh saya juga terbiasa kerja dapur." Jawab Shafira dengan wajah tertunduk.
Mama mertua mendekat dan menangkup wajah ayu itu lalu memeluknya.
"Sudah tidak apa-apa, ayo semuanya mari kita sarapan."
Sergah mama mertua. Shafira terharu mendapatkan pelukan hangat dari seorang ibu, tanpa terasa matanya pun berat dan setetes air mata keluar dari pelopaknya.
"Lah, kenapa kamu menangis nak? Mama kan tidak memarahimu," tanya ibu mertua yang menyadari menantunya menangis.
"Maaf, ma. Saya hanya merindukan orang tua saya, saya sangat tersentuh oleh pelukan mama barusan dan tanpa terasa air mata ini keluar sendiri." jawab Shafira jujur dan berusaha menyeka air matanya itu.
Mendengar ucapan itu membuat sekeluarga merasa sedih dan iba, loh! Kok pagi pagi udah ada cerita sedih. Tunggu dulu! Keluarga Darren menerima Shafira tanpa bertanya latar belakangnya, bagaimana bisa? Pasti mereka lupa menanyakannya. Sehingga semua keluarga shok mendengar ucapan wanita ini.
"Memangnya orang tuamu kemana nak? Kenapa mereka tidak datang untuk ijab kabulmu, dan kenapa di akad nikah kamu mewakilahkan dirimu sendiri. Seharusnya itu ayahmu, nak!" tanya ibu mertua dengan tetap hati-hati, sungguh mereka semua penasaran dengan cerita Shafira.
"Mereka berdua sudah tiada, bahkan aku sendiri tidak mengenalnya. Ibu meninggal dunia saat melahirkan ku, sedangkan ayah meninggal di saat aku usia tiga tahun karena sakit jantung. Aku di asuh oleh bibi dan pamanku yang merupakan abang dari ayahku." Shafira menceritakan semuanya dengan air mata berlinang bercucuran. Isak tangis Shafira semakin terdengar, Shafira mulai tidak bisa bicara apapun lagi. Tubuhnya gemetar dan lemas, mengingat kehidupannya yang malang sungguh hati dan batinnya sangat tersiksa.
"Kamu yang sabar ya nak, kami semua adalah keluarga mu sekarang. Kamu tidak perlu sungkan terhadap kami," ucap ibu mertua dengan lembut.
Shafira melihat ke atas, kok Darren tidak turun untuk sarapan?
"Duhh! Darren kebiasaan bangun terlambat, jadi kami harus menunda sarapan!" ucap adiknya yang merasa kesel.
Shafira yang mendengar itu hanya tersenyum.
Setelah sarapan mereka semua pergi pada kesibukan masing-masing, hanya Shafira dan ibu mertua yang ada di rumah. Oh iya, tidak lupa Shafira mengurus Kenzo berangkat sekolah. Sudah menjadi kebiasaan Shafira menunggunya sampai pulang sekolah, karena tanggung sekolah TK pulangnya cepat.
Lama menunggu akhirnya jam sekolah berakhir, Shafira dan Kenzo pulang dengan hati gembira. Mereka bercerita di sepanjang jalan pulang.
"Duhh cucu Oma udah pulang, yuk kita mandi dan ganti baju dulu. Biar mama istirahat dulu dia," ujar ibu mertua yang membawa cucunya masuk ke kamarnya Kenzo.
Shafira pergi ke kamarnya, di sana ia tidak mendapatkan sang suami yang baru sehari menjadi suaminya. Ia merasa sedikit lega untuk istirahat, tak lama pun ia terlelap.
Tok. Tok. Tok.
Shafira terkejut mendengar suara ketukan pintu, bergegas ia bangun dan membukanya.
"Ayo, Nak kita makan siang dulu," ajak ibu mertua.
Shafira hanya mengangguk dan mengekori ibu mertuanya di belakang.
Shafira melihat Darren yang sudah duduk di sana, 'kapan dia pulang?' Shafira membatin.
Ehh malah ibu mertuanya memintanya duduk di samping Darren. Duhh hatinya deg deg an ini.
"Ma, ngapain masak sebanyak ini. Kan kakak sama abang udah pada pulang, tinggal Laila aja di sini sama kita." Tukas Darren yang lagi mengunyah makanan di mulutnya.
"Kita di sini juga rame nak, makanya mama sama bibi tadi memasak yang banyak."
Darren mengangguk anggukan kepala nya.
"Kamu makan yang banyak ya nak Shafira, supaya kamu sehat dan cepat punya momongan." ucapan ibu mertua membuat Shafira tersontak kaget.
"Momongan itu apa Oma?" tanya Kenzo.
"Ohh momongan, itu berarti mama kamu segera hamil dan kamu punya adik. Kamu mau kan punya adik?" jelaskan nya membuat Kenzo senang.
"Yeeee. Aku punya adik, beneran itu mama?" tanya Kenzo kembali pada Shafira.
"Heh, nak. Cepat kamu makan, jangan banyak bicara kalau lagi makan!" tukas Darren seketika.
Ia membuat Kenzo murung, "papa jahat!" tukasnya.
Ia berlari ke pelukan Shafira dan memeluknya erat, "mama kita tidak perlu berteman dengan papa lagi," ucap Kenzo dengan nada sedih.
"Kamu gimana sih Darren, kenapa kamu bicara begitu padanya?" bentak ibu mertua.
"Iya, apa salahku? Kan benar ma, tidak boleh bicara saat makan!" jawabnya bela diri, iya seolah tidak salah saja.
Memang kata kata itu tidak salah, dan bagi anak kecil mereka tidak suka suara seperti itu. Apalagi dengan nada membentak, anak kecil sama sekali tidak menyukai itu.
**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Ijoh Ijah26
jangan trlalu banyak iklan thor
2024-06-25
2
LISA
Moga Darren & Shafira makin rukun ya..bahagia selalu jg..
2024-01-28
1