Malam memunculkan seberkas sinar bulan menerangi secercah hati yang dirundung dilema. Mama Laila menciumi pipi dan dahi Lalita yang sedang tertidur lelap, memandang lekat wajah sang buah hati yang sebentar lagi akan ia tinggalkan di rumah nenek Fatimah demi kesembuhan sang suami. Sungguh pilihan yang sulit namun inilah hal terbaik yang bisa dilakukan
"Bu, titip Lalita" (menunduk dan meneteskan air mata)
"Iya Nak, Lalita ibu jaga dengan sepenuh hati, jangan khawatir nak, fokus dengan kesembuhan suamimu, semoga lekas sehat suamimu ya nak"
(Mengelus punggung mama Laila)
"Iya Bu, Amin. Makasih Bu" (Memeluk Ibu)
"Mbak jangan terlalu khawatir, Lalita aman disini sama kita, pulang kerja kan aku bisa bantuin ibu jaga Lalita, lagian kalau ada Lalita jadi rame ada celotehan bayi gemes bisa jadi mood booster dari penatnya kerjaan to" Ucap adik mama Laila yang tak lain adalah om Wira
"Iya wir, makasih. Tolong bantu jagain Lalita, selalu kabarin mbak ya wir. semangat kerjanya, lancar rezeki dan diberikan jodoh yang tepat" ucap mama Laila
"oke mbak, amin. Hati-hati mbak kalau berangkat, o iya tas ransel keperluannya mbak dan mas Taufan aku sisihkan tadi, aku taro sofa ruang tamu biar nggk ketinggalan kalau mbak mau berangkat"
"Adek Ku pengertian banget sih, so sweet, makasih ya" (Tersenyum lembut)
Mama Laila lantas menciumi dahi dan pipi Lalita berulang kali, sesekali menepuk nepuk jika Lalita menggeliat supaya kembali nyaman dalam tidurnya sambil menyeka air matanya yang jatuh
"Aku pamit Bu, wir" (mencium tangan ibu dan memeluk sebentar)
"Hati-hati mbak" (mengulurkan tangan untuk salam ke mama Laila)
"jaga diri baik-baik ya nak (mengelus kepala mama Laila), yuk kita ke depan" ajak ibu
Mereka sama-sama berjalan ke depan rumah, mama Laila berhenti sebentar di ruang tamu mengambil tas ransel untuk dibawa ke rumah sakit, setelah tas ransel tersampir di bahu mama Laila mereka lantas menuju teras
"Aku berangkat ya Bu, wir, Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam" ucap ibu Fatimah dan Wira bersamaan
Ibu Fatimah melafalkan do'a untuk kebaikan anak dan menantunya, setelahnya beliau menemani Lalita tidur di kamar sedangkan Wira melanjutkan istirahat di kamarnya sendiri. Mama Laila melangkahkan kaki menuju depan gang untuk mencari taksi, dalam setiap langkah disusul air mata yang tidak dapat ia bendung namun bisa ia sembunyikan dibalik masker. Sungguh bukan hal yang mudah meninggalkan anak yang biasanya setiap saat selalu ada dalam buaiannya namun ia harus memilih meninggalkannya sementara waktu demi kebaikan bersama. Tidak lupa ia membelikan makanan untuk mertuanya yang sedang menunggui suaminya dirumah sakit, ia beli nasi Padang dan jus jeruk. Sesampainya di rumah sakit mama Laila menyalami Oma Karsi dan opa Warno dan menanyakan keadaan suaminya
"gimana kondisinya mas Taufan sekarang ma, pa? Apa ada perkembangan lagi?" tanya mama Laila
"belum ada perkembangan lagi La, Taufan masih koma tetapi sudah bisa melewati masa kritis" ucap papa Warno
"iya pa, Alhamdulillah setidaknya mas Taufan sudah bisa melewati masa kritisnya, semoga lekas sadar dari komanya. Ini Laila bawa nasi padang ayo pa ma dimakan nasinya"
"iya nak ayo makan bersama" ucap mama Karsi
mereka makan bersama di depan ruang tempat Papa Taufan dirawat. Waktu berjalan begitu cepat, satu Minggu berlalu Adik kandung papa Taufan dari Kalimantan bernama Yuli Rahayu bersama anak perempuannya yang masih berumur 2 tahun datang menjenguk namun kondisi Taufan masih belum sadar, adik dari papa Taufan yang menunggui rumah Oma Karsi dan opa Warno selama mereka dirumah sakit menjaga sang putra tercinta. Dua Minggu berlalu papa Taufan masih belum bangun, mama Laila, papa Warno dan mama Karsi memikirkan biaya rumah sakit untuk kedepannya, karena terdesak biaya akhirnya mama Karsi dan papa Warno meminjam uang ke rentenir pasar tempat papa Warno dan mama Karsi berjualan rajut, mama Laila hanya menurut karena tabungannya juga sudah menipis belum lagi untuk kebutuhan Lalita. tiga Minggu berlalu papa Taufan dipindahkan ke ruang perawatan, empat Minggu berlalu akhirnya Papa Taufan sadar dari koma.
"Ta" (menggerakkan jari tangan dan menggerakkan mata namun masih terpejam)
"ya Allah mas, MasyaAllah akhirnya kamu mulai sadar mas" ucap mama Laila (Sambil memencet tombol disamping ranjang rumah sakit untuk memanggil suster/dokter)
"Nak ya Allah, mama sangat bersyukur kamu sudah mulai sadar" ucap Oma Karsi
"Fan, kamu pasti bisa melewati ini, kami selalu bersamamu nak" ucap Opa warno
Beberapa saat kemudian suster datang, melihat itu Oma Karsi langsung menyampaikan jika anaknya mulai sadar
"Sus anak saya mulai sadar, tadi bisa menggerakkan mata dan menggerakkan tangan" ucap Oma karsi
"kami panggilkan dokternya ya Bu untuk diperiksa lebih lanjut"
Suster pun berlalu meninggalkan ruang rawat papa Taufan dan beberapa saat kemudian datang bersama dokter
"Kami periksa dulu ya Bu, permisi" ucap dokter (memasang stetoskop)
"iya dok" ucap mama Laila
"Alhamdulillah pasien sudah melewati masa komanya, pelan-pelan ya Bu pasien diajak berinteraksi. Namun seperti yang pernah saya sampaikan kalau ada luka serius di bahu, punggung, tangan, dan kakinya sehingga pasien harus tetap dirawat di rumah sakit untuk memulihkannya"
"Baik dok" ucap Oma Karsi dan opa Warno
Waktu berlalu perlahan-lahan, sinar matahari menyorot dengan terangnya. Alhamdulillah Papa Taufan mulai sadar sepenuhnya, sudah bisa minum dan berinteraksi beliau mencari keberadaan Lalita
"Lalita mana ma? Aku mimpi dia panggil-panggil aku"
"Lalita dirawat nenek Fatimah mas, sesekali juga dia dibawa kesini pas kamu masih koma" Jawab mama Laila
"emang berapa lama aku koma?" tanya papa Taufan
"4 Minggu mas" (Sambil menyeka air mata yang mengalir)
"Maafkan aku ya" ucap papa Taufan
"ini ujian mas, kita sama sama harus tabah"
"iya sayang, aku kangen Lalita tolong bawa dia kesini"
"iya mas nanti aku minta tolong Wira buat anter Lalita kesini" (Mengelus lembut tangan papa Taufan)
"Nak Alhamdulillah mama bersyukur sekali kamu bisa lolos dari maut, mama sedih lihat kamu sampai terbaring dipasangi selang kayak kemarin-kemarin" ucap oma karsi (menyeka air mata sambil mengelus lembut tangan papa Taufan)
"Maafin Taufan bikin mama papa dan semua sedih"
"nggk perlu minta maaf nak, kita hadapi ujian ini sama-sama ya" ucap Opa Warno
"Kronologinya gimana kok bisa sampai kecelakaan nak?" tanya Oma karsi
"Seingat ku saat itu hujan deras ma, deres banget , aku nyalip mobil dari kanan tiba tiba dari arah berlawanan ada mobil melaju kencang menyalip mobil lain, motorku tersenggol dan aku oleng dan jatuh terseret motorku, setelah itu aku sudah nggk ingat lagi ma tiba-tiba aku sekarang disini" (sambil mengusap air mata)
"Sudah nak tidak usah disesali, yang penting sekarang kamu selamat" ucap papa Warno menenangkan
Semua yang ada di ruangan meneteskan air mata membayangkan betapa sakitnya kejadian yang dialami oleh suami dari seorang Laila dan anak dari Bapak Warno serta Ibu Karsi. Laila kemudian undur diri untuk menghubungi adiknya
"Permisi mas, pa, ma aku izin telepon Wira buat anterin Lalita kesini"
"iya sayang" ucap papa Taufan
Mama Laila membuka tas dan mengambil handphone kemudian menghubungi Wira, sering ke lima teleponnya baru diangkat
"Assalamualaikum Wir"
"Waalaikumsalam mbak"
"Ada apa mbak? disana baik-baik aja kan? " tanya Wira
"Alhamdulillah baik, mas Taufan juga sudah sadar"
"Alhamdulillah mbak"
"kamu masih ditempat kerja?" tanya mama Laila
"iya mbak aku masih ditempat kerja, kenapa mbak?"
"nanti pulang kerja tolong anterin Lalita sama ibu kesini bisa? Mas Taufan kangen mau ketemu Lalita"
"Bisa mbak, tunggu ya nanti pulang kerja aku anter mereka kesana, salam buat mas Taufan dan Oma opa"
"iya makasih wir, Assalamualaikum "
"waalaikumsalam mbak"
Tut Tut telepon pun diakhiri dan mama Laila menyampaikan kepada semuanya kalau nanti sore Lalita diantar kesini
Dilain tempat Lalita diasuh dengan baik oleh sang nenek walaupun akhirnya dia harus minum susu formula, dia tumbuh semakin pintar, cerdas dan tidak rewel seolah mengerti dengan keadaan orang tuanya.
"maa maa maam" celoteh Lalita
"cucu nenek mau makan ya, pinter, ak nak buka mulutnya"
"mam ak"
"iya sayang pinter makannya, biar kenyang ya nak biar sehat biar bisa do'akan mama dan papa ya"
Menjelang senja Wira pulang kerja dan menyampaikan kepada Bu Fatimah jika Mas Taufan sudah sadar dan ingin bertemu Lalita
"Assalamualaikum Bu" (Mencium tangan Bu Fatimah)
"Waalaikumsalam Wir, bersih diri dulu habis dari luar" ucap Bu Fatimah sambil menggendong Lalita yang cantik habis makan dan mandi
"iya Bu, eh ponakannya om Wira cantik banget, o iya Bu Alhamdulillah mas Taufan sudah sadar"
"Alhamdulillah ya Allah" ucap ibu Fatimah
"Mas Taufan kangen Lalita Bu, tadi mbak Laila telepon Wira minta tolong anterin ibu Sam Lalita kesana"
"Yaudah wir ibu siap siapin dulu perlengkapan Lalita, kamu mandi dan makan dulu baru nanti berangkat"
"iya Bu Wira bersih diri dulu terus makan"
Waktu bergulir dan sampailah Wira, Bu Fatimah, dan Lalita ke rumah sakit
"Assalamualaikum" ucap Bu Fatimah sambil membuka pintu kamar rumah sakit
"Waalaikumsalam Bu" ucap semua orang
Mama Laila langsung menghampiri Bu Fatimah, mencium tangannya dan mengambil Lalita dari gendongan neneknya
"Anak mama papa MasyaAllah cantiknya (sambil mencium pipi Lalita), tuh Alhamdulillah papa udah sadar sayang" (Sambil menunjuk Papa Taufan dan membawa Lalita menuju Papa Taufan)
"Anakku masyaAllah" ucap papa Taufan matanya berkaca-kaca
Mama Laila mendekatkan Lalita ke Papa Taufan namun Papa Taufan belum bisa menggerakkan tangannya menyambut putri tercinta
"Sayang, tanganku belum bisa memeluknya padahal aku sangat ingin mendekapnya" ucap papa Taufan meneteskan air mata
"Sabar sayang, putri kita tahu papanya sangat menyayanginya, nih lihat dia senyum-senyum ketemu papanya, kangen ya nak" (sambil mendekatkan Lalita ke wajah Papa Taufan dan papa Taufan mencium pipi Lalita)
Semua orang di ruangan rawat inap terharu melihat interaksi keluarga kecil tersebut.
3 bulan berlalu begitu cepat akhirnya Papa Taufan diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Kepulangannya disambut bahagia oleh seluruh keluarga, namun Papa Taufan belum bisa mengendarai motor dan bekerja dikarenakan belum pulih sempurna. Kontrak rumah tidak dilanjutkan oleh mama Laila dan Papa Taufan dikarenakan keterbatasan biaya akhirnya mereka tinggal di rumah Ibu Fatimah karena di rumah Oma Karsi dan opa Warno ada Yuli dan anak perempuannya, mereka tidak kembali ke Kalimantan dikarenakan ada masalah dengan suaminya. Papa Taufan dan mama Laila serius membicarakan tentang keuangan rumah tangga mereka
"Pa, apa mama kerja jadi TKW saja diluar negeri untuk melunasi hutang-hutang kita? Gajinya lumayan pa, Info dari mbak Indri prosesnya bisa 3-6 bulan harus training dulu dan kontraknya 2 tahun, mama mikirnya kalau daftar sekarang dan 6 bulan lagi berangkat kan semoga kondisi papa sudah lebih membaik. Hutang kita 50 juta, bunganya gede pa kalau tidak segera kita lunasi. sebenarnya ini pilihan yang sulit antara kumpul keluarga atau kita terlunta-lunta, kalau aku jadi pergi Lalita nanti dititipin ke ibu, bagaimana pa?"
Papa Taufan diam termenung lama kemudian Menjawab
"sepertinya hanya itu opsi terbaik untuk kondisi kita sekarang ma, benar-benar pilihan yang sulit. Kalau papa sudah sehat papa akan kerja bantu lunasi hutang untuk biaya rumah sakit papa" ucap papa Taufan (Memeluk mama Laila)
Sesuai rencana, mama Laila bekerja diluar negeri, Lalita Belvania dititipkan ke Nenek Fatimah dan menjalani hari-harinya tanpa figur seorang mama
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Victorfann1dehange
Meresapi setiap halaman
2024-01-21
2