Bab 4
Kini malam sudah larut, dan kami semua tidak bisa memakam kan jenazah Bapa, Karena sudah sangat gelap. Jadi para warga ber niat untuk memakam kan nya besok pagi saja.
Dengan sedih aku duduk di sebelah mayat Bapa, dengan terus ber zikir. menghadiah kan do'a-do'a ku. Semua hanya untuk Bapa.
"Pa, Istirahat yang tenang, Ya. Niko akan terus menghadiah kan do'a-do'a, surah yasin, dan membaca alquran untuk bapak," gumam ku pelan.
Dari tadi sampai sekarang, aku terus melihat senyuman di wajah Bapa, mungkin itu menandakan Bapa telah mendapat kan ketenangan di sana.
Aku dan para warga yang melayat sedang ber jaga semalaman, menjaga Mayat Bapa, sambil terus ber zikir dan membaca do'a.
Malam pun ber lalu dan Pagi tiba, untuk memberi kan cahaya nya kepada Kami semua. Kini jenazah Bapa sudah siap untuk di makam kan.
***
Dengan sedih aku dan juga Adik lelaki ku ikut mengantar kan kepergian Bapa, untuk terakhir kali nya. Sedang kan Ibu dan Lisa, menunggu di rumah, bersiap untuk membuat makanan, buat kami semua nanti pulang, setelah pemakaman.
Bapa di makam kan sesuai adat islam, dan tanpa ada gangguan apa pun, Begitu mudah proses pemakaman Bapa, semua ber jalan dengan lancar.
Kami pun pulang ber sama para warga menuju rumah.
Dengan senang, kami pun makan ber sama, karena memang tradisi kampung kami, kalau habis pemakaman, para warga yang membantu dan melayat, akan makan setelah selesai me makam kan jenazah.
"Bu? Ibu dapat uang dari mana? Kan kita nggak punya simpanan, semua uang kita habis, untuk biaya berobat Bapa?" tanya ku heran, karena Ibu ku bisa membuat makanan yang lumayan banyak, untuk warga yang melayat, seperti sekarang.
"Ibu ter paksa ngutang sama saudagar kaya di desa sebelah, Nik. Ibu bingung harus gimana? sedang kan kita tidak punya uang dan barang apa pun untuk di jual," sahut Ibu sedih, karena ter paksa harus ngutang kepada saudagar kaya.
"Ibu ngutang sama, pak Bagas?" tanya ku meyakinkan.
"Kok kamu tau, sama si Bagas?" tanya Ibu heran.
"Bapa udah cerita semua nya tentang keburukan pak Bagas, Bu. Kepada Niko, dan gara-gara pak Bagas juga, Bapa jadi sakit-sakitan karena terus memikir kan tanah kita, yang di jual oleh Bagas. Namun tidak ada sepeser pun uang yang di beri kan Bagas untuk Bapa!" sahut ku dengan tatapan sendu.
"Iya, Nak. Kita enggak bisa ber buat apa-apa untuk itu, Kita hanya orang miskin. Sedang kan si Bagas, Dia mempunyai banyak anak buah yang siap melawan siapa saja, yang berani kepada nya, ter masuk Bapa kamu dulu," ucap Ibu sedih.
Dengan sedih, aku pun memeluk Ibu ku, untuk menguat kan hati nya.
***
Ke'esokan harinya aku ber siap untuk segera pergi bekerja. Membawa kereta kuda ku lagi.
"Alhamdulillah, Niko. Kamu Narik lagi hari ini, kemarin kami tunggu kamu, eh ter nyata kamu nggak dateng-dateng, ya terpaksa kami naik becak, untung pak maman narik becak nya kemarin," ucap mpok dewi antusias.
"Iya, Teh. Kemarin Niko nggak bisa naik," sahut ku sedih.
"Iya, Niko. Yang sabar ya, semoga Bapa kamu tenang di alam sana," ucap Mpok dewi lagi. Karena Mpok dewi tidak mau di panggil Mpok, jadi aku memanggilnya dengan sebutan teteh.
Aku mengantar semua pelanggan ku dengan kereta kuda kesayangan ku ini. Tanpa terasa semua pelanggan ku sudah sampai ke tempat tujuan mereka Masing-masing.
Aku pun berniat pulang ke rumah. Tetapi seperti biasa, aku ber temu lagi dengan Sandra, si gadis sombong ini lagi.
Kalau tidak mengingat taruhan ku dengan Anto, lebih baik aku tinggal kan saja dia ini, tetapi demi sepetak tanah taruhan dari sahabat ku sangat menggiurkan, aku pun rela menghadapi gadis ini.
