BAB. 3 Perasaan Bima

Bima sudah keluar dari rumah sakit setelah beberapa minggu dirawat disana. Dia tidak kembali ke rumah kontrakannya karena Seira membawanya tinggal dirumah baru yang dibeli untuk mereka tinggali.

Rumah sederhana itu hanya terdiri dari satu lantai, 4 kamar tidur beserta kamar mandinya, ruang tamu, ruang keluarga dan dapur. Sangat sederhana tapi sangat nyaman untuk mereka tempati.

Rumah itu juga letaknya tidak jauh dari rumah sakit tempat Seira bekerja sehingga Seira bisa tenang meninggalkan Bima saat dirinya bekerja. Seira memperkerjakan satu wanita paruh baya untuk membantunya mengurus rumah dan mengurus Bima saat dirinya bekerja.

Setelah seharian bekerja dan meninggalkan Bima bersama art, Seira pulang kerumah saat waktu telah menunjukkan pukul 11.00 malam. Dia bergegas masuk ke dalam rumah langsung mencari keberadaan Bima di kamarnya namun tidak ada.

Seira kemudian mencari Bima ketempat lain yang ternyata sedang berada di teras belakang, duduk di kursi roda menatap kosong pada tanaman bunga disana.

"Bim," panggil Seira sembari mendekat pada Bima.

Seira menurunkan lututnya dihadapan Bima, mensejajarkan tubuhnya dengan Bima yang duduk di kursi roda.

"Kenapa belum tidur?" Seira bertanya dengan nada lembut. Seperti biasanya saat dia berbicara dengan Bima.

Bima menatap Seira yang berada di hadapannya.

"Belum ngantuk."

"Masuk kedalam yuk, ini sudah larut. Angin malam tidak baik untuk kesehatan."

"Iya."

Seira tersenyum kemudian bangkit dan mendorong kursi roda Bima untuk masuk ke dalam rumah.

"Besok ada WO yang akan mendekor rumah kita, terus lusa kita akan menikah."

Ya, memang benar apa yang Seira katakan bila lusa mereka akan menikah. Seira yang sangat mencintai Bima memutuskan akan menikahi pria itu untuk bisa merawatnya dengan baik.

Selain itu Seira tak ingin Bima merasa sendirian. Dia juga ingin membuktikan bila dirinya menerima kekurangan serta kelebihan yang ada pada diri Bima.

"Kamu yakin ingin tetap menikah denganku?" tanya Bima membuat Seira menghentikan langkah kakinya.

"Bim, kita sudah membahas ini. Dan jawabanku masih sama, aku tetap akan menikah denganmu."

"Bagaimana bila selamanya aku lumpuh, Seira? Aku akan terus merepotkanmu tanpa bisa memberi nafkah untukmu. Kamu wanita normal yang sudah seharusnya mendapat nafkah lahir dan batin."

"Aku tidak mempermasalahkan itu. Kita akan tetap menikah. Aku ingin merawatmu dengan baik."

"Tugas seorang istri bukan hanya mengabdikan dirinya pada suami, melainkan dia dikodratkan mengandung, melahirkan dan menyusui anaknya. Sementara aku tidak mungkin memberimu anak dalam kondisi seperti ini."

Seira terdiam meresapi kata demi kata yang Bima ucapkan. Semua orang pasti ingin berumah tangga dan salah satu tujuannya ialah untuk membangun keluarga kecil bersama dengan seseorang yang dicintainya.

"Pikirkan lagi baik-baik keputusanmu untuk menikah denganku, jangan sampai kamu menyesalinya."

Setelah mengatakan itu, Bima menjalankan kursi rodanya sendiri menuju kamarnya meninggalkan Seira yang masih termenung berdiri ditempat.

Bima menutup pintu kamarnya setelah masuk ke dalam kamar. Dia berdiam diri sebentar menetralkan perasaan yang sesak didadanya. Bima sangat bersyukur Seira ingin menikah dengannya, tapi dia tidak ingin Seira menyesali keputusannya telah menikahi pria lumpuh yang tak akan bisa memberi kebahagiaan untuknya.

Setelah berkali-kali menghembuskan nafas berat, Bima merasa sedikit lebih baik. Dia kembali menjalankan sendiri kursi rodanya mendekati tempat tidurnya.

Bima menurunkan kakinya yang tidak bisa merasakan apa-apa menggunakan tangannya. Setelahnya dia berpegangan pada tepi ranjang untuk memindahkan tubuhnya ketempat tidur.

Brukk!

Naasnya Bima justru terjatuh kelantai.

...****************...

Hari pernikahan Seira dan Bima tiba.

Mereka melangsungkan pernikahannya di rumah dengan sederhana namun tetap sakral. Tidak banyak tamu yang datang di pernikahan mereka karena mereka tidak mengadakan resepsi.

Bima hanya dihadiri oleh adik, calon adik iparnya dan calon mertua adiknya sementara Seira dihadiri oleh kedua orang tuanya serta beberapa rekan sesama dokternya.

Bima duduk di kursi roda dengan tuxedo yang dia kenakan bersebelahan dengan Seira yang duduk dikursi. Seira mengenakan kebaya putih senada dengan tuxedo yang Bima kenakan. Keduanya sangat serasi tampan dan cantik.

Kondisi Bima yang duduk di kursi roda sama sekali tidak membuat cinta Seira berubah. Dimata Seira Bima tetaplah kekasihnya yang tampan.

Bima mencium kening Seira setelah selesai mengucapkan kalimat sakral Ijab Kabul dengan tangis tak tertahankan. Kini dia sudah menjadi seorang suami untuk Seira yang tulus mencintainya. Dengan kondisi yang lumpuh seperti ini Bima pun berharap semoga dia tetap bisa membahagiakan Seira.

Begitu juga dengan Seira dia menangis sama seperti Bima. Seira bahagia bisa menikah dengan Bima, namun dia juga sedih karena ternyata sang Ibu tidak benar-benar merestuinya.

Ibunya yang dulu menyukai Bima kini berubah tak menyukai pria itu karena Bima sekarang lumpuh.

Kedua orang tuanya bahkan langsung pergi setelah menikahkan dirinya tanpa mengucapkan satu patah kata pun.

'Bima lumpuh, Seira, dia tidak akan bisa membuatmu bahagia.'

'Aku mencintai Bima, Ma, aku akan tetap menikah dengannya.'

'Menikah lah dan saat itu juga jangan pernah kamu anggap Mama ini Mama kamu lagi.'

Cairan bening terus membasahi pipi Seira teringat akan perkataan ibunya kala itu.

Bima mengusap pipi Seira yang basah. "Apa kamu menyesal?"

Seira menggeleng dia sama sekali tidak menyesal telah menikah dengan Bima. Dia hanya sedih mengingat perkataan ibunya.

Seira kembali tersenyum agar tidak membuat Bima mengkhawatirkan dirinya kemudian mengajak pria itu menyalimi satu persatu tamu yang hadir.

Kini Bima sedang berkumpul bersama dengan Seira beserta rekan kerja wanita itu.

"Selamat, Ser, atas pernikahan kamu dengan Bima," ucap Vero salah satu rekan dokternya.

"Terima kasih, Vero, kamu sudah menyempatkan diri untuk menghadiri pernikahan kami." Seira menjabat tangan Vero yang terulur di hadapannya.

"Tentu saja, Ser, akan tidak pantas bila aku tidak menghadiri pernikahanmu. Bim, selamat atas pernikahanmu dengan Seira." Vero menatap Bima yang duduk di kursi roda.

"Terima kasih," sahut Bima singkat. Dia juga membalas uluran tangan Vero

"Bagaimana kondisi kamu, apa sudah ada kemajuan?"

"Belum."

"Kamu beruntung, Bim, dicintai Seira yang mau menerima kamu apa adanya," ucap Vero sembari menatap Seira yang tengah berbicara dengan rekan kerjanya yang lain.

"Seira sangat mencintai kamu, dia bahkan rela mengorbankan masa depannya untuk kamu. Untuk merawat kamu agar bisa sembuh seperti sebelumnya."

"Apa maksud kamu mengatakan itu padaku? Tanpa kamu perjelas juga aku tahu Seira sangat mencintaiku." Bima menatap tak suka pada Vero.

"Tidak ada maksud apa-apa, Bim, aku hanya ingin memberimu semangat untuk sembuh kembali. Jangan kecewakan Seira yang sudah mengorbankan masa depannya demi kamu."

"Aku tahu." Bima menjalankan sendiri kursi rodanya meninggalkan Vero yang menatap punggungnya.

Entah hanya perasaannya saja atau memang apa adanya Bima merasa Vero yang menyukai Seira ingin memiliki wanita itu juga.

Terpopuler

Comments

Murni Zain

Murni Zain

Wajar sih mama nya Sera engga setuju'...tapi semua bs d buktikan dgn Bima yg semangat untuk sembuh.🙏🏼💪🏼🥰

2024-01-25

1

dika edsel

dika edsel

bim..sabar bim..langit blm runtuh knp kau seperti ini?? kata dokter msh bs sembuh jd jgn pesimis gini.., menghadapi kenyataan memang sulit tp setidaknya kau hrs mencobanya...,banting2 barang ..kasian siera tagihannya ntar bengkak bim,mana skrg semua harga serba mahal😌

2024-01-25

1

atik

atik

lanjut thor

2024-01-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!