BAB. 4 Ciuman Pertama

Seira menuruti permintaan Bima untuk tidak menemui teman-temannya lagi setelah mengantarkan Bima masuk kedalam kamar. Meski merasa tidak enak pada teman-temannya tapi kenyamanan Bima selalu dia utamakan.

Seira tidak ingin dirinya memaksa menemui teman-temannya justru akan membuat Bima merasa tidak dihargai terlebih lagi kondisi Bima yang sekarang sangat sensitif mudah sekali tersinggung.

"Aku dengar dokter Vero akan pindah ke Surabaya?" tanya Bima pada Seira yang sedang mengancingkan bajunya.

Bima baru saja selesai dimandikan oleh Seira dan sedang dipasangkan baju dengan mereka kini berada di atas ranjang.

"Kamu tahu dari mana?" tanya Seira menghentikan tangannya dan menatap mata Bima yang juga tengah menatapnya. Tatapan yang mengisyaratkan betapa pria itu sangat mencintai dirinya. Cinta yang kini telah menyatukan mereka dalam sebuah ikatan pernikahan.

"Dokter Vero sendiri yang mengatakannya."

Seira mendekatkan wajahnya kemudian mendaratkan ciuman pada bibir Bima.

Ciuman pertama bagi keduanya setelah dua tahun menjalin hubungan. Baik Bima maupun Seira keduanya sama-sama tahu batasan seseorang yang berpacaran. Tidak ada ciuman sebelum menikah apalagi bercinta sebelum menikah.

Seira mengusap bibir Bima yang basah olehnya lalu mengalungkan tangannya dileher pria itu. Dia kembali menatap mata Bima yang masih menatapnya.

"Kenapa kamu jadi membahas dokter Vero?" tanya Seira tanpa mengalihkan tatapannya.

"Karena aku cemburu padanya, Seira, dokter Vero menyukaimu, dia tampan, mapan dan juga bisa berjalan."

"Kamu juga bisa berjalan, hanya saja butuh proses. Yakinlah kamu pasti akan bisa berjalan lagi."

"Dokter Vero dia_"

Perkataan Bima terhenti sebab Seira kembali mencium bibirnya. Ciuman kali ini tak seperti tadi yang hanya menempel. Seira kini mellumat dan menyesap bibir Bima dalam-dalam membuat Bima menarik tengkuk Seira dan membalas ciuman wanita itu. Mereka saling berpagut cukup lama hingga nyaris kehabisan nafas barulah mereka melepas ciumannya.

"Kamu tahu, Bim, sudah lama sekali aku ingin menciummu seperti ini," ucap Seira yang kini sudah sah menjadi istri Bima.

"Maaf aku tidak pernah menciummu karena aku ingin menjagamu."

"Iya tidak apa-apa, aku mengerti."

Seira bersyukur sekali Bima bisa menjaganya dengan baik hingga sekarang mereka telah sah menjadi suami dan istri.

Bima meraih kedua tangan Seira yang berada di lehernya, menggenggam tangan itu kemudian menciumnya.

"Seira, maafkan aku yang tidak bisa memberimu malam pertama."

Jangankan memberikan malam pertama untuk Seira, mengurus dirinya sendiri saja Bima tidak bisa. Sedangkan pengantin baru pada umumnya mereka pasti akan melakukan malam pertama dan Bima sangat menyesalinya karena tak bisa memberikan malam pertama untuk sang istri.

Seira menarik tangannya yang sedang Bima genggam. Dia mendekatkan kembali wajahnya pada Bima kemudian kembali melabuhkan ciuman di bibir pria itu.

"Tidak apa-apa, sayang, kita bisa melakukan malam pertama setelah kamu sembuh nanti."

Bima menatap sendu mata Seira namun dia tetap menganggukkan kepala. Dia sangat bersyukur memiliki istri seperti Seira yang mau menerima dirinya apa adanya. Sebisa mungkin Bima ingin cepat sembuh agar bisa kembali berjalan dan membahagiakan wanita yang dia cintai ini.

Seira melanjutkan mengancing baju Bima yang sempat terhenti. Setelahnya dia membantu Bima berbaring dan menyelimutinya.

"Aku mandi dulu ya, Bim, setelah itu kita makan malam."

"Iya."

Seira bergegas masuk ke dalam kamar mandi, menyandarkan punggungnya pada pintu yang dia tutup. Helaan nafas berat keluar dari mulutnya dengan mata yang mulai memanas ingin menangis. Tak sampai bulir bening itu jatuh Seira buru-buru melangkah menuju shower untuk segera membersihkan diri.

...****************...

"Sudah mandinya?" tanya Bima yang melihat Seira keluar dari kamar mandi.

"Sudah, Bim, sebentar ya aku sisiran dulu."

Seira duduk dimeja rias menatap pantulan wajahnya di sana. Terlihat sembab. Diapun memolesnya dengan bedak dan lips gloss pada bibirnya agar Bima tidak tahu bila dirinya habis menangis.

Seira menyisir rambutnya hingga ujung, membelahnya ke samping kemudian merapihkannya.

"Ponselmu berbunyi," ucap Bima memberitahu.

Seira mengangguk karena dia juga mendengar bunyi ponselnya itu. Dia lalu menghampiri nakas yang berada disebelah tempat tidur, meraih ponsel itu kemudian duduk ditepi ranjang di sebelah Bima yang berbaring.

"Astaga, bagaimana bisa seperti ini."

"Ada apa?" tanya Bima.

Seira menoleh pada Bima kemudian menghela nafasnya.

"Dokter Vero akan dimutasi ke Surabaya dan aku yang akan menggantikan posisinya menjadi ketua di tim A."

"Lalu apa masalahnya bukannya itu bagus?"

"Masalahnya aku merasa belum mampu."

"Kalau kamu ditunjuk artinya kamu dianggap mampu, Seira."

"Iya tapi aku akan lebih sibuk dan aku hanya memiliki sedikit waktu untuk merawatmu."

"Ser, aku tidak ingin menjadi penghalang untuk kamu berkarir. Aku baik-baik saja, kamu bisa merawatku sebelum atau setelah kamu pulang bekerja."

"Tapi, Bim_"

"Bukankah aku tidak bisa memberimu nafkah? Jadi kamu harus lebih giat lagi bekerja. Kembangkan karirmu, aku akan selalu mendukungmu."

"Baiklah kalau begitu aku akan menerima keputusan rumah sakit."

...****************...

Seira sudah kembali bekerja setelah mengambil cuti selama dua minggu untuk menikah. Hari-hari cuti Seira dihabiskan oleh dia yang tulus merawat Bima. Mengajak pria itu jalan-jalan agar tidak merasa bosan di rumah, menghadiri pernikahan adik Bima dan juga menemani saat Bima check up dan terapi.

Dari hasil check up, cedera tulang belakang yang Bima alami membuat pria itu akan lama untuk sembuh namun masih ada kemungkinan untuk bisa berjalan kembali.

Hal itu membuat Bima kembali pesimis namun Seira senantiasa memberi dukungan dan memberi pengertian untuknya.

Saat ini Seira sedang bersama Niken rekan kerjanya sesama dokter baru saja keluar dari ruang rawat pasien setelah memeriksa kondisi pasien tersebut.

"Dokter Seira setelah shift berakhir anda jangan pulang dulu," ucap Niken yang juga berada di tim yang sama dengan Seira.

"Ada apa memangnya, dok?" tanya Seira menoleh pada Niken yang sedang berjalan bersamanya menyusuri lorong Rumah Sakit untuk kembali ke ruang praktek mereka.

"Bukankah anda sudah tahu dokter Vero dan dokter Daniel dari tim B akan dipindah tugaskan ke Surabaya?"

"Iya sudah tahu, mereka mulai lusa sudah aktif bekerja di sana."

"Nanti malam setelah selesai bekerja kami akan mengadakan perpisahan untuk dokter Daniel dan dokter Vero serta merayakan dokter Nita dan anda yang menggantikan posisi mereka," ucap Niken memberitahu dirinya.

"Apa saya harus menghadiri acara itu, dokter Niken?" tanya Seira.

"Tentu saja, dokter Seira, karena acara itu juga acara untuk anda," jawab Niken membuat Seira menghentikan langkah kakinya dengan isi kepala teringat pada Bima.

Bagaimana dengan Bima bila dirinya pergi ke acara itu? Bima pasti akan sendiri dirumah, belum lagi pasti akan mengkhawatirkan dirinya.

Terpopuler

Comments

Murni Zain

Murni Zain

Bima minder

2024-01-29

1

dika edsel

dika edsel

aduuuh.. firasatku kok gk enak yah?? entah knp aku mikirnya vero inilah yg akan menjadi duri dirumah tangganya bima..,duuh otak kecilku mikirnya udah kesini makin kesana..,bu dokter jgn ikut kesana ubah takdir othor ya..aku dah takut kamu knp2..,blm apa aku dah sedih duluan thor😔

2024-01-29

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!