"Hei, Bang Niko ... Tolong berhenti!" ucap Sandra sambil melambai kan tangan nya kepada ku.
"Kenapa?" tanya ku singkat.
"Kamu tau kan, Bang. Kamu itu harus anterin aku pulang kerumah setiap hari! tapi kenapa kemarin kamu nggak Narik. Kamu ngapain sih, kemarin? di tungguin juga, nggak dateng-dateng," oceh nya, entah kenapa, selain sombong gadis ini juga bisa ngomel.
"Kemarin Aku berduka, masa aku tetap narik kuda, sih," sahut ku malas.
"Berduka?... Emang kamu kemarin kenapa?" tanya nya lagi.
"Bapa ku kemarin meninggal dunia, kalau tidak mengingat adik-adik ku memerlukan uang untuk biaya sekolah mereka, aku mungkin masih libur kerja," jelas ku yang ter lihat sedih.
"Ohhh... Gitu," sahut nya yang ter lihat biasa saja, tanpa ada rasa prihatin kepada ku.
"Hah?... Kamu ini ter buat dari apa, sih. Orang lagi berduka, bukan nya prihatin, tapi kamu malah biasa saja seperti ini," ucap ku geram.
"Emang harus gitu? Kan Bapa kamu yang meninggal, bukan Bapa ku, kenapa aku juga harus ikut prihatin, sorry ya. Bukan masalah ku, Bang," sahut nya sombong. Entah kenapa dari pertama kali mendengar omongan nya itu, sudah membuat aku tidak suka sama sekali kepada nya.
Dan kenapa, waktu itu aku menerima tawaran Anto. Aku pun menggaruk kepala ku yang tak gatal.
"Cepetan bawa aku pulang, jangan sampai keringat ku keluar karena gerah, ber ada di kereta kuda kamu ini," ucap Sandra lagi.
Aku pun mulai menjalan kan kereta kuda ku dengan pelan, agar dia semakin kegerahan, karena cuaca hari ini lumayan panas.
Rasain kamu, semoga dengan ini kamu akan menjadi lebih kegerahan, gadis sombong, batin ku ter senyum miring.
"Cepetan dong, Niko!" pekik Sandra lagi sambil terus mengipas-ngipasi wajah nya dengan tangan.
"Iya, Sandra... Ini udah cepat kok, hanya saja kuda ku sudah kelelahan," sahut ku, sambil terus ter senyum.
"Apa? Kuda kamu kelelahan, yaudah lebih baik kita istirahat saja di sana," ucap Sandra sambil menunjuk rerumputan hijau dengan banyak pepohonan tinggi sehingga di situ cocok sekali untuk tempat istirahat kami ber sama kereta kuda ku.
Tidak ku sangka, gadis sombong ini, lebih merasa kasihan dengan se'ekor kuda di banding kan dengan ku. Padahal aku tadi hanya berbohong tentang kuda ku yang kelelahan ini.
Aku menepi kan kereta kuda ku dan melepas kan kuda kesayangan ku dari delman, lalu mengikat kuda ku di bawah pohon.
"Kasian sekali kuda kamu ini," cicit Sandra sambil mengelus kuda kesayangan ku.
"Eh... Jangan pegang-pegang, itu kuda kesayangan ku," ucap ku tidak suka melihat kuda ku di pegang oleh nya.
"Emang kenapa? Aku nggak ngapa-ngapain dia juga kok," sahut Sandra tidak suka ke pada ku.
"Kamu itu gadis sombong, jangan sampai kuda kesayangan ku ter sentuh gadis sombong seperti mu," jelas ku sambil menarik tangan Sandra untuk menjauh dari kuda kesayangan ku.
"Aku nggak sombong kok," elak nya sabil mendekat kembali kepada kuda ku.
"Siapa bilang!" sahut ku lagi sambil menarik tangan nya lagi untuk menjauh.
"Aku mau pegang."
"Jangan!"
Karena kami sudah tarik-tarik kan akhir nya aku dan Sandra ter huyung sampai-sampai kami ter jatuh. Dan Sandra jatuh tepat di atas tubuh ku yang ter lentang.
Pandangan kami pun ber temu. Entah kenapa wajah cantik nya membuat ku terus memandangi nya.
Mata ku ter buka lebar, di saat Sandra mendekat kan wajah nya kepada ku.
"Niko..." ucap Sandra kepada ku, dengan jarak yang begitu dekat, bahkan hidung kami ber sentuhan.
"Kenapa, Sandra," sahut ku lemah.
"Boleh kah?" ucap Sandra lirih.
"Boleh apa nya?" tanya ku heran.
Tiba-tiba Sandra mengecup bibir ku, dan kami pun ber balas ciuman.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments